Teruntuk Oppa-ku yang hari ini berulang tahun,
Aku menulis ini di tahun keempat sejak kepergianmu yang terlalu mendadak. Seseorang yang kini memiliki peran penting di hidupku berpendapat bahwa mungkin menulis surat untukmu dan meletakkannya di samping guci abumu adalah ide yang bagus. Seseorang itu juga menyuruhku untuk menuliskan apapun yang kuinginkan, semua yang perlu kukatakan padamu tapi dulu aku tidak mendapatkan kesempatan berharga itu. Tapi bahkan, di surat yang mungkin akan jadi sangat panjang ini aku tidak dapat sepenuhnya mengatakan segala hal karena rasanya sulit saja.
Oppa, kini aku berumur 24 tahun dan entah kenapa aku merasa lebih tua dari yang seharusnya. Tahun-tahun yang mengiringi kepergianmu sungguh melelahkan. Aku selalu memikirkanmu, tetapi jika aku tidak, aku merasa bersalah. Aku selalu menyempatkan diri untuk melihat fotomu setiap hari karena aku takut aku akan lupa bagaimana wajahmu. Aku juga takut jika kau berpikir aku telah melupakanmu sepenuhnya atau bahkan sudah tidak peduli lagi. Nyatanya hingga saat inipun aku masih sangat peduli padamu. Kau sudah seperti kakak lelaki yang tidak pernah aku punya.
Dan aku sangat, sangat, sangat merindukanmu, Oppa.
Kadang, aku tidak dapat menahan diriku sendiri yang selalu membayangkan semua hal yang terjadi sebelum kau meninggal, tentang kenangan kita. Aku menyesal karena tidak melihat bahwa kau tidak pernah memiliki kedamaian ketika kau hidup, jadi aku berharap kau memilikinya sekarang. Aku juga merasa bersalah ketika aku marah padamu. Marah karena kau membuatku merasakan hal yang kau rasakan. Marah terhadap hidupku yang berubah drastis sejak kau meninggal. Marah padamu yang memilih pergi tanpa memberiku kesempatan untuk menolongmu. Aku marah pada banyak hal, tapi yang jelas, itu semua bukan salahmu.
Dan Oppa, aneh bukan, saat hal-hal di sekitar kita berubah tanpa kita sadari? Seseorang terbangun di pagi hari tanpa tahu apa yang akan terjadi bahkan satu detik setelahnya. Sejak kau pergi, aku selalu berpikir bahwa aku akan terus tenggelam dalam penyesalan, tapi ternyata kini aku mulai menikmati hidup kembali. Sesuatu, aku tidak tahu harus menamainya apa, berubah setelah aku berbicara dengan Sehun Oppa. Dia mengatakan hal-hal klise seperti yang sering dikatakan terapisku maupun orang lain, tapi entah kenapa, aku mulai menemukan kebenaran dari kata-katanya. Mungkin itu dikarenakan dia adalah orang yang sangat dekat dengamu, tapi itu tidak terlalu penting karena dia telah menarikku dari ruang hitam yang selama ini menjadi tempatku bernaung. Aku mencoba untuk berdamai dengan Joohyun Unnie, tapi yang pasti, aku belajar untuk berdamai dengan diriku sendiri dulu. Aku tidak menampik bahwa perasaan menyesakkan itu masih sering datang, tapi aku masih berusaha, Oppa. Kau selalu bilang bahwa semua butuh proses, bukan?
Maafkan aku, Oppa, karena terus-menerus membahas topik yang sama. Aku harap kau tidak bosan, tapi percayalah, sejak hari di mana aku mendengar kabar buruk tentangmu itu, aku telah kehilangan sebagian besar dari diriku sendiri. Bahkan, setelah empat tahun berlalu, aku masih belum sepenuhnya mendapatkan diriku yang lama kembali karena kau sudah membawanya pergi-tetapi aku sadar, aku tidak kehilangan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Ashes || Kim Yerim
Fanfiction[SELESAI] ❝Yeri never expected Junmyeon to kill himself. Yet she supposes she should have.❞ The aftermath of The Guardian (written in Bahasa Indonesia) Ashes © Jeybenedict, 2020