Chapter 10

21.1K 2.5K 102
                                    

Hanni masuk ke dalam dan langsung menuju ke ruang kerja di lantai atas. Pintu ruangan terbuka, tapi Hanni tetap mengetuk pintu. Erlan yang berada di balkon, masuk ke dalam. Ponsel Hanni berdering, begitu ia melihat nama di monitor, Hanni memberi kode Erlan untuk menjawab telpon sebentar. Hanni menghidupkan speaker.

“Selamat sore, Bu,” sapa Hanni.

“Sore, Hanni. Erlan ada suruh pesan tempat buat dinner malam ini?” Erlan tersenyum sekilas setelah menyadari siapa yang menelpon.

“Sudah, Bu. Restoran Padang Saiyo, ruang Bukittinggi.”

“Perfect! Erlan ada di rumah? Ibu telpon, gak diangkat-angkat.” Hanni melirik Erlan yang mengecek ponselnya. Benar, ada lima panggilan tak terjawab.

“Pak Erlan tadi lagi di luar, ponselnya tinggal di ruang kerja.”

“Oh, Ibu pikir dia sengaja tidak mau menjawab telpon.” Erlan mendelik, kenapa mamanya sampai punya pikiran seperti itu? Hanni tersenyum.

“Nggak, Bu. Ini Pak Erlan sudah balik ke ruang kerja, Ibu mau bicara?”

“Boleh.”

“Sebentar...” Hanni menyerahkan ponselnya ke Erlan, lalu ia segera keluar dari ruangan. Erlan mematikan speaker.

“Iya, Ma.”

“Nanti apa pun yang diminta Opa sama kamu, kamu iya kan saja ya? Papa bilang, Opa agak kurang senang karena Randy yang akan menikah duluan.” Sofia mengerti betul saat mertuanya itu punya keinginan. Sepanjang siang tadi mertuanya tak berhenti bertanya tentang kehidupan pribadi Erlan, yang memang sangat tertutup.

“Mama gak usah khawatir.”

“Oke, see you ya.” Sambungan telpon terputus.

Erlan melihat ke layar ponsel Hanni yang berganti ke foto wallpaper. Ia tertegun, menatap dengan seksama seolah tak percaya...dan akhirnya tersenyum sendiri. Miss Secretary dengan rambut terurai, memakai lipstick merah menyala dengan bibir yang sedikit terbuka...sorot matanya penuh godaan. Gaun Chanel yang dipakainya melekat sempurna di tubuh Hanni. Kaki jenjang Hanni yang memakai high heels tinggi  semakin mempertegas keindahannya.

Hanni yang sadar apa yang mungkin telah dilihat Erlan di layar ponselnya, setengah berlari naik kembali ke lantai atas. Tapi pas ia sampai di sana, Erlan sudah tidak ada di dalam dan ponselnya terletak di atas meja kerja. Semoga saja Erlan tidak sempat melihat foto isengnya.

***

Restoran Padang Saiyo lumayan ramai saat mereka tiba, maklum akhir pekan. Erlan yang memakai kaos abu muda dipadu dengan jeans hitam, sangat menarik perhatian pengunjung restoran. Wajahnya yang jarang tersenyum, tak terpengaruh dengan pandangan kagum di sekitarnya. Hanni yang memakai tunik batik hijau olive dipadu rok kulot hitam panjang, berjalan di belakangnya. Hanni tersenyum, mengimbangi wajah Erlan yang tanpa ekspresi. Di kantor pun seperti itu, wajah dingin Erlan selalu bisa diimbangi dengan pancaran keramahan nan tulus dari wajah Hanni.

Belum ada yang datang, Erlan melirik jam tangannya. Masih ada 30 menit lagi dari waktu yang ditentukan. Hanni menuang jus jeruk dan menyerahkan ke Erlan. Terdengar suara riuh di luar, keduanya menatap pintu ruangan. Tak beberapa lama, sosok cantik Lilian muncul.

“Mbak Hanni sayang, apa kabar?” Lilian langsung memeluk Hanni. Hanni membalas pelukan. Sudah lama mereka tidak bertemu. Dua bulan terakhir Lilian shooting film terbarunya di Brisbane.

“Baik. Kamu gimana? Udah lama balik?”

“Lelah banget, gue baru 2 hari nyampe Jakarta. Eh iya, gue punya sesuatu buat Mbak Hanni. Nanti gue minta Pak Tejo antar ke kantor deh.” Lilian diam sesaat, ia sepertinya lupa menyapa seseorang. Hah…ia menatap ke seseorang yang duduk di sofa yang juga sedang menatapnya dengan pandangan agak protes.

Don't CroSS the LinE!!! (EBook sudah Tersedia Di PlayStore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang