Prolog

166 15 7
                                    

"Saya Xi Luhan, menerima Oh Sehun sebagai suami saya, saya berjanji akan menjaganya, mencintainya, dan menjadi istri hormat kepadanya hingga maut memisahkan." Seorang wanita bermata rusa menarik nafasnya dalam sedetik setelah menyelesaikan janjinya di hadapan Tuhan-nya. Ia meraih jemari sang suami dan memasangkan cincin pernikahannya di jari manis suaminya.

Berat rasanya untuk berucap demikian terlebih ketika ia tahu bahwa pernikahan ini didasarkan oleh perjodohan belaka. Ia dan suaminya ini baru bertemu dua kali saja dan suaminya ini begitu dingin padanya. Namun ia telah bertekad akan menyerahkan seluruh hatinya pada suaminya. Dengan begitu, mimpinya yakni memiliki rumah tangga yang harmonis akan terwujud bukan? Melihat suaminya yang mempersiapkan pernikahan ini sedemikian rupa mengikuti kemauannya membuatnya berharap bahwa suaminya juga menyerahkan hati padanya.

"Saya Oh Sehun, menerima Xi Luhan sebagai istri saya, saya berjanji akan menjaganya, mencintainya, dan menjadi suami yang menghargainya hingga maut memisahkan." Laki-laki berwajah dingin tersebut sedikit memaksakan senyumnya karena begitu banyak orang yang hadir untuk menjadi saksi pernikahannya, kemudian memasangkan cincin pernikahannya di jari manis istrinya.

Sejujurnya, ia benci untuk mengucapkan ini. Terlebih ia tahu bahwa ia telah berjanji pada Tuhan-nya untuk menjadi suami dari wanita yang dinikahinya ini hingga maut memisahkan. Akan mudah bila wanita tersebut adalah wanita yang dicintainya, namun wanita tersebut hanyalah wanita yang dijodohkan dengannya. Iris matanya menangkap sosok wanita yang menggigit bibir bawahnya dengan tatapan sendu di bagian depan aula gereja, wanita yang sejujurnya mengisi penuh hatinya. Ia bingung. Ini adalah janjinya di hadapan Tuhan dan ia tidak mau bermain-main, namun hatinya mendekap erat wanita lain yang bukan istrinya.

"Sekarang kalian telah resmi menjadi sepasang suami-istri." Tentu saja saat proses kecupan dilakukan, laki-laki itu melirik ke arah wanita lain, bukan istrinya yang telah menutup matanya dengan pipi memerah.

Riuh tepuk tangan dan sorakan terdengar memenuhi aula gereja, ikut merayakan persatuan dua insan yang –kata mereka- begitu serasi.

***

Di sisi lain, seorang wanita dengan dress bewarna pastel yang membalut tubuhnya mencoba menahan tangisannya. Tidak ada wanita yang tidak terpukul melihat laki-laki yang begitu dicintainya dan mengisi hatinya selama bertahun-tahun malah melangkah ke pelaminan dengan wanita lain. Dan ia baru diberi tahu dua hari sebelum pemberkatan.

Saat ini laki-lakinya telah melangkah keluar aula dengan istri sah-nya, tanpa meliriknya sedikitpun. Satu per satu orang yang tadinya memenuhi aula pun telah meninggalkan ruangan. Ia pikir laki-lakinya akan memperjuangkannya, namun disinilah ia berdiri, menjadi salah satu saksi persatuan laki-lakinya dengan wanita lain. Ia akui wanita itu memang cantik, tidak perlu berusaha keras sepertinya yang merupakan model, wanita yang dinikahi laki-lakinya bahkan cantik tanpa usaha berlebih. Namun, bukankah ia yang lebih berhak untuk ada di altar? Berdiri disana dan mengucapkan janji suci pernikahan dengan laki-lakinya?

"Serin." Ia menoleh mendapati wanita paruh baya dengan senyuman teduhnya menatapnya miris.

"Mami?" Ia menjawab wanita paruh baya itu, mencoba memaksakan senyumnya sebelum ia akhirnya ditarik ke dalam pelukan hangat wanita yang seharusnya menjadi mertuanya itu.

"Maafkan mami, nak. Mami tidak bisa apa-apa. Mami sudah mencoba membujuk papimu, tapi kesepakatannya dengan Tuan Xi tidak membuahkan hasil yang baik. Jika papi menolaknya, perusahaan kami akan hancur." Wanita yang dipanggil Serin itu tak mampu lagi membendung air matanya, membiarkan air matanya membentuk aliran kecil membasahi wajahnya. Ia menangis di pelukan ibunda kekasihnya yang kini telah menjadi ibu mertua bagi wanita lain.

"Tapi mi, apa salah Serin?" Ia melepas pelan pelukannya, bertanya dengan suara paraunya.

"Serin tidak salah, sayang. Serin maafkan mami, ya? Maafkan papi dan Sehun juga. Serin tahu kan bahwa kami juga menyayangi Serin? Kami juga tahu Serin menyayangi kami. Papi bilang, Serin harus kuat. Papi minta maaf sama Serin, papi ngerasa nggak pantas untuk bertemu Serin saat ini. Kami benar-benar minta maaf sama Serin. Tapi Serin, Luhan wanita yang baik. Kami yakin Luhan akan sanggup membuat Sehun bahagia. Serin mau kan lihat Sehun bahagia? Tolong ikhlasin Sehun dengan Luhan ya?" Serin menatap nanar pada Zhang Yixing, wanita paruh baya tersebut. Air matanya mengalir semakin deras, pasokan oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya seakan tidak lagi cukup, membuat dadanya merasakan kesesakan.

LabyrinthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang