Aku termenung menatap kerumunan orang yang sedang mengantre memberikan pelukan pada laki-laki di tengah-tengah kawasan taman. Sebuah papan bertuliskan 'peluk aku' di bawah kakinya mengundang beberapa orang khususnya gadis-gadis berebutan untuk memeluknya. Hampir dua bulan setiap hari laki-laki yang ku tahu bernama Kim Junkyu dari nametag dan dia juga melakukan kegiatannya dengan seragam sekolah. Aku tidak tahu apa alasannya memberikan pelukan gratis seperti itu, biasa yang aku tonton dari youtube kebanyakan dari mereka melakukan eksperimen. Apa dia penyakitan? Atau lebih parahnya dia bisex? Itu bisa jadi sih, mungkin dia sedang mencari identitas seksualnya tapi anak sekolahan sepertinya bukannya harus fokus belajar dibanding melakukan hal itu?
Berbekal penutup mata hitam, dia merentangkan tangannya yang panjang itu. Aku tidak habis pikir dia bisa tersenyum setiap kali orang memeluknya. Dan ya, mungkin aku satu-satunya yang belum pernah memeluknya dan hanya memperhatikan dari jauh setiap aku pulang dari bekerja. Dia akan berhenti saat sore menjelang malam karena tempatnya berdiri akan ditempati oleh para pedagang.
Aku bergidik ngeri ketika laki-laki itu, ah atau aku sebut saja namanya, Junkyu tersenyum sambil menutup matanya memeluk dirinya sendiri dan pergi dari taman. Ada yang salah dari bocah itu. Apa dia anak broken home?
"Kau penasaran siapa dia?"
Park Jihoon muncul dari toilet dekat taman, aku memang pergi bersamanya. Dia teman sekaligus rekan kerjaku yang humoris. Terkadang aku bingung atau hanya aku saja yang merasa Jihoon sangat menjagaku dan aku mulai terbiasa dengan kehadirannya meskipun aku orang yang sedikit individual. Beda dengannya yang mempunyai banyak teman di setiap jurusan. TMI, aku dan Jihoon masih kuliah, kami kerja part time di kedai ramen terbesar di Seoul sebagai pembagi brosur.
Awalnya hanya aku saja yang memutuskan bekerja di sana tetapi selang beberapa hari kemudian Jihoon datang merebut brosurku, lucunya kami tidak mengenal satu sama lain atau hanya aku yang tidak mengenal dia. Setelah izin dengan bos, Jihoon mulai bekerja menemaniku membagi brosur di kawasan taman.
"Tidak perlu, dia hanya mencari perhatian."
Kurasa memang Junkyu itu mencari perhatian dengan wajah tampan dan tubuh tingginya. Kalau aku Jihoon versi perempuan mungkin aku mengantre ulang untuk memeluk anak itu.
"Kurasa dia satu sekolah denganku," ujar Jihoon sambil menyeimbangkan langkah kami.
"Tapi kau tidak kenal?"
"Entah, aku tidak pernah lihat dia. Kau tahu kan sekolahku khusus pria? Bayangkan saja betapa tersiksanya mataku tanpa perempuan di sana."
Aku tidak bisa berkomentar kalau Jihoon mulai banyak bicara dan mengumpat sebanyak yang dia bisa. Tidak heran dia tergabung dalam klub debat dan theater kampus. Satu fakta terakhir yang akan kuberi tahu tentang Jihoon, kami mempunyai nasib yang sama. Apa itu? Kami makhluk menyedihkan yang ditinggal orangtua karena kecelakaan pesawat. Pertemuan dan pendekatan kami seperti takdir, menggelikannya kami mempunyai marga yang sama.
"Park Johyun, kau dengar tidak?"
"Hah, apa?"
"Drama yang akan kuperankan butuh pemeran tambahan, kau mau?"
"Cari yang lain saja, aku tidak tertarik."
"Makanya kau harus dengar ucapanku tadi, peran yang ini tidak perlu bersuara. Kau cukup diam dan bernapas saja."
"Kau tidak sedang melucu, kan?"
Wajah Jihoon sangat meyakinkan namun tidak setelah tiga detik yang lalu. Bibirnya mulai bergetar menahan tawa.
"Kok tahu? Hahahaha.."
"Jelas terbaca."
"Tapi aku sungguhan menawarkan peran ini padamu karena kau sangat cocok."
"Memangnya peran jadi apa?"
"Jadi lampu lalu lintas."
🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥🚥
KAMU SEDANG MEMBACA
HUG | Kim Junkyu [TREASURE] ✓
Cerita PendekApa arti pelukan bagi Junkyu? start : 12 Juni 2020 end : 16 Juni 2020 ©joaapark