Bab 10

21 2 0
                                    

Bella POV

Baru beberapa jam yang lalu aku menolak seorang laki laki yang mengajakku pulang. Namun sekarang, aku malah duduk berdua sambil makan bakso bersama orang yang sudah merusak tatanan hidupku nan indah.

Menolak siapa ? Kalian menanyakan hal itu ? Coba baca bab sebelumnya ! Huh !

Ucapan kak Andre sejak malam itu selalu terngiang di kepalaku. Keputusanku untuk mencoba membuka hati musnah setelah melihat temanku harus menangis karena laki laki ( bukan... bukan Shila... kejadian Shila adalah kejadian ke2 yang membuatku berpikir ulang )

Namanya Nadin, teman sekelas ku yang terkenal sangat dekat dengan pacarnya hingga masuk ke deretan couple idaman di sekolah. Baru beberapa hari ini ia merasakan rasanya patah hati. Ryan, pacar yang selalu ia bangga banggakan itu berselingkuh dengan sangat mulus hingga 6 bulan lamanya dan baru ketahuan beberapa hari lalu. Gila gak tuh !

Ya... dengan berbagai pertimbangan serta beberapa dalil dalil yang kudapat dari akun dakwah Instagram, aku pun memutuskan untuk menutup kembali pintu hatiku dan menolak setiap pemberian cowok.

Tapi...

Aku menatap Ari yang duduk di depanku dengan mulut penuh bakso. Nafsu makanku menguap begitu saja melihatnya. Tidak punya malu !

Aku adalah orang yang terkenal dengan pendirian teguh. Kalau aku berkata 'Tidak' maka harus 'Tidak'. Tapi, entah mengapa mahluk di depanku seringkali berhasil mengubah pendirian ku yang kokoh bagaikan pohon kelapa yang berulang kali diterjang tsunami namun tetap berdiri dan akhirnya roboh karena dipanjat monyet, ( Aku tau ini gajelas, mohon maafkan)

Aku menusuk bakso dihadapanku, memotongnya lalu memakannya.

"Lo pinter banget ya nyari tempat makan enak !" Sahut Ari. Ia yang telah selesai makan lalu mengambil tissu dan mengelap mulutnya. Aku menatap mangkuk baksoku yang masih tersisa setengah. Isi bakso Ari lebih banyak tapi ia dapat menghabiskan dengan sangat cepat. Salah satu kemampuan yang harus diikutkan ajang lomba makan tercepat.

Aku tidak menjawabnya lalu melanjutkan makanku dengan tenang. Walau awalnya nafsu makanku menguap, tapi pada akhirnya nafsu itu kembali menghampiriku, lapar sekali rasanya.

Tadi saat aku hendak membeli dekorasi, ternyata toko di dekat rumah Shila tutup. Karena itu aku merasa sedikit bersyukur ada Ari yang datang tiba tiba. Walau harus membayar dengan semangkok bakso langganan sejak aku kecil.

"Hei ! Pertanyaanku tadi belum kamu jawab !" Aku menatap tajam Ari.

"Pertanyaan ?"

"Pertanyaanku waktu di jalan tadi !!" Ari mengerutkan keningnya tampak berpikir keras. Aku mendecak kesal.

"Kok bisa kamu tau aku disitu, kamu beneran nguntit kan ?!" Terdengar suudzon memang, bisa saja rumah dia berada di dekat situ. Tapi ini betul betul aneh.

Ari tampak berpikir. Tuh kan ! Dia pasti mencari cari alasan.

"Ok fix ! Kamu penguntit, jadi baksonya kamu yang bayar." Aku tersenyum penuh kemenangan.

"Ehhh gabisa gitu dong !! Gue udah nganterin lo kemana mana ! lo kira bensin harganya cuma seribuan ?" Amuknya.

"Gue kebetulan aja lewat, terus liat lo kayak orang ilang gitu. Ya... Gue samperin, kan gue baik," jawabnya.

Aku memandangnya dengan pandangan curiga yang tetap terlukis di wajahku. Tidak, aku tidak percaya yang namanya kebetulan.

"Ayo jalan lagi," ajaknya melihat aku telah menghabiskan baksoku. Aku memandangnya bingung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Theater Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang