KEPINGAN HATI ~ SATU

35 2 0
                                    

Area wajib vote dan comment!

🍁🍁🍁

Lagu nasyid yang menentramkan hati mengalun dari sebuah rumah dinas yang tampak asri karena tanaman hias di halamannya. Rima-anak gadis dari penghuni rumah itu sedang sibuk dengan tanaman hias milik bundanya. Hari ini dia ada jadwal kuliah siang, tepatnya jam 10.30.

"Mbak, dipanggil sama bunda tuh. Suruh sarapan." panggil seorang gadis berseragam SMA dari dalam rumah.

"Iya Ra, bentar."

Setelah selesai Rima masuk ke dalam rumah. Dimeja makan, ada adiknya, Naura, dan sang ayah yang sudah siap berangkat dinas dengan PDL nya. Walaupun usianya sudah menginjak 49 tahun, ayah masih tampak gagah dalam balutan PDL TNI. Satu yang paling disukai oleh Rima sejak kecil adalah ketika melihat sang ayah mengenakan seragam PDU lengkap dengan brevet yang dimiliki ayahnya. Menurut Rima, ayah akan tampak 10 kali lebih gagah saat mengenakan seragam itu.

"Sarapan mbak!" ajak ayahnya saat melihat Rima berjalan ke arah wastafel.

Rima mengangguk singkat, "Iya yah, duluan aja."

"Ada kuliah hari ini mbak?" tanya bunda yang sedang sibuk membuatkan teh hangat untuk Naura dan ayah.

Rima mengangguk, "Ada bun, jam setengah sebelas ntar."

"Kok nanggung gitu? Kenapa nggak sekalian habis dhuhur?"

"Enggak tau yah, biasa dosen yang ini mah emang suka gitu. Ini mah mending jam setengah sebelas, biasanya mah dia ngomong ada kuliah pagi, sekitar jam setengah 8 taunya malah masuk jam 10 an." kata Rima lalu duduk di sebelah Naura.

"Untung mbak kebal ya?" Naura ikut angkat suara.

"Hmm, iya, kalo nggak udah mbak begal tuh orang!" sungut Rima.

"Huss, nggak boleh anak gadis bilang gitu! Anak gadis itu kalo ngomong dijaga mbak!" tegur bunda sambil meletakkan gelas berisi teh hangat di hadapan ayah dan Naura.

Rima nyengir, "Iya bun, maaf!". Rima menoleh ke arah Naura, dia memandang Naura dari atas sampai ke bawah dan kembali lagi ke atas. "Dek? Kamu masih masuk? Kan udah selesai UN nya?"

"Adek ngembaliin buku mbak, ntar kalo udah selesai juga langsung pulang." jawab Naura. Sedangkan Rima hanya ber oh ria.

Bunda lalu menarik sebuah kursi plastik dan duduk disebelah Rima. "Mbak?", Rima menoleh ketika bundanya memanggil. "Ntar kalo kamu pulang kuliahnya kemaleman, nginep di rumah tante Sari aja. Kalo pulang juga kejauhan kan? Bunda sama ayah takut ada apa-apa di jalan."

"Iya bun."

"Kamu kenapa nggak mau nge kost lagi mbak? Kan lebih dekat, daripada tiap hari harus bolak-balik Purwokerto - Cilacap." ayah ikut angkat suara.

Rima menggeleng kuat, "Nggak mau Yah, kost an yang dulu tuh angker. Mbak nggak berani lah."

Ayah meminum teh hangatnya, "Perasaan kamu orangnya berani, kok jadi penakut gitu sejak kuliah?"

"Ya pokoknya nakutin! Bikin ngeri lah!"

"Mas Sena itu waktu pendidikan juga sering dilihatin, tapi dia tetep aja berani, masa kamu kalah sih?" ujar bunda.

"Mas Sena kan emang lebih takut sama pelatihnya daripada lelembut. Kalo Rima sih nggak mau."

"Nih Mbak, kamu tau? Lelembut kayak gitu nggak akan berani ngeliatin orang yang berani. Makanya kamu harus berani dong!" ayah menasihati anak perempuannya itu.

"Iihh, kenapa harus bahas gituan sih? Malesin bangeettt!" protes Rima.

Ayah tertawa, beliau paham, anak perempuannya sekarang jadi penakut akibat kejadian 8 bulan lalu hingga membuatnya lebih memilih berangkat dari rumahnya daripada kost. "Iya deh, enggak bahas lagi."

KEPINGAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang