2. Laki-Laki Aneh

24 5 4
                                    

Hehe. Mulmednya Brandon Salim dong. Gimana? Ganteng gak?

•••

Aku berjalan menaiki tangga, setelah berkeliling mencari letak kelasku di lantai dasar. Huft! Aku memang payah. Sekedar bertanya di mana letak kelas XI IPA 3 saja aku tidak berani. Bukan. Sepertinya aku berani. Hanya saja aku merasa kaku, ketika berbicara dengan orang yang tidak aku kenal. Walau hanya mengucapkan satu dua kalimat sekalipun. Pada akhirnya, aku memilih membuntuti dua siswa dengan badge kelas sebelas yang menempel di seragamnya. Semoga saja mereka sedang menuju koridor dimana kelas XI berada.

Aku masih berjalan menyusuri koridor lantai dua setelah dua siswa di depanku masuk ke kelas dengan mini board bertuliskan XI IPA 1 yang tergantung tepat di atas pintu. Selang satu kelas, aku berhenti. Lalu memastikan kalau ini adalah kelasku.

XI IPA 3

Begitu yang tertulis pada mini board. Aku memasuki kelas tersebut, lantas duduk di bangku paling depan, ke-dua dari pintu. Ini adalah posisi favoritku. Sedikit informasi. Sekolah ini menyediakan fasilitas AC setiap ruang kelas. Serta satu meja, untuk satu siswa. Berbeda dengan sekolah lamaku, yang menempatkan dua siswa dalam satu meja. Sepertinya aku akan betah di kelas baruku.

Saat ini baru beberapa siswa yang ada di kelas. Aku memilih menyibukkan diri dengan membaca novel sambil mendengarkan lagu dari folder favorit di ponselku menggunakan earphone. Mungkin sampai bel berbunyi.

Aku sedikit tersentak tatkala sebuah tangan mendarat di bahuku. Kulepas earphone yang terpasang di telingaku, lalu mendongak. Dahiku berkerut melihat beberapa siswa sedang berdiri di dekat mejaku, sambil menatapku dengan kagum.

Entah sejak kapan atmosfer kelas yang tadinya sunyi, berubah menjadi bising seperti di pasar. Ah! Pasti karena aku terlalu sibuk dengan musik, dan bacaanku sehingga tidak menyadari kapan manusia-manusia ini masuk ke kelas. Tapi yang jelas, aku tidak suka dengan kondisi seperti ini.

"Lo cewek yang tadi ribut sama Vita and the genk, kan?" tanya seorang perempuan dengan bandana di kepalanya.

Aku bergeming. Tak berniat menjawab pertanyaan perempuan itu.

"Lo nggak usah takut. Kita bukan mau buli elo, kok. Justru kita kagum sama lo. Lo itu orang ketiga yang berani nantangin Vita and the genk, loh!" tutur si perempuan berkaca mata.

"Apa mereka semenyeramkan itu, sampai hanya tiga orang yang berani dengan mereka?" tanyaku dalam hati.

"Tapi, kok ... baru tadi, gue liat muka, lo di sekolah ini?" kata perempuan berbandana lagi.

Aku benar-benar bersyukur ketika bel masuk berbunyi. Karena hal itu membuat siswa-siswa yang sedang mengerubungi mejaku, pergi ke tempat mereka masing-masing. Dan aku tidak perlu menjawab apapun pertanyaan mereka. Huh! Seperti ini lebih baik.

•••

Istirahat ke dua ini aku tidak pergi ke kantin. Ada tempat yang paling ingin aku datangi di sekolah ini. Pasti kalian sudah mengira sebelumnya, bukan? Memangnya apa lagi yang ingin aku datangi selain tempat dengan ratusan buku itu? Apalagi untuk model siswa yang tidak punya teman dan tidak suka kebisingan sepertiku.

Tapi naasnya, aku sama sekali tidak tahu dimana letak perpustakaan. Membuatku harus  berkeliling terlebih dahulu agar menemukannya. Tipikal orang yang suka merepotkan diri sendiri, memang. Tapi mau bagaimana lagi?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

After You ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang