Kini suasana di ruangan yang bernuansa kuning itu sangat tegang. Terlihat beberapa orang yang saling berdiskusi tentang hal yang selama ini ditakutkan oleh semua orang, tak terkecuali Stella. Gadis itu mengelus-elus punggung wanita paruh baya yang sedang menangis tersedu-sedu.
"Ambil aja semua yang pakai uang papa!!! Rumah, mobil, perusahaan, villa, pulau, atau apalah itu silahkan!! Kami gak butuh itu semua.." ucapnya penuh kekecewaan karena untuk sekian lama terpisah, pada saat bertemu justru di situasi yang sangat pelik.
"Papa kamu cuma ambil apa yang seharusnya Papa kamu ambil, kalian masih punya rumah dan butik peninggalan Lian kan.." Ucap wanita cantik yang berada di samping pria paruh baya yang tidak berdaya itu.
"Oke gak masalah kok, hari ini juga kami beres beres!! Anggap aja papa gak punya anak lagi.. " Balas Satria dengan nada kasar karena sudah tersulut emosi.
"Maafin Papa nak, " ucapnya dengan nada menyesal.
"Gak papa kok, kami tahu diri lagipula Satria juga punya usaha sendiri.. kami bisa hidup tanpa Papa.." Balas Stella yang tak henti hentinya mengelus-elus punggung ibu sambungnya.
"Lakukan apa yang menurut kamu benar, biar gak menyesal nantinya.." Ucap wanita paruh baya yang sering dipanggil Mama-Bunda oleh gadis di sampingnya. Ia pun beranjak jadi tempat duduk dan mengisyaratkan kepada kedua anak sambungnya agar masuk ke kamar masing-masing untuk beres-beres.
"Harus ya begini?" Tanya pria paruh baya itu.
"Haruslah mas, kan tes DNA udah buktikan kebenarannya. " Dengan berat hati pria itu pun pasrah dengan keputusan yang harus ia ambil karena tuntutan dari istrinya.
Satu jam kemudian ketiga orang ibu dan anak itu pun kembali ke tempat semula dengan beberapa koper di tangannya. Rasa kecewa dan tak percaya menyelimuti perasaan semua penghuni rumah itu. Untuk sekian lama terpisah, bertemu bukannya saling berkasih sayang tapi malah saling menyakiti.
"Kami udah siap, mobil yang warna hitam itu adalah mobil hasil kerja aku jadi aku bawa itu. " Ucap Mama-Bunda.
"Baiklah, bawa apa yang kalian beli dengan uang kalian sendiri. " Ucapan pedas yang keluar dari mulut istri barunya pria itu membuat Stella rasanya ingin melenyapkannya dari muka bumi ini.
"Ya, setidaknya kami punya apa yang kami beli dengan uang sendiri, bukan dengan hasil merebut suami orang lain. UPS!! Keceplosan, canda pelakorrr!!" Ucap Stella lalu berlenggang berlalu meninggalkan orang yang kepalanya ingin meledak setelah mendengar ejekan gadis itu.
Setelah gadis itu kakak dan ibu sambungnya pun menyusul.
***
Sesampainya di tempat yang lumayan jauh dari kediamannya, dengan sigap Stella mengeluarkan semua koper koper yang memenuhi mobilnya. Ia menatap lekat bangunan lamanya yang terakhir ia kunjungi saat masih sekolah dasar saat Bundanya masih ada. Dulu, tempat itu adalah rumah Bundanya dari kecil yang pada saat sudah menikah dijadikan kantor oleh bundanya.
Tak jauh dari tempat itu ada kafe yang merupakan salah satu usaha Bundanya dulu yang sekarang sedang diurus oleh kakaknya dan memiliki 2 cabang karena cabang yang lain dibentuk papanya dan sudah diserahkan. Setidaknya mereka masih memiliki kafe dan satu butik yang lumayan terkenal di kota itu peninggalan dari bundanya yang sudah lama diambil alih oleh Mama-Bunda nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VLINDER
Teen Fiction"Yaudah, lo suka sama gue?" Tanyanya lagi. "Bentar Stella tarik napas dulu." Katanya yang membuat Farhan geleng-geleng kepala. "Udah?" Tanyanya. "Stella udah selesai kok." Ucapnya "Kalo gitu jawab." Ucap Farhan "Kalo iya Farhan marah gak?" Tanyanya...