Hari semakin sore kala Zora sudah turun dari bus. Zora pun segera melangkahkan kaki meninggalkan halte menuju rumahnya yang lumayan sedikit jauh. Sekitar 30 menit Zora berjalan akhirnya sampai disebuah rumah sederhana, tidak terlalu besar tetapi tidak juga terlalu kecil cukup pas untuk 3 orang penghuni.
Zora pun mulai melangkah kan kakinya untuk membuka gerbang kayu yang tidak terlalu tinggi itu, mungkin hanya sebatas pinggangnya. Melewati halaman yang cukup banyak bunga-bunga indah, yang sepertinya terawat dengan baik oleh si pemilik.
Zora pun tersenyum kecil kala melihat sosok seorang nenek yang sedang menyiram bunga-bunga sambil bersenandung kecil.
Zora pov
“apakah bunga-bunga itu lebih menarik daripada ku?” tanyaku pada nenek itu. Sosok yang ditanya pun menoleh menatapku sambil tersenyum lembut, setelah itu ia bergegas mematikan kran selang air dan menyimpannya.
“akhirnya kau pulang nak. Maafkan nenek, nenek terlalu asik menyiram. Oh iya, bagaimana sekolahmu? Apakah hari ini menyenangkan?” ucap nenek, sambil merangkulku dan berjalan menuju pintu masuk. Sepertinya nenek sedikit tidak sadar dengan wajahku. Pikirku begitu.
“ak—“
“syuutt ayok kita masuk dulu, ibumu sudah menunggumu di dalam. Setelah itu mandi. Nenek akan menyiapkan makanan untukmu, kau pasti lapar bukan? Dan jangan lupa, obati wajahmu” potong nenek cepat sembari tersenyum. Dan aku pun hanya menganggukan kepala mengiyakan. Pikiran ku salah. Ternyata nenek menyadari lukaku.
Aku dan nenek pun masuk kedalam rumah melewati ruang keluarga. Melihat ibu sedang fokus menonton tv. Sepertinya ibu sadar akan kehadiran kami berdua. Ia pun menoleh kebelakang melihat ada siapa yang datang.
“oooh Zoraaa putri kecil ibu sudah pulangg, sini sayangg” seru ibu sambil melambai-lambaikan tangannya agar aku segera kesana. Nenek pun berpamitan untuk kedapur. Aku tersenyum kecil dan berlari-lari kecil untuk menemui ibu ku yang tengah duduk di kursi roda.
“ibuu!!” teriakku dan langsung memeluk beliau. Ibu pun terkekeh dan membalas pelukanku. Hangat. Itu yang aku rasakan. “bagaimana kabar ibu? Sehat?” tanyaku kepada ibu. Walaupun aku tahu ibu masih depresi sejak kejadian itu. Dan aku hanya meringis mengingat kejadian yang inginku lupakan.
“kabar ibu baik, ibu sehat kok. Apakah ayahmu tidak pulang?” jawab dan tanya ibu sambil mencari-cari keberadaan ayah yang beliau pikir ada di belakangku. Setelah melepaskan pelukannya. Aku pun tersenyum mendengar kabar baik ibu dan menjawab dengan gelengan. Aku meringis lagi setiap ibu menanyakan ayah. Aku tidak mau ibu seperti itu. Kemudian suara nenek memecahkan rasa hening yang melanda antara aku dan ibu.
“zoraaaa!! Cepat mandii, makanannya sudah siaap!!” teriak nenek dari arah dapur.
“iyaa nek!” balasku. Setelah itu aku pun bergegas pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri. Untungnya kamar mandinya sebelah kamar ku. Karena aku lupa tidak bawa baju ganti, dan cepat-cepat aku memakai handuk kemudian pergi kekamar ku.
Aku pun selesai mengenakan pakaian, hanya celana panjang dan baju agak kebesaran. Aku pun segera menghampiri ibu dan nenek di meja makan.
“huwaa sepertinya kelihatan lezaat” ucapku heboh kala sampai di meja makan.
“sudah-sudah, ayuk makan. Jangan lupa obati lukamu, kotaknya ada di tempat biasa” ucap nenek mengingatkanku.
“apakah kau bertengkar lagi Zo?” tanya ibu. Dan aku pun membalasnya dengan cengiran. Nenek dan ibu sudah mengetahuinya, mengetahui sifatku di sekolah dengan rumah berbeda. Terlebih ketika dengan orang lain sifatku lebih terkesan tidak peduli, dingin dan cuek. Nenek dan ibu hanya memaklumi itu. Kemudian kami makan dengan tenang, hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden Truth
Mystery / Thriller"kakak?" ucap Zora tak percaya. "Gw bukan kakak lo! " sarkas cowok bertopi hitam. --- Di tinggal oleh seseorang yang berharga memang menyakitkan. Selepas dari semua kenangan yang ada dan kita harus secepatnya melupakannya, walau kita tahu tak semu...