Chapter 7 || Bangkit

1.4K 84 2
                                    

Sejak kejadian dua hari yang lalu, Adel tidak keluar-keluar kamar. Untuk makan pun Lia yang selalu mengantarnya ke kamar. Lia merasa tidak tega melihat anaknya yang ceria murung seperti ini. Tidak ada respon yang seperti biasanya. Tampilan nya berantakan, rambut tidak terurus dan juga wajah yang terlihat kusut. Kamar yang gelap karena gorden nya selalu tertutup, tidak ada cahaya matahari yang masuk.

Lia dan Adnan sampai bingung harus bagaimana lagi agar Adel bisa tertawa seperti biasa? Sudah melakukan berbagai cara tapi tidak ada respon seperti yang di harapkan. Hingga akhirnya Adnan memutuskan untuk berbicara berdua dengan Adelia.

Tok tok tok.

"Del." Adnan membuka pintu kamar Adel perlahan.

Adel menghapus air mata di pipi nya, ia mendongak menatap papa nya, "Iya pah?"

Adnan menghembuskan nafas pelan. ia menghampiri putri nya dan duduk tepat di hadapan Adel. Tangan kanan nya mengusap lembut pipi Adel dan berkata, "Del, kalau kamu kaya gini terus ngga sayang sama diri kamu sendiri. Gimana bisa kamu mencintai orang lain?"

Please jangan ngomong gitu, argh.

"Hei tatap papa." Adnan  perlahan mendongakan  wajah Adel agar bola mata mereka saling bertatapan.

"Kamu sayang sama keluarga, sama temen-temen, sama karyawan-karyawan kamu. Tapi kalau kamu ngga sayang sama diri sendiri percuma. Papa tau kamu belum bisa ngelupain kejadian itu. Ya papa paham kamu ngga akan mudah maafin dia it's okay.  Tapi inget satu hal, stop blaming yourself. That is not your fault dear. Setidaknya maafkan diri kamu sendiri jangan di hukum terus. Bagaimanapun juga tubuh ini yg udah bikin kamu sampai ke titik ini."

Adnan menghirup udara sejenak lalu di hembuskan secara perlahan. "Self healing yg baik dan jangka panjang itu bukan menyibukkan diri sampai lupa waktu. Itu cuman bersifat sementara. Tapi Kalau kamu mau berdamai sama masa lalu, anggap mereka remahan kecil yg ngga harus kamu ambil. Cukup biarin aja biar angin yg bawa pergi remahan itu, beban yg memberatkan kamu akan hilang."

Adel masih diam menatap papa nya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Inget kamu punya papa yang ganteng ini, terus punya mama yang cerewetnya ngalahin  tukang baju yg lagi obral di pasar. Terus ada Bang Ravi juga abang yang ganteng kaya papanya."

Adel tidak bisa menahan tawanya, dia tertawa walaupun suara nya sedikit gemetar karena menahan tangis. Dadanya yang sesak menjadi sedikit ringan, Thanks god you give me the best parent in this world. Diam seperti beberapa hari kemarin mungkin cara yg salah, Adel terlalu membiarkan trauma nya mengontrol penuh diri nya. Ia tidak sadar masih memiliki keluarga yg sayang pada nya. 

"Coba ulang ketawanya, papa kangen suara tawa kamu."

"Stop it, pah." Adel kembali tertawa kali ini mengeluarkan suara yang begitu Adnan rindu.

"Adu du gakuat papa gakuat silau banget liat anak papa yang cantik ini senyum lagi."

Adel langsung berhambur ke dalam pelukan Adnan. Dia tersenyum senang, karena kata-kata papa sudah membuat dirinya bangkit kembali. He's my handsome hero you know that readers?

"Terimakasih, pah. I'm sorry, i'm really really sorry. Adel udah bikin kalian khawatir. But truly this is so hurt pah, aku gatau berapa lama lagi harus bisa ngelupain kejadian itu. I feel so.." Jeda Adel sejenak sebelum kembali melanjutkan. "disgusting."

"Eits tadi papa bilang apa? Stop blaming your self. Kamu sangat berharga bagi kami. Jadi jangan pernah menganggap diri kamu disgusting lagi oke? You are my beautiful daughter how can you speak yourself its so disgusting?"

Hi! My Cold CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang