Bagian 2

262 18 2
                                    

Bunyi jeritan para murid sangat kencang, kala melihat di tengah lapangan ada pertempuran sengit. Sebenarnya, bukan sengit toh, sang lawan tidak kuasa melawan Orlando.

Orlando benci orang munafik, pembohong dan tentu saja pengkhianat. Baru-baru ini Orlando mendapati salah satu dari gengnya menjadi pengkhianat.

"Cepet bangun, berengsek!"

"D-Do—"

Dengan satu kali tendangan yang diberikan Orlando, sang lawan pun tumbang.

"Urus pengkhianat satu ini!" kata Orlando ke anak-anak Vogus yang melihat saja tanpa berniat membantu.

Mereka langsung menghampiri Rivan—si pengkhianat Vogus—dan salah satu dari mereka menepuk pipinya.

"Rivan-Rivan lo salah pilih lawan tanding," ucap Mike.

Mike langsung menarik kerah Rivan dibantu yang lain sambil menyeret Rivan ke gerbang sekolah. Anak Vogus langsung meletakkan Rivan begitu saja di depan gerbang SMA Senja Pelita.

"Lo orang paling goblok sejauh ini di banding Farrel ternyata," kata Raja.

"Maksud lo ngajak berantem, Ja?" balas Farrel yang dikatain goblok sama Raja.

Anak Vogus terkekeh mendengarnya. "Lo harus nyadar Rel, otak lo tuh kapasitasnya nggak sampe satu ram malah," timpal Mike.

"Sialan lo pada!"

Farrel menatap Rivan dan menendang. "Gegara lo nih, gue jadi ikut-ikutan."

Raja berjongkok dan berkata, "Selamat atas hadiah terakhir dari Vogus."

Lalu, mereka kembali masuk meninggalkan Rivan. Di balik semak-semak depan gerbang lelaki itu berdecak kesal. "Misi kita gagal lagi."

Hanya bicara itu, lelaki itu langsung keluar dari persembunyiannya dan merangkul Rivan. "Dasar Rivan goblok harusnya lo lebih hati-hati."

Siapa sangka kejadian barusan terjadi di tengah-tengah penutupan mos terakhir. Banyak junior khususnya perempuan yang gemetar ketakutan melihat kejadian barusan.

Mike dengan cepat kembali ke tengah-tengah mereka dan mengambil toak dari tangan panitia osis.

"Selamat datang di SMA Senja Pelita. Perkenalkan kita semua anak Vogus dan peraturan pertama jangan pernah nyentuh anak Vogus, kalau kalian nggak mau berakhir seperti anak tadi. Dan ... ah, jangan pernah sekali pun cari masalah sama Orlando atau dia bakal mempersiapkan neraka buat kalian. Sekian." Setelah mengucapkan itu Mike dan yang lain menyusul Orlando yang di yakini mereka sedang berada di kantin.

Setelah peringatan itu, masing-masing dari mereka berjanji tidak akan pernah mencari masalah dengan Vogus.

Saat semua ketakutan dengan ultimatum barusan hanya Genara yang bersikap tidak ambil pusing.

"Ra, serius muka lo sesantai itu?" tanya Vita.

Genara memutar bola matanya malas. "Hidup gue udah terlalu rumit buat ngurusin yang kayak gitu."

Vita meremas tangannya merasa kasihan pada satu-satunya sahabat sejak mereka sekolah dasar. Genara merasa pergerakan tidak nyaman dari sahabatnya membuatnya menoleh.

"Gue baik-baik aja, oke?"

Vita tersenyum dan berkata, "Bokap dan Nyokap lo udah ngirim uang bulanan?"

Genara menunjukkan giginya di depan Vita. "Belom."

"Mau gue anterin makanan buat nanti malem?"

Mata Genara berbinar. "Sumpah? Vita lo terbaik asli."

"ITU YANG RIBUT KELUAR DARI BARISAN LARI LIMA KALI KELILING LAPANGAN!" teriak panitia yang terarah pada Vita dan Genaran.

Vita tersenyum sambil menyubit perut Genara. "Bagus gara-gara lo kita dihukum, abis ini lo pijitin kaki gue."

Genara hanya tersenyum dan melakukan hukumannya. Cuma Vita satu-satunya orang yang selalu bisa diandalkan oleh dirinya.

Vita Monalisa, teman Genara sejak sekolah dasar. Sejak dulu mereka merasa satu frekuensi makanya ngerasa nyambung dalam hal apa pun. Vita yang menemani keterpurukkan Genara saat kedua orang tuanya bercerai dan memilih kehidupan masing-masing dan meninggalkan Genara di apartemen Di bilangan Jakarta Barat. Menurut Genara terlalu besar untuk ditinggali sendiri.

***

Mobil Vita turun di depan lobi apartemen Genara.

"Nanti malem sopir gue yang bakal anterin makan malemnya."

Genara hanya mengacungkan jempolnya dan berjalan ke dalam. Dengan langkah gontai Genara memasuki lift dan menekan tombol 35 lantai kamarnya.

Apartemen yang di belikan oleh kedua orang tuanya memang masuk ke tipe penthouse presidential suite. Karena memang di kamar apartemennya terdapat private pool.

Genara sampai di kamarnya dan menatap nanar kekosongan apartemennya. Dia memejamkan matanya, terlalu mewah untuk sendiri, padahal yang Genara butuhkan kehadiran kedua orang tuanya.

Dengan cepat Genara mengganti seragamnya dengan swimsuit ada artinya juga orang tuanya membelikan apartemen dengan private pool. Memang tidak begitu besar, tapi cukup untuk dirinya sendiri.

Genara terus berenang bolak-balik dan akhirnya berhenti di pinggir kolam yang langsung menghadap pada pemandangan gedung-gedung Ibu Kota.

"Seandainya aja, Mah, Pah, kita bareng nggak mungkin aku selalu ngerasain kekosongan ini."








Semoga kalian sukaa💜

Start AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang