Siang ini, Loova sudah diperbolehkan pulang. Untuk biaya administrasi, semua nya sudah di tanggung oleh Andres.
Ralat.
Bukan Andres yang menanggung nya, melainkan Roy, papi nya yang kini tengah berusaha membujuk, agar Loova mau memberitahu dimana letak rumah nya.
Cukup sulit.
Awal nya, Loova terus menerus menolak untuk memberitahu dimana letak rumah nya, namun saat Roy hendak pergi, gadis itu tiba-tiba saja menjawab, tentu nya dengan gelagat gugup dan badan yang juga ikut gemetaran.
Andres mengerti, jika hanya sekedar takut, tidak mungkin kan Loova bisa masuk rumah sakit? Pasti ada penyakit lain yang memang mengganggu psikologi Loova. Mungkin gadis itu juga masih takut untuk memberitahu nya.
"Ta—tapi om, Loova—mama papa Loova lagi berantem, Loova—Loova takut," lirih nya.
Andres yang sedari tadi melihat mulai merasa iba, dalam diam ia merasa bersyukur karna selama ini papi dan mami nya tidak sekalipun bertengkar walaupun perdebatan memang sering kali terjadi.
"Terus kamu gak mau pulang?" Loova menggeleng pelan. "Nggak om, Loova takut"
Roy menghela nafas nya sejenak. Ia cukup iba melihat anak gadis seperti Loova yang menjadi korban keegoisan orang tua nya. Mungkin, Ini juga yang menjadi alasan kenapa Roy lebih memilih mengalah jika berdebat dengan Arvhi. Ia takut kalau anak-anak nya akan ikut terlibat dan berakhir seperti Loova saat ini.
"Tapi, kalo pulang ke tempat lain? Apa Loova mau?" tanya nya sabar. "Kebetulan om juga ada apart yang ga kepake, kamu bisa tinggal disana sementara waktu. Untuk masalah orang tua kamu biar om yang urus."
Loova nampak berfikir, jika Roy memberitahu kedua orang tua nya, bukan kah sama saja mereka tetap akan menjemput nya juga?
"Om mau kasih tau ke mereka? Nanti kalo papa sama mama nyusulin Loova gimana? Mereka pasti akan berantem lagi dirumah. Loova gamau om, Loova capek" jawab nya. Mendengar penuturan itu, Roy dibuat semakin pusing. Lain dengan Andres yang sudah setia menahan tawa karna melihat raut frustasi papi nya.
"Udah pi, keluarga Loova biar Andres yang urus, papi pasti capek kan abis pulang kerja dari Bali?" mendengar itu sontak Loova melotot. Sungguh ia baru menyadari nya, bahkan Roy masih memakai setelan kemeja kerja nya.
Loova menggigit bibir bawah nya gelisah. ia telah menjadi beban banyak pihak. Entah sampai kapan semua orang akan ia repotkan jika ia tidak beranjak pulang ke rumah.
Apa seharus nya Loova memang pulang saja?
Dengan ragu, Loova mencoba untuk bertanya, "emm om baru pulang dari Bali? Pasti Loova ngerep—"
"Iya," bukan Roy melainkan Andres yang menjawab. "Kasian banget kan papi gue? capek-capek pulang kerja eh lo malah ngerepot—"
"Andres" kali ini Angel yang bersuara, ia tahu betul maksud Andres apa, lelaki itu ingin memberi sedikit pengertian pada Loova. Tapi, jika Andres mengatakan nya seperti itu bukan kah itu akan membuat Loova merasa menjadi beban?
"Maafin Loova udah buat kalian repot, Loova mau pulang kok, Loova akan coba buat ga takut kalo liat papa sama mama berantem." Andres tersenyum simpul, maksud nya sudah tersampaikan. Perlahan, Andres mengusap rambut Loova. Membelai nya lembut seakan tahu gadis itu sangat rapuh.
"Ga boleh takut ya selain sama tuhan. Lagian lo masih punya kita kok kalo papa mama lo berantem lagi."
Dan saat itu juga, semua orang membeku dengan sikap manis Andres.
Lain dengan Loova yang sudah menangis terharu.
***
Dua hari berlalu, Andres mulai menjalani aktivitas seperti biasa nya. Makan, pergi ke sekolah, olahraga, membaca buku, dan tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOOVANDRES (ON GOING)
Teen Fiction'Ketika peduli mengubah segalanya' Itu yang Andres rasakan ketika ia bertemu dengan gadis agoraphobia seperti Loova. Penasaran? Baca selengkap nya *** Cover by Ig : @Azasfa Publish : 12/04/2020