°°°
“Tidak semua yang diharapkan bisa menjadi kenyataan.”°°°
Seorang guru memasuki kelas di mana dirinya akan menjadi walinya. Dari kejauhan, kelas tersebut terdengar sedikit ramai meski tidak seramai kelas lainnya. Langkah pelannya mulai memasuki bibir kelas.
“Assalamualaikum.”
Terdengar jawaban salam secara bersamaan dari dalam kelas.
Di tengah kekompakan menjawab salam, seorang cewek terus menepuk pundak temannya sekuat yang ia bisa, sampai membuat temannya terlonjak kaget dan langsung berdiri.
Menepuk dahi. Malu melihat tingkat temannya, cewek yang tadi berusaha menyadarkan lamunan temannya dengan memukul bagian pundak menelungkupkan wajah di atas lipatan tangan. Begitulah kalau asyik dengan dunia sendiri.
Dari tadi, dirinya dibuat lelah sendiri karena berusaha mencari tahu siapa yang membuat temannya terlena dalam lamunan.
“Kamu ngapain berdiri?”
“Hah?”
Bu Rosanti, guru tersebut menahan tawa karena tingkah satu muridnya yang tiba-tiba berdiri. Berbeda dengan guru tersebut, semua isi kelas sebelas IPA 3 tertawa sampai terbahak-bahak melihatnya.
“Kamu ngapain berdiri?” tanya Bu Rosanti sekali lagi.
“Ah, saya nggak tahu. Maaf, Bu.”
Siswi itu kembali duduk sambil menutup wajah. Malu sekali menjadi perhatian banyak orang tanpa alasan yang jelas.
Setelah mendudukkan diri, ia menatap orang di sampingnya dengan pandangan tak bersahabat.
Kalian perlu tahu, ini adalah hari pertamanya menjadi murid kelas sebelas dan sudah dibuat malu oleh teman sebangkunya sendiri.
Bagaimana jika kalian yang berada di posisi ini? Marah atau ah, sudahlah.
“Nama kamu siapa?” tanya Bu Rosanti ditujukan untuk siswi tadi.
“Fiandra, Bu.”
“Bukan! Namanya Jeje, Bu.” Laki-laki di kursi pojok kanan bersuara, membuat Bu Rosanti mengerutlan dahi.
Sebelum terjadi salah paham, cewek bernama Fiandra menyela ucapan Bu Rosanti yang baru akan berucap. “Panggilan saya Zee-zee, Bu, bukan Jeje.”
☕☕☕
Guru bernama Rosanti atau kerap kali dipanggil Bu Ros itu mulai menjelaskan tujuannya ke sini. Ia adalah wali kelas yang mana juga merangkap jadi guru pengajar. Namun, setelah tadi sempat melihat jadwal pelajaran ternyata dirinya tidak mengajar di kelas ini.
Setelah sesi perkenalan usai, kini Bu Rosanti membagi perangkat kelas yang dimulai dari pemilihan ketua kelas. Ia terlebih dulu meminta siapa yang mau dengan mengangkat tangan.
“Yang mau mencalonkan diri sebagai ketua kelas, silakan angkat tangan!”
Merasa penasaran, cewek yang duduk di kursi baris ketiga dari kanan menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang mau mengajukan diri. Namun, tidak ada satu pun yang mengacungkan tangan. Yang ada, teman-temannya saling menoleh ke kanan-kiri.
Ia sendiri tentu saja tidak mengacungkan tangan. Bisa-bisa, kelas ini akan amburadul jika ia yang menjadi ketua kelas.
“Ayo, angkat tangan! Jangan cuma lihat kanan-kiri,” pinta Bu Rosanti melihat anak muridnya tidak ada yang mengangkat tangan. Ia menatap heran seluruh penghuni kelas sebelas IPA 3. Tidakkah ada yang mau?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Sianida
Teen Fiction"Woi, kopi kesayangan gue mana?" Seruan itu membuat teman si pengucap langsung berlagak mencari apa yang dimaksud. "Kopi, mana, kopi?" Seru lainnya dengan muka menahan tawa. "Kopinya kan lagi jalan. Noh, orangnya!" Cewek yang asyik dengan minumann...