Part 47

59 2 0
                                    

Maaf, harusnya kemarin up tp aku lupa-_-

___

"Yon, kantin yuk!"

"Wah udah mulai perhatian sama calmi nih! Udah ada benih-benih cinta ya caltri?"

"Gue timpuk juga tu mulut kalo gak bener omongannya!"

Deon terkekeh melihat ekspresi Mila yang menggemaskan menurutnya. Gadis itu mampu membuat hatinya berbunga-bunga. Namun sifat galaknya tidak pernah pudar untuknya.

"Yaudah, ayo." Deon menggenggam jemari Mila. Seakan ada aliran listrik membuat tubuh Deon tersengat. Deon tersenyum tipis ternyata badannya peka terhadap gadis menggemaskannya itu.

Deon begitu kuat menggenggam tangan gadis itu hingga tak bisa melepaskannya. Dengan perasaan kesal, Mila terpaksa menurut karena tidak ada rasa sedikitpun sakit di pergelangan tangannya.

"Ih lepasin! Udah-udah sana cepet pesan makan! Udah laper nih!" Dengan kasar Mila menyentakkan begitu saja lalu mendorongnya. Tidak peduli Deon yang merasa kesal kepadanya.

Tak berselang lama Deon datang membawa sebuah nampan. Dengan cekatan Mila mengambil bagian miliknya lalu melahapnya tanpa sisa. Setelahnya gadis itu bersendawa. Mila meringis pelan. Semua menatapnya dengan cengo. Memalukan!

"Jorok banget sih!" komentar Deon. Keduanya telah menjadi sorotan. Itupun karena ulah Mila. Tidak ada sopan-sopannya sama sekali. Lihatlah di area bibirnya pun masih ada kuah yang tersisa.

"Ya sorry! Kelepasan. Abisnya enak banget, mantap nih!" Mila menutup wajahnya separuh. Berharap jika malunya akan berkurang.

"Lo... udah tahu penyebab Aldo dikeluarin gara-gara Lia?" Deon berdehem.

"Kapan?"

Mila sudah tidak sabar untuk memecahkan masalahnya. Melihat Deon yang masih asik menikmati baksonya itu membuatnya geram, padahal itu kunyahan terakhir.

"Udah lama."

"Kok gue nggak tahu? Berarti udah kesebar dong ke seluruh murid?"

"Ya, seperti yang lo dengar sekarang. Semua orang sedang membicarakannya, apalagi sekarang Lia udah nggak disini, mereka semakin leluasa untuk membicarakan keburukannya."

Mila mempertajam pendengarannya. Memang benar, orang-orang disekelilingnya sedang membicarakan Lia. Sekarang dirinya sudah tidak punya hak untuk membela Lia. Sekarang statusnya mungkin sudah mantan sahabat, ah mungkin malah tidak pernah menganggapkan ada. Lagi pula, mengingat fitnah yang Lia berikan padanya, sangat melukai hatinya.

°°°

"Tadi gue lihat pemilik sekolah ini datang. Mukanya nggak seramah biasanya, guru aja nggak berani untuk sekedar menyapanya." ujar Nana.

Mila yang kebetulan lewat dengan Deon pun sengaja memelankan langkahnya untuk mendengarkan kelanjutannya.

"Iya bener, gue tadi dengar guru-guru pada panik gitu, yang awalnya mau ke kantin aja langsung puter balik kembali ke ruang guru. Kira-kira ada apa ya?" tambah Caca.

Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Ini kali pertamanya pemilik sekolah menujukkan raut wajah yang tidak bersahabat. 

"Udah yuk masuk, bentar lagi ada presentasi."

Mila berhenti dan menghadap Deon. Ia juga penasaran mengenai pemilik sekolah yang datang. "Yon, ke ruang guru yuk!"

"Ngapain? Mau kena semprot pemilik sekolah?" Deon bergidik ngeri. Mendengar dua gadis tadi yang berbincang-bincang sudah membangunkan bulu kuduknya. Sepertinya memang benar-benar menyeramkan.

"Dasar cupu! Kalo nggak mau ya udah, gue sendiri aja!"

Bukannya tidak peduli dengan Mila, dirinya hanya malas untuk berjalan kaki. Apalagi dalam rangka menyelidiki pemilik sekolah itu, sebenarnya menarik sih, tapi kakinya tidak memungkinkan untuk berjalan lebih jauh lagi, seharusnya kemarin kakinya udah sembuh karena habis jatuh dari motonya, tapi karena dirinya lari-larian dengan Ando kakinya kumat lagi.

°°°

Di depan ruang guru, tidak ada suara sedikitpun. Yang berati di dalam tidak ada pembicaraan yang serius, ini sudah ke tiga kali ia lewat. Hasilnya tetap sama. Namun tidak ada guru yang keluar masuk untuk mengisi pelajaran di kelas.

"Benar-benar aneh."

"Apa yang aneh?"

Suara itu, suara yang sangat menggemparkan seluruh cewek-cewek. Tidak ada satupun yang tidak mengenali suara itu. Namun sekarang situasinya berbeda. Dirinya telah tertangkap basah.

Dengan perasaan yang tidak karuan, Mila membalikkan badannya mencari suara yang telah menciduknya. Jantungnya berdetak lebih cepat, apalagi aroma wangi menguar di indera penciumannya, kegugupannya bertambah.

"Selamat siang pak." Tangannya terulur meminta berjabat tangan. Namun sekarang dirinya baru sadar. Bukan hanya pak Teguh yang sedang menciduknya namun bersama pemilik sekolah apalagi tepat di depan ruang guru. Sesegera mungkin, dirinya berjabat tangan dengan pemilik sekolah-pak Anton.

°°°

Hari ini Aldo tidak berangkat ke sekolah karena semua murid diperkenankan belajar di rumah. Menurut yang Aldo dengar dari temannya, sekolahnya akan menjadi tempat lomba olimpiade.

Rencananya siang nanti dirinya akan menjemput Lia sekalian berkunjung. Namun saat dirinya mencoba menghubungi Lia, yang di dapat hanyalah suara operator yang memberi tahu bahwa ponsel Lia tidak aktif. Saat beralih menghubungi bibi, panggilannya tidak diangkat.

Rasa kangennya ini sudah berada di puncak, tapi melihat tidak ada satupun yang merespon panggilannya membuatnya kesal begitu saja. Segera ia sambar kunci mobil dan berlalu begitu saja. Ia melupakan rencananya untuk menjemput Lia, sekarang ia akan pergi ke rumah gadis itu dan memberikan kejutan.

Jalanan yang lumayan senggang sangat mendukung Aldo tiba dengan segera di rumah gadis itu.

Aldo mengambil ponselnya yang berbunyi dan mengurungkan niatnya untuk membuka pagar rumah Lia.

"Iya kek, ada apa?"

Dengan serius, Aldo mendengarkan sepatah dua patah kata yang diucapkan kakeknya di ponselnya. Setelah dirasa ia paham maksud kakenya pun segera mengakhiri panggilan itu.

"Siap kek, segera berangkat!"

°°°

Gimana rasanya baca udah sejauh ini?

Nulis part ini serasa lama banget, bingung mau nulis kaya gimana, tapi alhamdulillah selesai❤

Bintangnya jangan lupa🌟

Tetap tunggu part selanjutnya!

Aprilia (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang