Hai hai!
Dimas sama Luna dateng lagi. Enggak sabar kan pengen baca, kangen kan? Ngaku? 😆 #ngegas
Pencent Votenya ☆ dulu ya Say! Biar afdol!
°°°
Happy reading!
°°
"Ketika kita terlanjur menyayangi. Sulit untuk mengucapkan kata 'pergi.'"
°
"Raka, sebenarnya kita mau ke mana, sih?”
Dimas akhirnya mengutarakan kebingungannya. Pasalnya, ia sangat tahu jalan menuju ke rumah sakit, karena ia memang sering bolak-balik untuk chek up. Tapi sekarang jalan yang dilaluinya bersama Raka berbeda. Bahkan berlawanan arah.
Dimas pun menoleh, memandangi Raka yang hanya diam tak menjawab pertanyaannya. Apa lagi melihat wajah Raka yang tegang, seperti menahan marah. Alarm waspada pada diri Dimas pun mulai bekerja.“Raka enggak bohongin Dimas lagi ‘kan?” tanyanya lagi.
Raka mendengkus sinis, lalu melirik Dimas kesal. “Bisa diem enggak. Gue mau mampir sebentar!” jawabnya ketus.
Dimas pun diam saja, mencoba percaya ucapan Raka. Meskipun ia sedikit takut dengan Raka. Bagaimana kalau Raka berbuat jahat lagi padanya. Dimas pun memilih untuk mengalihkan tatapannya jalanan di depan sana.
Hingga tidak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi berbelok menuju ke sebuah gang. Kanan kiri jalan hanya terdapat rumput tinggi yang mengering. Mobil itu lalu memasuki sebuah gerbang rumah. Di depan sana, terlihat sebuah rumah yang sepertinya tak terawat. Sebagian atapnya rusak, dengan dinding yang menghitam, dan penuh tulisan.
Mobil pun terhenti tepat di depan rumah itu, sedangkan Dimas memandang rumah itu ngeri. Meskipun di siang hari, rumah itu terlihat menyeramkan baginya.
“Raka ngapain ke sini?” tanya Dimas waswas.
“Ketemu temen. Lo enggak punya temen ‘kan? Entar gue kenalin sama mereka.” Raka membuka pintu mobil, baru saja ia hendak keluar Dimas sudah lebih dulu menahan lengannya.
“Enggak mau. Dimas mau ketemu Luna aja. Raka udah janji!”
Raka menampik tangan Dimas dari lengannya. Ia menatap Dimas tak suka. “Kapan gue janji? Gue cuma mau menawarkan bantuan. Lo tenang aja, habis ini gue anterin lo ketemu sama Luna, tapi kita masuk dulu ke dalem. Oke?”
Dimas menimang jawabannya, sekali lagi menatap ke sekelilingnya dengan ngeri. Tapi akhirnya ia pun mengangguk juga. Dimas takut ditinggal sendirian di dalam mobil kalau ia menolak. Ia pun mengikuti saja langkah Raka yang mulai memasuki bangunan yang sudah tidak bisa disebut sebagai rumah itu.
Sampai di lantai dua bangunan, kehadiran Dimas disambut oleh beberapa pemuda yang tengah asyik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang hanya sekedar duduk, dengan ponsel di tangannya. Bermesraan dengan perempuan. Di tengah-tengah mereka terdapat meja yang penuh dengan plastik makanan, kaleng kosong bekas minuman bersoda, dan juga berbagai botol minuman keras beralkohol yang bagian sudah terminum.
Rasanya Dimas ingin sekali kabur dari sini. Dari gelagat mereka saja Dimas tahu, mereka bukan orang baik-baik. Tempat ini tidak cocok untuknya. Tanpa mengatakan apa pun, Dimas berbalik arah hendak kembali turun ke bawah.
“Eits! Mau ke mana lo?”
Namun, Raka dengan sigap mencengkeram kaos yang ia pakai dari belakang. Dimas mencoba melepaskan, tapi Raka malah menyeretnya membuat Dimas berjalan mundur dengan kesusahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Dimas
Roman d'amourSudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin kata pepatah itu sangat pas untuk menggambarkan kehidupan seorang Luna. Demi sebuah rasa terima kasih dan balas budi, Ia harus rela dijodohkan dengan seorang lelaki kaya dan tampan, sosok lelaki idaman bag...