Muneca - 5

224 19 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen !

...

"Hey!"

"Sakra!"

"Bangun!"

Samar-samar Sakra mendengar bisikan lembut seseorang, tepukan di pipi membuat kesadarannya perlahan terkumpul. Pertama kali ketika kedua matanya terbuka, Sakra melihat sesosok manusia yang tengah berusaha membangunkannya, tetapi wajah orang itu tampak kabur.

Dengan linglung Sakra bangkit dari posisi berbaring, terduduk sambil meringis memegangi bagian kepalanya yang terasa nyeri. Matanya melebar terkejut karena terdapat bercak darah di telapak tangannya, ternyata itu berasal dari benjolan di kepala.

"Kepala kamu pusing nggak?" tanya orang itu tampak cemas. Sedangkan, Sakra menggeleng pelan sebagai jawabannya. Sakra tadi sepenuhnya tak sadar, bahkan ia tidak tahu sejak kapan Bundanya datang ke dalam kamar.

"Ayo pindah ke kasur!" Sakra langsung menuruti perintah itu. Ia beranjak berdiri di bantu oleh Mita sampai berpindah ke ranjang.

Mita melangkah lebar meninggalkan kamar Sakra untuk mengambil segelas air putih di dapur. Tak lama kemudian wanita itu datang lagi dan duduk di pinggir ranjang, membangunkan Sakra yang tengah memejamkan matanya.

"Cepat minum!" suruhnya tegas membantu Sakra beranjak agar bisa meneguk air.

Sakra kembali berbaring lemas, suhu tubuhnya terasa panas seolah dekat dengan kobaran api hingga keringat dingin membanjiri seluruh wajahnya. Nafas yang dihembuskan dalam penciumannya bahkan terasa berhawa hangat.

Gara-gara kejadian tadi Sakra cukup syok kuat dan seolah merangsang demam tingginya lagi, padahal di rumah sakit tadi ia sudah di perbolehkan pulang karena kondisinya sudah berangsur-angsur pulih. Secara berulang kali Mita menghembuskan nafas resah, akhir-akhir ini daya tahan tubuh Sakra lemah dan lebih sering pingsan.

"Kenapa tadi kamu teriak ngeliat Bunda?" tanya Mita yang lantas mengingatkan Sakra akan kejadiannya tadi.

Itu bukanlah mimpi, ia tak akan merasakannya secara nyata. Sosok perempuan berwajah sembab, lalu suara tangisan yang sempat ia dengar begitu sama-sama memiliki kaitannya.

"Aku tadi lihat hantu," jawab Sakra yang lebih memilih terus terang, ia tahu ini semua tidak di terima akal sehat dan Bundanya akan sulit mempercayainya.

"Kamu pikir Bunda hantu?" Mita menarik nafas dalam-dalam, lalu meletakkan gelas di nakas. "Apa Bunda se-menakutkan itu sampai kamu teriak lalu pingsan segala?"

Jika yang sebenarnya orang yang dilihat Sakra adalah Bunda, lantas kenapa sewaktu tadi ia sangat jelas melihat sosok wajah asing?

"Beneran, Bun. Tadi aku lihat hantu!" tegas Sakra berusaha meyakinkan.

Mita berdecak. "Udah jangan ngaco, nggak ada siapapun di kamar waktu Bunda nyamperin kamu di sini!"

"Ha, sejak kapan Bunda datang?"

"Waktu kamu panggil-panggil nama Bunda, Bibi atau Kak Mean. Bunda kira kamu perlu bantuan."

Tunggu, kenapa semuanya menjadi sangat membingungkan? Secara seksama, Sakra meneliti setiap inci wajah Bunda dalam pencahayaan remang yang dibantu lampu tidur.

"Apa Bunda tadi nangis?" tanyanya lagi berusaha memastikan.

"Maksud kamu nangis kenapa? Bunda baru datang, jangan melantur kamu!"

Tak ada kebohongan yang terdeteksi atau jejak kalau wanita itu sehabis menangis apalagi matanya sembab, melainkan yang ada hanya raut lelahnya begitu kentara.

Muñeca : I'm Not a Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang