Just Your Blood, Sweety

40 15 20
                                    

Hanya keheningan yang menemani perjalanan mereka selanjutnya. Dinginnya malam seakan membekukan topik percakapan. Ketika fajar hampir menyingsing, kedua pria di depannya tiba tiba berhenti. Luna mengernyitkan dahinya bingung. Ia ikut menghentikan langkahnya di depan petak tanah berumput yang lumayan luas. Ingin sekali ia melontarkan isi pikirannya. Namun diurungkannya niat untuk bertanya itu ketika Ten merapalkan mantra dengan ranting berukir ditangannya.

Pondasi sebuah bangunan mulai terlihat perlahan lahan. Disusul dengan bagian bagian diatasnya. Kini, sebuah pondok klasik berkesan mewah telah berdiri sempurna di depannya. Sang tuan rumah membuka pintu dan segera mempersilahkan tamunya masuk.

"Shui-Megui tangga dua belok kanan, Luna tangga dua belok kiri, cepat mandi dan kembali kesini segera."

Tak ada kata istirahat sebelum membersihkan diri di tempat ini kata Megui, rumah bergaya klasik nan mewah ciri pondok penyihir kenamaan. Interior di dalamnya sungguh memanjakan mata. Luna menapakkan kakinya beriringan dengan Megui menuju kamar yang telah ditunjuk untuk mereka. Matanya membelalak takjub, melihat interior kamarnya. Tak pernah terbayang olehnya, terlempar di dimensi lain dan akan tinggal di tempat seperti ini. Tapi ia sadar, dibalik kemewahan yang ia dapat sekarang, pasti ada kekejaman yang menunggunya. Ia membuka lemari pakaian di sampingnya, segera mengambil sepotong gaun yang menurutnya paling simpel dan cepat cepat masuk ke kamar mandi.

Dengan rambut setengah basah, ia keluar dan berdiri menghadap cermin. Menatap refleksinya dengan tatapan yang sedikit tak percaya. Warna rambutnya berubah menjadi keemasan dari yang sebelumnya hitam kelam. Luka luka di tubuhnya semuanya lenyap. Wajahnya juga terlihat lebih muda dan bersinar dari sebelumnya. Di bukannya kantong serut yang menggantung di gaunnya tadi. Perhiasan dan untaian pita satin menyembul keluar dari mulut kantong itu. Ia segera memakai satu stell perhiasan itu pada tempatnya. Cantik, gumamnya. Seumur hidup dia bahkan tak pernah sekalipun membayangkan bisa memakai perhiasan seperti ini. Diuntainya rambut emasnya membentuk kepangan simpel dan meletakkan jepit pita satin diatasnya.

Sekali lagi ia menatap dalam refleksinya sekali lagi. Kembali tak percaya apa yang cermin pantulkan. Ia bergidik ketika melihat pantulan dua pria yang tak dikenalnya tiba tiba berdiri di belakangnya. Ia segera membalikkan tubuhnya. Keduannya tampak tak bersahabat. Dengan wajah yang tak menampilkan ekspresi apa apa, salah seorangnya tiba tiba menarik lengannya. Disesetkannya pisau kecil tajam ke lengannya. Pita suaranya menyempit ketika suara melengking keluar dari mulutnya.

"Just your blood, sweety. Jangan berisik dan merepotkan."

Komentar salah seorangnya lagi. Luna segera mengatupkan mulut dan matanya rapat rapat. Menahan perih, dan takut pastinya. Ketika darah hendak menetes, salah satunya sudah menempatkan tabung kecil untuk menampungnya. Baik Ten maupun Megui dan Shui yang sudah dibawah tergopoh gopoh naik dan masuk ke dalam kamar Luna.

" Oh hei, tuan Balthasar dan Carnelian rupannya, seharusnya anda tidak masuk dengan cara seperti ini hehe, pintu masuk di depan terbuka lebar untuk anda berdua tentuny--"

"Stop, cukup tuan Charlotte, kami tau, tapi ini jalan terbaik."

Reaksi kedua pria yang konon bernama Balthasar dan Carnelian tadi tak sedikitpun menampakkan keramahan maupun kesopanan di depan tuan rumah. Luna hanya bisa diam tergidik ngeri melihatnya.

"Car, perlihatkan."

Salah satunya yang pasti bernama Balthasar itu memerintahkan rekannya untuk memperlihatkan entah apa. Dia sendirinya, meneteskan entah cairan apa ke luka Luna. Dan ajaibnya, luka itu segera mengatup. Mata Luna melonjak takjub, tapi ia segera memalingkan pandangannya ke pria bernama Carnelian itu segera setelah si Balthasar menyentak tangannya. Carnelian memindahkan tanaman pot yang ada di pinggir jendelanya ke tengah tengah mereka dan meneteskan sedikit darah Luna ke tanaman itu. Phataetic, tanaman yang semula hanya setinggi genggaman tangan telah membesar menjadi perdu yang tingginya kurang lebih dua meter, dan menghancurkan pot tembikarnya dengan akar yang membenam ke lantai. Buah buah hijau mengkilap yang nampak ranum muncul bersamaan dari ranting rantingnya.

The Red CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang