Mellifluous 3

11 3 49
                                    

”Ajgileee,”

Jujur aku sebagai manusia waras—yah walaupun emang otaknya cuma sekian persen sih yang berfungsi, gak percaya sama sekali—aku bego tapi gak goblok

”Dadanggg”

Ambu teriak lagi anjir, mana kaga pake intro. Sumpah pengin ku sliding tackle tuh mulutnya, tapi?! Yaudahlah terima nasib aja. Bodoamatlah sama si jurig Eropa yang penting nih sound system  kampung bisa ku matiin—eh disilent. Sama seperti ambu—gapake intro, aku langsung lari secepat  lari dari kenyataan—hufft.

Tapi aku lupa, shit.

Brakkk

Aku kejedot dan tak bisa lari lagi (yoo mana suaranya?)

”Anying, pake nabrak lagi!” aku lupa pintu segede gaban itu belum dibuka—sial.

”Dadangggg si anak lalaki ambu yang kasep kayak Sulai, kunaon atuh ngegas wae bawaannya? Dipanggil malah marah segala pake acara nggebrak pintu, anak durhaka maneh teh kamu!”

”Astaghfirullah, saha juga yang marah ambu? Nuduh orang sembarangan—ngajak berantem?!” (anju malah iklan) ucapku sembari jalan santuy setelah kapok cosplay jadi atlet lari menuju permaisuriku a.k.a my bunda alias mamsky alias amboe

”Naon atuh ambu? Teriak aja terossss, mana teu pake intro off-side atuh ambu off-side,”

”Diem ketek badak yang bulunya udah ubanan! Udah jam berapa ini? Amnesia maneh,” tanya ambu kesayanganku yang masih setia bergulat dengan adonan bolu pisang yang menurutku justru lebih mirippp, hehe—tai

”Anjir ketek badak, ini teh jam 7 lah ambu,” ucapku santai kaya di pantai

Otakku konslet—jaringan terputus

”Eh bentar, hah jam 7!? Astaghfirullah telat lagiii. Ambu si pake segala acara suruh beli gas, nyiram kembang kantil ama bunga bangke, beli sayur, nimba sumur yang ga ada katrolnya+timbanya, nicil motor, masak aer.”

”Biar matengg, cuaakeppp,”

”Diem ambu! Jangan jadi ibu durhaka yah!” racauku sambil nyolot pada ambuku yang akhlaknya kaya udah kaya deptkolektor—kaga ada.

”Okehh kitu nya, awas kamu dang!” ancam si ambu—santuy udah biasa paling gamakan tiga harian lah. Paling? uwow kurus kerontang dong. Kasian euy.

”Bodoamat ambu, bodoamatlah lah bacot amat bacot amatlah lah bodoamat, lah bacot amat,” ucapku sembari melenggang bak model berjalan di ketwalk - cat work - ket ket apalah itu, berlalu meninggalkan sejuta kerinduan—Anjhay

Sampai di depan pintu kamar—dengan hati berdebar - jantung berdetak kencang - hati tak karuan - saraf tegang - keringat bercucuran - ketek basah - darah mengalir bak air pam - bibir pecah pecah - panas dalam — inikah yang namanya cinta? ceileh.

Gaklah bego, aku deg deg an pisan ini anjir. Berharap eta teh jurig  Eropa udah kabur kan ya.

”Bismillahirrahmanirrahim, yakin atuh Ge!”ucapku seraya menepuk dada plus nutup muka pake kedua telapak kaki eh tangan

”Ciluk!”

Charlotte POV

Aku sepertinya mendengar suara orang didepan pintu. Aku yakin itu pasti makhluk absurd yang barusan marah marah tak jelas kepadaku.

Kulihat pintu itu perlahan terbuka menampakkan seorang makhluk aneh—maksudku lelaki tadi yang kini sedang menutup wajahnya dengan telapak tangan.

”Orang gila dijaman ini aneh yah,” batinku. Lalu,

”Ciluk!” ucapnya sambil masih menutup wajahnya dan berjalan seperti maling—kupikir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mellifluous [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang