2

72 8 0
                                    

"Mbak, berapa kali sih aku harus ngomong ke mbak, istri sam itu jangan dimanjakan terus, ngelunjak lama-lama" Ucap Sarah sembari meletakkan gelas berisi teh hangat yang baru saja ia sesap.

"Mbak nggak manjain Izly, Anak mbak itu kondisinya lagi nggak baik, Rah"

"Anak mbak itu Sam bukan dia!"

"Sarah, Sarah ... Lucu mbak sama kamu, Izly itu sudah menikah dengan Sam, otomatis dia juga anak embak, selaku orang tuanya sudah menjadi kewajiban embak untuk selalu peduli dengan mereka, lagi pula Izly anaknya baik,"

"Kamunya aja yang selalu negatif thinking sama Izly" Lanjut Mami Hilda.

"Andai dulu embak setuju jodohin Sam sama Adel"

"Rah, mbak nggak mau paksain apa maunya anak-anak, dari Bian ataupun Sam, terserah mereka aja, mereka yang mau jalani, mbak bebasin mereka mau menikah dengan siapa saja, sekiranya itu baik buat mereka, kenapa harus dilarang"

"Baiknya Izly dimana mbak? Keluarganya bermasalah gitu, gak jelas"

"Sudalah Rah, pusing mbak ngomong sama kamu, mbak cuma minta, berhenti paksa Sam ceraikan istrinya, mbak nggak suka kamu ikut campur kedalam urusan mereka"

"Lagi pula pernikahan itu nggak sesimpel yang kamu kira, biar Sam belajar dari masalahnya ini, mungkin dengan ini, dia bisa belajar memahami arti kedewasaan. tolonglah jangan kamu bebani mereka dengan spekulasi kamu itu, mereka juga berhak bahagia Rah," Mami Hilda segera beranjak dari duduknya meninggalkan Sarah yang sedang mengomel tidak jelas.

Sarah kesal dengan kakaknya yang tidak pernah peduli dengan keinginannya. Terlebih lagi Mami Hilda Selalu saja membela menantu kampungnya itu. Padahal sudah jelas, bagi Sarah hanya putrinya yang pantas bersanding dengan Sam.

"Bela saja terus, semakin sering mbak membela dia aku juga akan semakin gencar untuk jodohin mereka" Sarah tersenyum miring setelah berujar sendiri.

***

"Aduhhhh ... Patah ni patah pinggang gue, jadi hancur berkeping-keping" Ucap Deza sembari merebahkan tubuhnya dilantai. Dan kemudian disusul oleh Sam yang duduk diatas kursi.

"Capek juga ya Za, padahal cuma angkat barang sedikit"

"Capek dong bang, masalahnya nih kita angkat itu barang sambil ngendap-ngendap, emang gue kutuk tuh si Ramza dumdumpret"

Sam hanya meringis mendengar ocehan iparnya itu, bukan tersinggung atau apa, dia hanya kembali merasa kecewa dengan dirinya sendiri, yang tidak mampu melindungi istri dan anak-anak nya.

"Gue juga salah kali Za, gak bisa jagain kakak lo"

Mendengar ucapan Sam yang terdengar sendu, Deza lantas bangkit dari tidurnya dan menatap Sam dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.

"Lo gak salah kali bang, kalau masalah kematian anak-anak lo, gue rasa lo gak perlu nyalahin diri lo sendiri, itu memang udah takdir mereka, seharusnya lo bisa kuat, supaya kak Izly bisa pulih, gue yakin seratus persen lo bisa buat kak Izly yang dulu balik lagi"

"Makasih elo ada disamping gue Za, jadi sahabat gue malah"

"Aku setia sama kamu mas,"

"Najis gue" Kaget Sam saat Deza membelai lembut pipi Sam. Diikuti gelak tawa Deza yang tidak berhenti-henti. Baginya mengganggu Sam terkadang asik juga, apalagi melihat tatapan kesalnya, walaupun jujur saja Deza juga merindukan omelan dari kakaknya, merindukan tatapan kesal, jijik atau bahkan kata-kata pedasnya. Namun, kembali lagi pada kenyataan. Rindu dan kehilangan hanya sebatas itu saja. Sebab, Izly yang ia lihat saat ini sangatlah berbanding terbalik dengan Izly yang ia kenal.

(Bukan) Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang