bab 5 : Final

212 29 46
                                    

Sebuah alarm di atas nakas melihat tuannya bagun, bahkan sebelum dia berbunyi.

Dengan terseyum Ichiro bangkit dari tempat tidurnya. Membuka jendela dan menatap langit biru dengan senyuman lebar.

“Ini semua akan berakhir.”

Pagi itu, Ichiro melakukan semuanya. Mulai dari memasak sarapan, mengepel lantai, membersihkan kantornya, bahkan menulis surat untuk Jiro dan saburo.

“Selamat pagi nii-chan. Pagi sekali nii-chan bangun.”

“Tentu saja cepat. Tidak sepertimu yang selalu kesiangan,” sela Saburo.

Jiro dan Saburo telah bangun dan duduk di kursi masing-masing untuk menikmati sarapan buatan Ichiro. Mereka sudah memulai pertengkaran kecil.

Tapi Ichiro tidak melerainya, melainkan menatapnya dengan perasaan bahagia, sambil meletakkan sarapan di meja.

Heran dengan kakak mereka, membuat Jiro dan Saburo berhenti bertengkar.

Nii-chan/Ichi-nii kalau senyum seperti itu seram,’ pikir mereka.

Mereka salah mengira sikap Ichiro sebagai cara baru dalam memarahi mereka.

“Loh kok berhenti? Lanjutkan saja. Nii-chan ngak bakal marah kok,” kata Ichiro sambil ternsenyum.

Mereka berdua menggeleng dengan keras. ‘Nii-chan/Ichi-nii seram!’

Selama sarapan Ichiro banyak bercerita kepada keduanya. Mulai dari kisah lama, cara mendapatkan harga diskon di mini market, sampai letak surat-surat berharga. Semuanya di jelaskan dengan sangat detail oleh Ichiro.

Saburo mulai merasa tidak enak. Seolah ada sesuatu yang akan dilakukan oleh Ichiro.

“Anu,” Saburo menyela saat Ichiro berbicara tentang kelemahan segerombolan berandalan yang biasa dia manfaatkan. “Kenapa Ichi-nii mengatakan sesuatu yang aneh di saat seperti ini?”

“Hah? Aneh dari mananya?” Jiro yang merespon.

Kadang Saburo ingin melelang kakaknya yang baka ini. Tapi dia harus sabar.

Ichiro tersenyum. “Tidak mengapakan? Nii-chan hanya ingin kalian tahu saja.”

Melihat senyum Ichiro bukannya membuat hati Saburo tenang, tapi semakin gelisah.

“Nii-”

Sebelum Saburo berbicara, Ichiro bangkit dan mengangkat piring kotor yang telah mereka pakai tadi.

“Kalian bersiap lah. Kita akan jalan-jalan untuk menghabiskah hari ini.”

“Yeei, jalan-jalan,” Jiro begitu riang menyambut rencana kakaknya, tidak dengan Saburo.

Seperti yang di katakan oleh Ichiro, mereka mengelilingi Ikebukuro. Banyak tempat yang mereka kunjungi.

Tapi Ichiro tidak bisa terus menikmatinya. Ada yang harus dia lakukan.

“Oh, sudah hampir waktunya,” katanya sambil melihat jam di ponselnya. “Ayo lewat sini.”

Mereka tiba di sebuah penyeberangan yang sepi. Saat itu lampu rambu lalu lintas telah berubah menjadi warna hijau, waktunya untuk menyerberang.

Saat Jiro dan Saburo di dengah jalan, sebuah mobil truk melaju kencang kearah mereka. Mereka tidak dapat menggerakkan kaki. Seolah ada paku yang menahan mereka untuk menghindar.

Maut telah siap mengambil nyawa mereka, tapi Ichiro tidak diam.

Dengan cepat dia menarik kedua adiknya dan membiarkan dirinya yang tertabrak truk.

sequel He : Take your happiness again! [Fin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang