"mini market dulu" ujar Zora setengah berteriak, mereka memang sudah masuk lingkungan rumah Zora, jadi mungkin sebentar lagi akan sampai.
"hm" balas Edrick, ia fokus mengendarai motornya. Tangan kiri Zora sekarang sudah tidak lagi ia genggam, Zora menarik paksa tangannya setelah mengatur detak jangtungnya yang berdegub kencang.
---
Mereka pun sampai di mini market yang menjadi pertanda sebelum Zora bermimpi buruk.
Zora pun memilih-milih cemilan, ntah mengapa sekarang Zora ingin membelikan neneknya cemilan, seakan-akan cemilan itu menjadi hadiah kecil terakhir. Edrick pun mengikuti Zora dari belakang. Hampir tengah malam tetapi mini market tersebut memang tetap buka, 24 jam.
Ketika sedang memilih minuman kaleng, ntah mengapa firasat Zora tak enak. Pikirannya mendadak kosong dan ia tidak menyadari jika tangannya menyenggol tumpukan-tumpukan minuman kaleng yang disusun menjadi menara mini.
Bruk.
Edrick yang mendengar itu pun segara bergegas menuju asal suara. Tadi ia sedang melihat-lihat rak parfum pria, niatnya akan membelinya.
Zora pun linglung, firasatnya memburuk, pikirannya tertuju pada rumahnya. Edrick pun datang, memegang bahu Zora dan menyadarkan Zora dari lamunannya.
"lo kenapa?!" tanya Edrick sedikit mengguncang bahunya, tersirat rasa khawatir di nada bicaranya.
"gue mm-mau balik, perasaan gue gak enak" lirih Zora, ia menunduk tidak berani berhadapan dengan Edrick. Edrick yang mendengar nada lirih dari sosok Zora pun terkejut, tetapi ia kembali mengubah ekspresinya menjadi seperti biasa datar.
Pegawai yang mendengar juga, segera menghampiri keduanya. Meminta pertanggung jawaban dari kejadian ini.
"gue yang bakal gantiin berapa?" tanya Edrick dingin, ia menatap tajam kearah pegawai itu sembari merangkul Zora yang terlihat tidak bersemangat.
"ee-e itu mas 2 dus aja" jawab pegawai itu gugup, ketika Edrick bertanya dengan dingin dan menatapnya tajam.
Edrick pun mengeluarkan 5 buah uang berwarna merah dan memberikannya kepada pegawai itu. "bayar sekalian, sisanya ambil" sambil menunjuk belanjaan yang dipegang Zora. Kemudian ia dan Zora pun keluar mini market, Edrick mendudukkan Zora di kursi depan mini market itu.
"makasih, maaf ngerepotin lu" ia menunduk, memilin tangannya yang terkepal pelan dipangkuannya. "gue mau pulang Rick"
"hm, ayok" Edrick pun menggenggam tangan Zora, kemudian mereka berdua melesat pergi kerumah Zora.
---
Mereka pun sampai di rumah Zora. Zora menatap bingung, lampu rumahnya masih menyala ia berpikir. "nenek menungguku" batinnya.
"gue duluan" pamit Zora, ia melangkah menuju pintu masuk tangannya menenteng plastik mini market.
Sesampainya ia di depan pintu. Ia merasa aneh, pintunya terlihat seperti terbuka sedikit, kemudian ia mendorong perlahan pintu. Bau amis seketika menyeruak diindra penciumannya. Dan..
Deg.
Rasanya ia ingin memutar waktu, untuk selalu berada di rumah minggu ini. Air matanya berlomba-lomba untuk keluar, mulutnya seakan terkunci ia tak berniat membuka suaranya. Berteriak pun mungkin tak sanggup. Kantong plastik yang dijinjingnya pun terjatuh bersama dengan isinya yang berserakan.
Seketika matanya terhalang oleh sesuatu, seperti telapak tangan seseorang.
"jangan diliat" katanya sambil memeluknya dari belakang. Detik selanjutnya Zora menangis dengan keras, mengeluarkan rasa sakitnya. Sampai tak terasa telapak tangan yang menutupi matanya pun ikut basah dengan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden Truth
Mystery / Thriller"kakak?" ucap Zora tak percaya. "Gw bukan kakak lo! " sarkas cowok bertopi hitam. --- Di tinggal oleh seseorang yang berharga memang menyakitkan. Selepas dari semua kenangan yang ada dan kita harus secepatnya melupakannya, walau kita tahu tak semu...