Part 8

137 21 4
                                    

Raffa merasakan tetes demi tetes air mulai membasahi kepala lalu ke tubuhnya, berdiri di bawah shower di ruang kaca kamar mandinya. Dia baru saja tiba di rumah dan langsung mandi.

Raffa suka lama kalau mandi. Baginya mandi adalah waktu yang benar-benar hanya ada dirinya dengan pikirannya. Dia suka memikirkan apapun sambil mandi. Tanpa ada gangguan suara ponsel yang berdering, dan tanpa ada gangguan suara ibunya yang memanggil dari luar kamar.

Di kamar mandi Raffa bisa memikirkan sesuatu dengan tenang. Sekarang Raffa sepakat dengan dirinya sendiri. Benar, dia menyukai gadis itu. Benar, dia memang cemburu melihat kedekatan Dylan dan gadis itu. Dia tidak bisa membantah lagi.

Saat melihat gadis itu bekerja sambil kesakitan, Raffa mendapati ujung matanya berair. Dari sana tersadar bahwa dia memang menyukai gadis itu, dan bukan sekadar kasihan.

Raffa meraupkan tangan ke wajahnya yang basah. Dia sendiri tidak mengerti kenapa bisa jatuh cinta pada gadis itu, bahkan gadis itu bukan type idealnya. Raffa menyukai wanita yang tinggi, gadis itu tidak tinggi. Raffa menyukai wanita dengan rambut panjang sepunggung, rambut gadis itu pendek sebahu. Raffa menyukai wanita dengan kulit yang putih, kulit gadis itu tidak terlalu putih. Dan Raffa menyukai wanita yang cantik dan dewasa, sedangkan gadis itu tidak begitu cantik dan Raffa yakin umurnya baru dua puluh tahun, atau bahkan sembilan belas tahun.

Raffa mematikan kran shower lalu memakai kimono keluar dari ruang kaca dan berdiri di depan cermin sambil menopang tangannya di wastafel.

Dia memandang bayangannya di cermin, berusaha menemukan sesuatu apapun itu. Kenapa dirinya sampai menyukai gadis itu? Dia diam dengan posisi itu hampir lima menit, lalu tak lama mengerjapkan mata.

Dia tidak menemukan jawabannya.

"Aku benar-benar sudah gila," ucapnya pada diri sendiri, lalu meraih odol dan sikat gigi. Dia menyikat gigi dan mengenyahkan pikiran konyolnya.

***

Di tempat berbeda, Tara duduk termangu depan laptop yang terbuka. Matanya melirik jam di ujung bawah laptop 23:54. Sekarang sudah larut malam, tapi dia harus mengerjakan tugas dari Raffa.

Tara menekuk kepalanya yang masih terasa pusing ke atas meja, dia tidak mengerti kenapa masih merasa pusing dan sedikit mual? Apakah ada yang salah? Apakah aku harus memeriksakan diri lagi ke rumah sakit? Tapi tidak mungkin, aku sudah tidak punya uang untuk itu.

Tara bangkit dan mengambil sisa obat dari dokter, lalu meminumnya, berharap pusingnya sedikit berkurang. Setelah minum obat, Tara kembali duduk di kursi depan laptop sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan mata terpejam.

Dia merasakan pusingnya sedikit berkurang, lalu perlahan membuka mata. Dia mulai mengerjakan pekerjaan menyabalkan itu sampai pukul satu dini hari.

Tara melihat isi laptop itu hampir kosong, tidak ada file, tapi dari kemarin Tara penasaran dengan satu folder yang masih ada di sana. Dia ingin membukanya tapi tidak berani.

Namun, Tara terus menatap folder itu. Sungguh penasaran. Akhirnya dia pun membuka folder tersebut. Setelah terbuka, isinya ada tiga folder lain yang tak bernama.

Tara membuka folder pertama, ternyata isinya hanya beberapa foto. Tara menatap foto-foto itu. Ada foto pria setengah baya, di bawah foto itu tertulis, 'I miss u Dad.'

"Miss you Dad? Apa ayah 'si mata silet' itu sudah tidak ada?"

Lihatlah, Raffa berbeda sekali dengan ayahnya. Melihat dari foto saja Tara sudah menerka ayahnya Raffa seorang yang hangat.

Pandangan Tara beralih ke foto lain. Sepertinya ini foto keluarganya, pikir Tara. Ada wanita setengah baya dengan posisi duduk, ada seorang pria memakai setelan jas lengkap yang terlihat lebih dewasa dari Raffa menggendong anak perempuan, di samping pria itu ada wanita cantik berrambut panjang, dan di sebelah wanita setengah baya itu ada Raffa.

Kiss Me Softly (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang