Twelve

23 5 0
                                    

Seperti layang-layang, kau menerbangkanku tinggi sekali, lalu kau putus talinya dan bodohnya kau berlari untuk mendapatkan aku kembali.






"Hanin!" panggil Riri, membuat yang punya nama menoleh. "Gimana kaki lo?" tanya Riri ketika dirinya sudah dekat.

Kemarin setelah pulang dari kencan, seperti biasa Nino mengantar Hanin sampai ke apartemennya. Setelah Nino menutup pintu, Hanin jingkrak-jingkrak terlalu senang bisa kencan dengan Nino. Dan kencannya sukses karena Hanin bisa mengatasi kegugupannya. Alhasil hatinya berbunga-bunga selama kencan berlangsung. Jingkrak-jingkrak itu menyebabkan dirinya keseleo sehingga hari Senin kemarin Hanin tidak sekolah karena kakinya masih pincang.

"Alhamdulillah udah baikan," jawab Hanin apa adanya.

"Terus lo ke sekolah naik apa?" Citra yang dari tadi diam ikut bicara.

"Mang ojol." Hanin tersenyum lebar.

"Bu sekretaris gue!" teriak Lisa dari kejauhan kemudian berlari menghampiri ketiganya. "Gimana kaki lo? Ya ampun gue khawatir banget. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, nonton tipi pun tidak konsentrasi," ucap Lisa heboh.

"Udah baikan kok, thanks ya udah khawatir."

"Lo mesti tau berita heboh di kelas kita Bu sekretaris!" ucap Lisa penuh semangat.

"Paan dah," sahut Hanin penasaran.

"Di kelas kita akhirnya ada cogan! Aaa!!! Gue seneng banget bu sekretaris," ucap Lisa heboh dan membuat keempatnya kini menjadi pusat perhatian. "Dan yang paling penting lo udah punya cowok! Jadi saingan gue enteng-enteng." Lisa tertawa dengan ucapannya.

"Waooww," ucap Hanin dengan ekspresi yang dibuat terkejut yang sebenarnya tidak berefek apapun pada dirinya.

Riri menambah ucapan Lisa dengan semangat pula. "Dia ganteng banget, Nin. Pinter, keren, tinggi, tampan, cakep dan dia kaya, Nin. Pokoknya bibit unggul lah."

"Tapi sayang, anaknya cuek, datar dan dingin," ucap Citra menambahi.

Hanin hanya tersenyum melihat tingkah temannya ini. Lisa seorang selebgram yang tidak pandang bulu, dia peduli pada siapa saja meski cerewet. Citra sendiri bukan anak yang banyak omong, tapi dia gadis yang baik. Riri sebelas dua belas dengan Lisa, bedanya Riri lebih suka makan.

"Kaki lo bisa naik tangga?" tanya Citra khawatir.

"Bisa kok, cuman mesti pelan-pelan aja."

"Nino kemana dah?" tanya Riri dengan mata celingukan.

"Dia nggak tahu kalau gue masuk sekolah," jawab Hanin tersenyum pada teman-temannya. Berniat memberi kejutan.

Dibantu temannya, Hanin menaiki tangga. Kelas mereka berada di lantai tiga sesuai tingkatan kelas. Sedangkan lab dan ruang lainnya ada gedung sendiri tepatnya ada di sebelah Utara. Sekolah mereka berbentuk persegi dengan lapangan basket yang biasa dipakai upacara berada di tengah. Di kelilingi gedung kelas dan gedung untuk ruangan guru serta lab dan lainnya.

"Andra!!!" teriak Lisa penuh semangat saat mereka memasuki kelas. Lisa memanggil Andra sambil melambaikan tangannya memberi kode supaya mendekat. Andra mendekat lalu tersenyum, melirik penuh makna pada Hanin yang membatu.

"Ya?" jawab Andra ketika sudah dekat.

"Kenalin, ini bu sekretaris kita namanya Hanin." Lisa memperkenalkan keduanya dengan semangat. Menarik pergelangan tangan Hanin supaya dijabat oleh Andra.

"Andra. Andra Kris Maloney." Andra tersenyum penuh arti ketika tangan mereka saling berjabat. Menyentuh tangan lembut nan halus itu lagi dengan senyum kebahagiaan.

Akhir Cerita Kita (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang