Cerita ini tersedia di Fizzo, yuu dukung aku juga di aplikasi Fizzo
Pukul satu siang adalah waktu dimana terik matahari sedang panas-panasnya. Tenggorokan Sakra rasanya kering, ia beberapa kali meneguk ludah tergiur melihat anak sekolahan di berbagai tingkatan kelas membawa es krim bahkan minuman dingin menyegarkan.
Saat ini memang musim ujian, waktu dimana mereka bisa pulang lebih awal dari sekolah. Di sepanjang trotoar ramai di penuhi murid berbaju seragam sekolah, terkikik ria sekedar bersenda gurau dan berpegangan tangan dengan teman mereka memanglah hal yang menyenangkan.
"Kemarin gue dateng jenguk lo ke rumah sakit, tapi lo nya belum bangun," kata Dewala setelah melewati serangkaian obrolan disepanjang perjalanan mereka. Lelaki itu masih mengenakan pakaian seragam, dia baru saja meninggalkan sekolah.
"Kenapa lo harus repot-repot jemput gue?" di sepanjang trotoar Sakra mengayunkan kaki malas, mengucapkan kalimat saja begitu terdengar tak bersemangat. "Padahal gue bisa pulang sendirian!"
Dewala mendecih sebal, merebut ransel milik Sakra yang tergendong di sebelah bahunya. Dia cukup tak tega melihat Sakra lunglai hanya sekedar membawa ranselnya. "Yaelah, gini ya setidaknya gue udah berguna sebagai sahabat lo. Bilang makasih aja emang sesusah itu ya?"
"Oke makasih," balas Sakra yang malah terdengar enteng. "Gue nggak mau repotin siapapun. Lagipula di rumah sakit gue udah di terlantarkan, apa-apa sendirian, cih shibal!"
Untuk menyamakan langkah saja, Dewala harus berjalan gontai. Perjalanan mereka ditemani dengan suara bising kendaraan di jalanan raya, sangat tidak ramah untuk suasana siang bolong ini.
"Orang rumah nggak mungkin setega itu ninggalin lo yang lagi sakit. Bunda lo juga tadi ke rumah sakit buat bayar biaya administrasi."
"Aneh, kenapa gue sama sekali nggak liat Bunda di rumah sakit?" ucapan spontan Sakra itu membuat Dewala mengerutkan dahi heran. "Lo tau sendiri 'kan gimana sibuknya nyokap gue? nyempetin dateng ke rumah sakit aja nggak mungkin. Seperti biasa, kalo mau bayar biaya administrasi apapun dia bisa kirim lewat transfer." ucapan Sakra kali ini terdengar bertenaga.
"Nyokap lo bilang sama gue kalo dari tadi pagi dia ada di rumah sakit. Katanya hari ini ada kegiatan seminar di kampus dan nggak bisa nganter lo pulang ke rumah, makanya gue di suruh buat ngejemput lo."
Kesibukan Mita bukan hanya di sekolah, dia juga memiliki pekerjaan di kampus sebagai Professor yang mengampu mata kuliah bidang perancangan busana.
Mungkinkah sewaktu di taman itu Sakra benar-benar melihat Bundanya? namun ia tak sadar kehadiran Bunda semenjak tadi pagi karena sempat tertidur setelah meminum obat.
Penjelasan dari Dewala memang cukup meyakinkan. Bisa-bisanya Dewala blak-blakan di depan Sakra persoalan para guru yang bahkan terlihat lebih santai karena kepala sekolah hari ini tidak datang.
Tak kerasa setelah menghabiskan waktu berjalan kaki dari halte bus, akhirnya mereka sampai di rumah. Sakra langsung pergi ke dapur, mengambil sebotol air minum dalam kulkas lalu meneguknya seperti orang kesetanan.
"Seharusnya kita tadi pesen taksi, biar langsung di anterin sampe rumah." Dewala mengambil duduk di pantry, dia menatap cemas Sakra yang sepertinya amat kelelahan.
Arah ke rumah Sakra memang tak ada jalur untuk di lalui bus, sehingga dari halte pemberhentian bus mereka harus sedikit berjalan kaki sambil panas-panasan. Sebab itu, Dewala takut kondisi Sakra semakin parah, apalagi masih dalam tahap pemulihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muñeca : I'm Not a Doll
Teen FictionBanyak orang yang mengenal Sakra Mintaraga sebagai siswa nomer satu di sekolah, anak kesayangan guru, dan anak emasnya sekolah. Namun, sebenarnya dia hanyalah lelaki kesepian yang telah banyak kehilangan cinta. Suatu ketika Sakra di beri sebuah bon...