Sepai mencari daun kacang, sama seperti pangeran kuda putih. Sebab sepai akan mengikuti perjalanan dia ke gunung, tapi secara tidak kentara.
Sial, belum apa-apa, Sepai ditanyai oleh seseorang,
"Wahai kisanak, mengapa kamu juga mencari daun kacang di sini?"
"Eh, saya ingin ke gunung."
"Gunung mana?"
Dalam batin Sepai, waduh kenapa orang ini kepo sekali.
Tapi kan dia mata-mata. Kalau jadi mata-mata itu, sebisa mungkin orang lain tidak tahu apa yang sedang dia kerjakan. (Ini adalah komentar peri biru yang mengikutinya.)
Tapi kan Sepai orang yang jujur, ngapain juga dia mesti bohong gara-gara jadi mata-mata. Dia adalah mata-mata yang lain daripada yang lain. (Ini komentar peri kuning yang mengikuti Sepai, sama seperti peri biru.)
Sepai menjawab, "Gunung Penakhluk."
"Oh, kisanak ini akan menyertai sang pangeran ya rupanya "
"Iya."
"Cepatlah. Sang pangeran pasti sudah menunggu di batas desa."
Aha! Dalam benak Sepai, dia merasa girang. Dia bisa sejalan dengan sang pangeran, tanpa harus lebih dulu berangkat atau sesudahnya tapi kehilangan jejak. Itu akan membuatnya bingung.
"Terimakasih, Paman." Bergegas Sepai mengejar sang pangeran di batas desa.
Di batas desa, terlihat sang pangeran Kuda Putih sedang menyusun perbekalan.
Sepai berhenti di hadapannya. "Selamat pagi, Pangeran Kuda Putih."
"Selamat pagi, Kisanak." Sang Pangeran memang orang yang ramah. Semua orang juga tahu.
Sepai kemudian melanjutkan perjalanan menuju gunung. Dia memacu kudanya yang berwarna hitam dengan santai.
Tak lama Sang pangeran mendahuluinya.
Di atas tanah berumput yang landai, Sepai beristirahat. Itu tengah hari, tapi tidak panas, walau matahari menyorot. Emang cocok kalau ke gunung siang hari. Sepanas apapun terik matahari, tidak terasa panas, karena udaranya dingin.
Kudanya Sepai sudah capek, sebab dia belum sempat makan daun kacang, keburu mengejar pangeran di batas desa. Sepai lalu membongkar bekal untuk si kuda hitam.
Lagi asik si kuda makan, Sepai mengedarkan pandangan. Tidak kelihatan sang pangeran. Mungkin sang Pangeran sudah jauh di atas.
"Asyik juga di atas gunung." Sepai bicara sendiri.
Tiba-tiba derap kuda dari arah atas menuruni bukit.
"Haa, sang pangeran sudah turun gunung." Jerit Sepai dalam hati.
Sang pangeran berhenti di depan Sepai. "Apakah kamu butuh bantuan?"
"Iya. Kuda saya kecapekan. Pangeran dari mana kok sudah sampai sini lagi?"
"Saya mengambil tanaman di puncak gunung untuk obat."
"Obat??" Sepai memperhatikan tanaman apa yang dibawa oleh sang pangeran. Itu semacam rumput. Itu pasti rumput yang hanya tumbuh di puncak gunung, pikir Sepai. Dia tidak pernah melihat rumput seperti itu sebelumnya.
"Iya. Obat penghancur batu ginjal. Setelah makan daun kacang itu, kudamu akan bertenaga lagi. Sampai jumpa lagi."
Sepai melongo saja."Sampai jumpa, pangeran Gagah."
Sang pangeran melambaikan tangan pada Sepai dan selanjutnya menuruni gunung.
Sepai merasa beruntung. Dia mendapat informasi dan tidak ditanyai.
Setelah si kuda puas makan daun kacang, Sepai mengajak kuda turun gunung.
Si kuda berlari kesetanan. Sepai sampai di bawah malah pegal-pegal badannya. Dia pulang ke rumahnya untuk tidur.
Bangun tidur, Sepai lapar. Habis makan dia mikir, "Kalau aku sudah tahu pangeran gagah ke gunung mencari obat dan obat itu penghancur batu ginjal, lalu putri malu pasti bertanya, obat itu untuk siapa. Ahhh, sangat merepotkan. Putri malu bisanya nyusahin aja. Aku kesananya besok-besok aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Malu-Malu Kucing
Literatura FemininaPada jaman dahulu ada seorang putri bernama Malu. Dia diam-diam menyukai pangeran Gagah dari negeri tetangga. Putri Malu memang pemalu, tapi malu-malu kucing; kelamaan, nggak maju-maju 😏.