Kopi Sianida || 6

63 8 26
                                    

°°°
"Orang yang saling mengenal, entah baik atau tidak, terkadang memilih untuk berlagak saling tidak mengenal ketika bertemu di jalan atau pun duduk berdekatan. Di balik itu, pasti ada alasan kuat yang menjadi dasar."

°°°

"Abdi, Ibu titip kelas ini, ya," ujar Bu Ros dengan mata menatap seluruh kelas.

Sebelum itu, guru tersebut menginformasikan bahwa jam kelima sampai bel pulang tidak ada pembelajaraan dari guru karena ada rapat dadakan. Tidak ada tugas, tetapi wajib mengisi jam kosong dengan kegiatan lain atau mengerjakan tugas yang belum usai. Namun, tak lama setelah informasi tersebut menyebar, suara riuh di luar kelas saling bersahutan.

Abdi berlari ke arah pintu kelas.

Brakk! Ceklek-ceklek!

Pintu kelas tertutup rapi dan terkunci. Abdi segera mengamankan kunci sebelum diambil oleh teman-temannya yang berniat membaur keluar. Ia masih ingat satu pesan lagi dari wali kelasnya. "Dilarang keluar kelas, kecuali untuk kepentingan ke kamar mandi."

Usaha untuk merebut kunci tidak berhasil, Ardas menyuruh teman laki-lakinya untuk kembali duduk. Bukan dia yang menginstrupsi mereka untuk keluar kelas karena ia sendiri lebih memilih untuk tidur dengan beralaskan lantai. Ia hanya membantu sang ketua kelas karena ucapannya akan lebih manjur didengar oleh teman-temannya itu.

"Nggak ada namanya keluar kelas sampai bel pulang!" tegas Abdi di depan kelas.

"Kalau kandung kemih gue penuh, masak, iya, nggak boleh keluar," protes Arland yang notabene penyuka kencing.

Itu adalah julukan dari teman-temannya sejak ia SMP dulu. Alasan di balik nama itu karena ia selalu izin ke kamar mandi kurang-lebih setiap satu setengah jam sekali. Waktu kencingnya memang terjadwal rapi dan terkadang ia sangat kesal akan kenyataan itu.

"Untuk urusan ke kamar mandi boleh, tapi harus balik ke kelas kurang dari lima menit," putus Abdi sambil menulis '5 menit' di papan tulis.

"Protes, uang kas naik sepuluh kali lipat!" ujar Abdi tak mau lagi mendengar suara unjuk rasa.

Kelas terdengar sepi, hanya suara obrolan dengan sangat pelan yang masuk ke gendang telinga.

Abdi berjalan ke tempat duduknya untuk mengambil sebuah kertas lalu kembali ke depan kelas untuk menyampaikan sesuatu, terkait diskusi dua kelompok di hari kemarin yang akan dilanjutkan hari ini.

"Perhatian untuk semua!"

Namun, nyatanya masih banyak yang sibuk berbincang dengan temannya.

"Jamkos kali ini kita manfaatkan untuk melanjutkan diskusi kemarin." Semua mulai fokus mendengarkan ucapan Abdi "Dari kelompok nama, sudah menyepakati dua nama untuk kelas, sedangkan untuk kelompok dekorasi belum menemukan ide yang pas."

Pandangan Abdi terarah pada laki-laki yang tidur terlentang dengan berbantalkan lipatan tangan di belakang kelas ketika mengucapkan kalimat terakhir. Abdi sedikit mendelik kesal, sedangkan orang yang disindir tidak merasa tersindir. Malahan asyik dengan khayalannya.

☕☕☕

Abdi meminta perwakilan dari kelompok nama untuk membantunya menjelaskan. Baru akan mulai menjelaskan, Abdi dibuat bungkam oleh gedoran pintu yang terdengar tidak sabaran.

"Woi!! Buka baik-baik apa dengan cara gue?!" tanya cewek di luar sana melalui kaca yang setengah terbuka. Suaranyanya terdengar tajam dan cewek itu tidak segan-segan untuk berbuat nekat.

Tidak ingin pintu kelasnya rusak, Abdi buru-buru berjalan mendekati pintu seraya mengeluarkan kuncinya. Setelahnya, ia langsung membuka pintu dan mempersilahkan cewek berbandana hitam dengan motif tengkorak masuk ke dalam kelas. Setelah cewek itu masuk, ia bergegas kembali mengunci pintu kelas agar tidak terjadi pembobolan keluar kelas.

Kopi SianidaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang