Chapter One

72 11 2
                                    

Sehun memejamkan matanya, membiarkan tubuhnya tersentuh air hangat di dalam bath tub. Penat yang selama ini ia rasakan saat bekerja tidak separah hari ini. Memaksakan senyumnya di hadapan banyak orang dan istrinya, mencoba menghalau segala kekhawatirannya akan kekasihnya yang tidak menghadiri resepsinya. Seharusnya ia mengerti. Wanita mana yang akan rela melihat kekasihnya berada di pelaminan dengan wanita lain? Namun bukankah kekasihnya bahkan menghadiri pemberkatannya?

Ia mencoba mengingat perkataan wanita yang ia kenali sebagai sahabat dekat kekasihnya, "Sehun. Selamat untuk pernikahanmu. Serin menitip salam dan maaf karena tidak bisa menghadiri acaramu. Jongin sedang bersama Serin saat ini, ia juga minta maaf karena tidak bisa hadir. Semoga kau berbahagia dengan pernikahan ini.".

Wanita itu terlihat lembut namun tatapannya begitu menusuk. Ia tahu, ia memang laki-laki paling bajingan bagi kekasihnya, tentu sahabat kekasihnya tersebut marah padanya. Memikirkan Serin membuat kepalanya semakin berdenyut. Ia memutuskan untuk segera mengakhiri acara berendamnya. Jongin, wanita itu bilang Jongin sedang bersama Serin. Setidaknya ia lega karena kekasihnya sedang bersama sahabatnya. Tentu Jongin yang juga sahabat Serin akan menjaga Serin. Ia harus menanyakan kabar Serin kepada Jongin.

Ia menguras air dalam bath tub dan segera mengeringkan tubuhnya sebelum berjalan keluar dari kamar mandi. Begitu menginjakan kaki keluar dari kamar mandi, ia menangkap wanita yang kini telah sah menjadi istrinya terduduk di tempat tidur mereka dan menyambutnya dengan senyuman.

"Kau mau minum teh? Hari ini pasti melelahkan untukmu." Luhan bertanya dengan nada lembutnya.

Sejujurnya hatinya marah karena menjadi pria bajingan tidak pernah ada di daftar keinginannya. Sedingin apapun dia, dia tidak pernah mau memainkan perasaan wanita. Namun karena ini juga ia merasa sangat bajingan. Baik pada Luhan maupun Serin. Ia seperti memainkan perasaan mereka berdua. Ia hanya terlalu mencintai Serin namun semuanya ini mengharuskannya menikahi Luhan.

"Kau buatkan dulu aku secangkir teh jika tidak keberatan. Kemudian ada sesuatu yang harus aku katakan padamu." Balas Sehun mencoba tersenyum lembut pada istrinya.

"Baiklah, tunggu sebentar." Begitu Luhan melangkahkan kaki keluar kamar, Sehun meraih telepon genggamnya dan mulai menghubungi Jongin.

Nada sambung terus terdengar di telinganya untuk waktu yang cukup lama membuat ia semakin mengkhawatirkan Serin.

"Sebenarnya kemana Jongin membawa Serin? Mengapa ia tidak menjawab teleponku." Desah Sehun frustasi dengan suara kecilnya.

"Hallo." Begitu suara Jongin terdengar dari seberang teleponnya, ia segera menjawab cepat.

"Jongin. Kau dimana? Dimana Serin?"

"Ia aman bersamaku. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Pikirkan saja istrimu. Kau tidak ada hubungan lagi dengan Serin." Balas Jongin mencoba terdengar santai namun malah terdengar semakin tajam.

"Apa maksudmu? Mengapa kau ikut memojokkanku? Aku sudah bilang bahwa aku dijodohkan." Sehun mencoba menahan amarahnya, kekhawatirannya akan Serin semakin membuatnya kalut namun Jongin malah membalasnya tidak jelas seperti ini.

"Dijodohkan atau bukan, kini kau sudah mempunyai istri. Kau sudah menikah. Kau dan Serin tidak punya hubungan lagi." Jongin semakin terdengar tajam dengan kalimatnya.

"Siapa kau untuk menentukan hubungan kami? Kau memang sahabat kami, tetapi kami lah yang berhak menentukan jalan hubungan kami. Bukan kau! Bahkan sampai saat ini tidak ada kata putus yang terucap di antara kami. Jadi ia masih kekasihku! Katakan saja padaku dimana Serin saat ini!" Kali ini emosi telah menguasai Sehun. Persahabatannya dengan Jongin seolah sudah tidak ada lagi di memorinya.

LabyrinthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang