Part 3 - Dia Yang Malang

3.1K 393 18
                                    


Warning!
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan pencet 🌟kecilnya gaes!
Gampang kok! Enggak sesusah liat mantan jadian sama sahabat lo sendiri! 😋
Komentarnya juga yang banyak😉

¤¤¤¤¤



"Saat kamu kehilangan satu persatu keluargamu, saat itulah kamu kehilangan tumpuanmu."

Happy reading!

¤¤¤

Luna tidak tahu apa yang membuat keadaan terasa sangat canggung. Sepanjang perjalanan menuju rumah, suasana di dalam mobil yang ia naiki terasa aneh menurut Luna. Entah karena ia yang belum biasa dengan tingkah laku Dimas, atau karena keberadaan mama Mayang yang tengah menyetir dengan tenangnya, tak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Sang mama bahkan enggan untuk menyapa.

Sesekali, Luna melirik Dimas yang duduk di sampingnya di kursi penumpang. Terlihat Dimas yang tengah memperhatikan segala hal di luar sana. Senyuman terus tersungging di bibirnya. Kemudian, Dimas acap kali bertanya jika ada sesuatu yang membuatnya penasaran.

“Luna!”

Benar saja, tidak lama kemudian Dimas kembali memanggilnya.

“Emm?” Luna hanya bergumam, menatap Dimas yang sudah menatapnya.

“Itu apa? Kok mobilnya panjang banget?”

Luna melihat apa yang ditunjukkan oleh Dimas, saat itulah Luna baru sadar di mana mereka berada. Mereka tengah berhenti di dekat palang pintu perlintasan kereta. Di depan sana terlihat sederet gerbong kereta tengah melintas. Luna tersenyum geli, melihat wajah aneh Dimas.

“Itu bukan mobil, tapi kereta,” jawab Luna sedikit kaku.

“Kereta?” Dahi Dimas mengerut bingung.

Luna mnegangguk. Dan sederet pertanyaan lain pun Dimas tanyakan. Dari mulai apa fungsi kereta, ke mana kereta itu pergi, dan berujung Dimas yang ingin menaikinya. Semua Luna jawab dengan perlahan. Dirinya tidak ubahnya seperti seorang ibu yang tengah mengajari anaknya. Mungkin saat anaknya lahir nanti, hal seperti ini akan sering Luna alami.

“Lihatkan? Kereta aja enggak tahu. Kamu yakin bisa bertahan sama suami kaya gitu?”

Terdengar sindiran dari mama Mayang yang akhirnya membuka suara.

“Ma!” Luna menegurnya. Ia ingin meneruskan ucapannya, tapi enggan untuk memperpanjang perdebatannya dengan sang mama. Jika ia teruskan, Luna yakin tidak akan ada ujungnya. Luna kembali mengalihkan tatapannya pada Dimas yang sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Meskipun belum yakin, tapi Luna akan berusaha semampunya untuk menghadapi Dimas. Anggap saja ia sedang belajar menjadi orang tua. Lagi pula sepertinya ia akan mudah menerima keadaan Dimas, apa lagi dengan tingkah laku Dimas yang sedikit menggemaskan menurut Luna.

Hingga tidak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi memasuki pelataran rumah besar itu lalu berhenti. Luna mengambil koper kecil yang berisi pakaian yang Dimas kenakan selama di rumah sakit. Ia menoleh, melihat Dimas yang terlihat kebingungan.

“Turun, yuk! Kita udah sampe di rumah kita,” ajaknya sembari membukan pintu mobil, dan keluar.

“Rumah kita?” tanya Dimas tak yakin. Mengikuti Luna yang sudah turun terlebih dahulu. Lelaki itu mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah.

“Ini rumah Dimas sama Luna?” Dimas kembali bertanya yang hanya dijawab anggukkan oleh Luna.

“Besar banget,” gumam Dimas dengan tatapan kagumnya, yang membuat Luna tersenyum kecil.

Cinta Untuk DimasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang