Hola! Dimas dan Luna dateng lagi buat mengisi malam kalian.
Warning!
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan pencet vote ☆ sebagai dukungan.
Gampang kok! Enggak sesusah move on karena putus pas lagi sayang-sayangnya. 😌Kasih komentarnya juga yang banyak!
****
Happy reading
***
"Dalam hidup hanya ada dua pilihan. Menerima, atau melawan takdirNya. Apapun pilihanmu, itu akan menentukkan jalan hidupmu nantinya."
**
Pagi telah menjelang. Semilir angin pagi Luna rasakan begitu segar di wajahnya, membuatnya enggan untuk sekedar membuka mata. Hingga sebuah tawa kecil terdengar oleh telinganya. Terpaksa ia pun membuka mata, dan wajah tampan nan polos itu sudah berada di hadapannya, sangat dekat. Dia Dimas yang tengah memperhatikan wajahnya dengan senyuman geli di wajah itu. Membuatnya mengernyitkan dahi bingung.
“Muka Luna lucu!” celetuk Dimas masih di sisa tawanya.
Luna memicingkan matanya. Memposisikan dirinya agar lebih tegap. “Emangnya apa yang lucu?” tanyanya.
“Mulut Luna kalo lagi tidur suka kebuka.” Dimas mempraktekan dengan membuka mulutnya sendiri, lalu kembali terkikik kali ini dengan puasnya.
Mendengar ejekan itu membuat Luna merengut. Luna mengakui, kebiasaan tidurnya memang tidak elegan sama sekali. “Enggak lucu!”
Setelah itu, Luna pun berdiri, dan beranjak meninggalkan Dimas yang kembali tertawa. Semalam, ia memang memilih untuk menemani Dimas tidur seperti yang suaminya mau. Seperti halnya anak-anak, Dimas meminta untuk dibacakan buku sebelum tidur. Uniknya bukan buku dongeng yang ia bacakan, tapi sebuah buku yang berisi tentang hal-hal yang ada di luar angkasa.
Luna lebih memilih masuki ke kamar mandi, untuk sekedar membasuh wajah dan gosok gigi. Setelah itu, ia turun ke bawah untuk membantu mbak Ratih menyiapkan sarapan pagi untuk Dimas dan dirinya. Sedangkan Dimas sudah ngeloyor keluar rumah, ke halaman belakang mungkin.
“Luna! main di luar yuk!”
Hingga tiba-tiba saja terdengar pekikan dari Dimas, yang kembali masuk dengan berlarian. Dimas langsung menarik tangan Luna yang tengah memegang mangkuk berisi bubur panas, yang untung saja tidak tumpah karena tarikan dari Dimas.
“Awas Dimas! Hati-hati! nanti buburnya tumpah!” tegurnya. Ia melanjutkan langkahnya menuju meja makan, dan meletakkan mangkuk yang ada di tangan. Setelah itu ia pun memusatkan perhatiannya pada Dimas. “Jalan-jalan ke mana?” tanyanya.
“Jalan-jalan di luar rumah, kaya mereka!” Dimas menunjuk ke jendela kaca yang memperlihatkan banyak orang berlalu lalang di jalan dengan pakaian olahraganya. Setiap akhir pekan, memang banyak penghuni komplek yang menghabiskan waktu paginya untuk sekedar jalan-jalan santai, dan Luna jarang melakukan itu. Mengingat ia dan Dimas termasuk orang baru di rumah yang sebelumnya ditinggali oleh oma Nngsih seorang. Sebenarnya bisa saja ia mengabulkan permintaan Dimas, toh dulu ia juga sering jogging setiap pagi sebelun bertemu dengan Dimas. Tapi sekarang, entah kenapa Luna merasa enggan. Tanpa sadar, matanya melirik ke arah Dimas, dan memperhatikan Dimas secara seksama.
Lagi-lagi keadaan Dimas yang membuat Luna ragu. Luna membayangkan pandangan orang jika ia berjalan sejajar dengan Dimaa yang, ya ... spesial seperti itu. Mereka pasti akan memandang Dimas dengan aneh. Luna tidak munafik, baru membayangkannya saja ia sudah merasa malu. Apa kata orang nanti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Dimas
RomanceSudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin kata pepatah itu sangat pas untuk menggambarkan kehidupan seorang Luna. Demi sebuah rasa terima kasih dan balas budi, Ia harus rela dijodohkan dengan seorang lelaki kaya dan tampan, sosok lelaki idaman bag...