8. gotcha

354 44 4
                                    

Di pojokan belakang kantin, Taeyong, Yuta dan Johnny mulai menyalakan rokoknya. Suasana sangat sepi. Tapi masih tetap ada kemungkinan orang mendengar perkataan mereka jika bicara dengan intonasi terlalu tinggi.

Jadi Taeyong memulai percakapan dengan berbisik-bisik.

"Jisoo kayaknya bakal kena masalah."

"Maksud lo?" tanya Johnny agak kaget. Ya jelaslah Jisoo selama ini tidak pernah mencolok selain di bidang akademis dan perihal biro contek tugas tiap pagi.

"Dia ke sekolah pas sebelum Sowon dibunuh."

Yuta menyesap rokok yang baru dinyalakannya, menghirup dalam-dalam sebelum ia lepaskan ke udara.

"Gue tau karena gue yang nganterin dia ke sekolah buat ambil buku paket." sambar Yuta kemudian.

Mendengar jawaban itu membuat Taeyong seketika naik pitam. Bagaimana bisa Yuta tidak menceritakan semua detailnya selama ini. Setelah jalan 4 hari penyelidikan kematian Sowon yang tak kunjung membuahkan hasil.

Taeyong menarik kerah seragam Yuta dengan emosi. Johnny yang ada disana seketika dengan sigap menarik Taeyong menjauh dari Yuta agar tidak terjadi baku hantam. Apalagi ini temen sendiri. Jangan sampai orang-orang bertanya jika ada lebam di muka Yuta.

"Yong jangan emosi dulu, Yong!" kata Johnny.

"Kok bisa-bisanya lo tau selama ini dan nggak ngomong ke kita-kita? Kalo ada apa-apa sama Jisoo, lo mau tanggung jawab?"

"Bukan gitu, Yong. Semakin dikit dari kita tau masalah ini malah bagus kan? Gue nggak mau kalian semua terlibat karena tau kebenarannya. Gue cuma mau masalah ini antara gue dan Jisoo yang tau."

"Bentar. Lo sama Jisoo jadi saksi terakhir Sowon di bunuh. Terus apa masalahnya? Kita tinggal lapor kan?" tanya Johnny yang masih belum paham titik masalahnya.

"Gue...yang nyuruh Jisoo nggak ngelaporin ke polisi. Dia kena panik attack, gue nggak mau kondisi dia makin buruk setelah itu. Dan juga gue nggak tau kalo permintaan Sowon itu beneran. Gue cuma nunggu di depan gerbang sekolah."

Bukkk

Taeyong meninju tembok tepat di sebelah wajah Yuta. Sangat keras sampai berdarah.

"Lo yang bikin semua masalah makin ruwet sampai Jisoo kebawa-bawa. Dan lo nggak sadar dengan ini kondisi Jisoo yang dihantui rasa bersalah makin memburuk?"

"Oke sorry, gue nggak mikir panjang."

Johnny berusaha mendudukkan Taeyong, menenangkan emosi cowok itu. Taeyong kalo udah emosi bahaya.

"Kita pecahin masalah ini dengan kepala dingin dulu. Lo jangan emosi, Yong. Mungkin lo juga akan melakukan hal yang sama pas di posisi kayak Yuta. Kita semua nggak tau kalo ujung-ujungnya bakal begini." ujar Johnny yang selalu menjadi penengah.

Yuta berjongkok di depan Taeyong, menatap manik matanya dalam-dalam. "Jisoo dan gue nggak punya alibi bagus kalo sampai ketahuan. Saran gue untuk sementara, selama belum ada yang tau kecuali kita, semua dari kita harus tutup mulut. Nggak ada yang tau."

"Masalahnya Yut, Jisoo udah di teror sama orang yang kayaknya lihat dia. Gue takut banget Jisoo bakal jadi kambing hitam."

"Yong, selama belum ada bukti fisik kayak foto atau video, semua orang boleh berspekulasi aneh-aneh." kata Johnny seolah ahli dalam hukum padahal nilai pendidikan kewarganegaraannya masih remed.

"Jadi?" tanya Taeyong lagi.

"Kita sementara aman."

*

Sepulang sekolah, Sungjae dan Nayeon bergegas mendatangi alamat dari IP yang berhasil dilacak oleh teman sekelas mereka yang super jenius, Taehyung.

Alamat tersebut rupanya mengantarkan mereka berdua ke sebuah rumah kosong terbengkalai yang sudah lama tidak dihuni. Terlihat dari semak belukar tinggi yang menutupi seluruh halaman rumah tersebut. Pagarnya rusak berkarat dan beberapa jendelanya pecah mungkin ulah anak-anak setempat yang iseng.

Sungjae dan Nayeon berhenti sejenak menatap rumah itu dan menimbang haruskah mereka masuk. Karena jujur rumah itu terlihat menyeramkan dan suram.

"Bener ini kan alamatnya?" Tanya Nayeon sekali lagi untuk benar-benar memastikan sebelum bertindak gegabah.

Pria di sebelahnya mengangguk. "Iya bener. Nomornya 31B. Persis apa yang ditulis Taehyung."

"Gue jadi ragu. Apa baiknya kita kasih tau polisi aja tentang ini?"

"Kita udah sampe sini, Na. Sayang banget kalo kita balik gitu aja. Gue yang masuk duluan, gimana? Kalo ada apa-apa, lo lari dan panggil polisi secepatnya."

"Asli gue takut kalo ada apa-apa sama lo, Jae. Mending kita balik. Ini rumah kosong. Tempat yang tepat buat lokasi pembunuhan baru."

"Nggak mungkin. Rumah ini deket rumah warga. Bisa gampang ketahuan kalo ada pembunuhan disini." Jawab Sungjae mantap. Walaupun dekat rumah warga, anehnya tidak ada satu pun orang yang terlihat di hari yang nyaris sore ini.

Semua hal terasa janggal. Tak bisa disangkal kalau Nayeon parno. Apalagi mereka cuma berdua dan Nayeon notabene cewek yang kalau ada apa-apa dia cuma bisa lari cepet.

"It's okay." Ucap Sungjae lagi menenangkan gadis di sebelahnya.

Nayeon akhirnya mengambil nafas dalam-dalam, menata ritme jantungnya sesaat

Sungjae melangkah melewati pagar kawat yang rusak. Semak belukar menutupi kakinya. Sedangkan Nayeon bergerak sangat pelan di balik punggung Sungjae.

Sampainya di teras rumah itu, Sungjae mengintip lewat jendela sebelum tangannya mencoba menggerakkan kenop pintu. Tidak terlihat tanda-tanda kehidupan. Hanya ada sofa rusak di dalam rumah tanpa perabotan lain.

Kenop pintu tersebut diputar dengan mudahnya, tidak terkunci. Rumah itu terasa semakin janggal. Bisa saja rumah kosong tanpa penghuni seperti ini jadi tempat berteduh orang-orang tunawisma atau orang gila.

Bau apak tercium sesaat rumah itu terbuka. Sudah pasti sofa itu rusak di makan rayap. Sangat kotor, berdebu, belum lagi dinding-dinding yang rusak dan juga atap yang bocor. Ada genangan air disana sisa hujan semalam.

"Permisi," ucap Sungjae memastikan ada orang atau tidak di dalamnya. Walaupun sekejap mata saja sudah bisa dipastikan rumah itu kosong. Siapa yang mau tinggal di tempat yang terasa sangat lembab seperti ini.

Nayeon berdiri mematung di depan pintu. Ia masih melihat situasi sekitar dan berharap dalam hati akan ada warga yang lewat untuk diperlukan sewaktu-waktu ada apa-apa. Namun nihil, bunyi jangkrik saja sampai terdengar bukti bahwa tempat ini sangat sepi.

Beberapa saat kemudian Sungjae keluar membawa sebuah amplop dengan tergesa-gesa keluar dari dalam rumah. Amplop dengan bercak darah dramatis di sisi-sisinya.

"Kita punya bukti baru!"





***

tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE LYING CLUB | 95 Line ✿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang