DUA SISI DALAM WADAH YG SAMA

583 53 4
                                    

[0.0] - DUA SISI DALAM WADAH YANG SAMA

Sinar matahari yang masuk melalui cepal-celah ventilasi di jendela sempit menandakan pagi baru saja datang. Lalu suara kokokan ayam dan juga beberapa hewan di sekelilingnya menandakan bahwa kehidupan baru saja dimulai. Tapi bukan untuk dirinya.

Dia masih tetap sama. Terduduk dengan kaki terlipat masuk ke dalam rok panjang putihnya yang sudah lusuh sambil menggigil kedinginan karena dressnya yang tipis dan juga lengannya yang tak seberapa panjang ditambah kakinya yang telanjang, bersentuhan langsung dengan lantai dingin yang lembab.

Arang mendesah berat. Ini hari keduanya dia dikurung di dalam gudang bekas yang berada di belakang paviliun, jauh dari pengetahuan orang-orang. Hanya dua orang saja yang mengetahui keberadaannya.

Bunyi decit pintu yang didorong, membuat Arang mendongak lemah dan mendapati wanita paruh baya bertubuh gemuk dengan celemek yang selalu menjadi seragam sehari-harinya. Wanita itu tersenyum samar, berjalan sepelan mungkin meskipun fantofelnya menimbulkan suara lalu menyodorkan nampan berisi air putih setengah gelas.

"Hanya ini yang bisa kuberi untukkmu, setidaknya untuk membasahi tenggorokanmu yang kering," ucapnya prihatin.

Wanita paruh baya ini adalah salah satu dari dua orang yang mengetahui bahwa dia terperangkap di gudang jelek ini. Meskipun begitu tidak bisa berbuat apa-apa karena tuannya sangat tidak menyukai seorang pembangkang.

"Terima kasih, Bibi Lim," jawab Arang pelan.

Bibi Lim berjongkok, merapikan rambut panjang Arang yang tak pernah kusut meskipun berhari-hari tidak disisirnya, seperti dua hari ini. "Minta maaflah pada Tuan. Kau tahu, kan, tuan tidak bermaksud menyakitimu?"

Arang menghentikan minumnya, menatap Bibi Lim lembut meskipun ingin sekali terbahak karena ide Bibi Lim yang konyol. "Minta maaf? Lebih baik berteman tikus daripada meminta maaf padanya hanya untuk kebebasan. Dia psychopat gila, Bi. Kepalanya akan membesar sebesar bulan jika aku mengucap maaf di depan wajahnya. Dan Bibi tahu aku tidak akan pernah sudi." Lalu dihabiskannya sisa air di dalam gelas.

Bibi Lim berdiri, menggeleng sambil tersenyum. Undur diri dan mengunci pintu kembali, meninggalkan Arang yang terpaku memainkan jari telunjuk lentiknya pada permukaan lantai.

🌱🌱🌱

Laki-laki itu melonggarkan dasinya dengan kasar, menyalakan kran air dan membasuh wajahnya serta tangannya berulang kali. Menekan wadah handwash sebanyak-banyaknya berharap kotoran kasat mata yang ada di kedua tangannya menghilang.

Setelah menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk mencuci tangan- kebiasaannya, Jin turun ke bawah. Mencari Bibi Lim yang sedang sibuk memasak makanan favoritnya.

Jin mencium bau lain, bukan salmon kesukaannya melainkan bau ikan tuna yang di grill.

"Ikan tuna?" Tanyanya dingin. Berdiri agak jauh dari tempat Bibi Lim sambil menutup hidungnya. "Buang!"

Bibi Lim membalik badan, mengangkat spatulanya tinggi tepat menghadap Jin.

"Sudah dua hari kau memenjara gadis itu. Kalau dia sampai mati, kau yang kugoreng selanjutnya."

"Dia tidak akan mati, nyaris, mungkin saja. Cepat buang ikan itu!"

"Ini untuk Arang. Gadis itu harus makan."

"Aku lapar! Sediakan makan malamku." Jin berbalik, duduk di meja makan panjang dengan dua belas kursi dan duduk di kepala kursi. Menyesap wine-nya perlahan. "Kau sudah memberinya air?" tanya Jin begitu Bibi Lim menyiapkan salmon miliknya diatas piring.

Bibi Lim mengangguk.

"Setengah gelas saja, kan?."

"Persis seperti perintahmu, Tuan."

"Bagus." Bibi Lim menunduk sedikit untuk undur diri lalu memasukkan ikan tuna yang tadi di masaknya ke dalam plastik bening. "Akan kau apakan ikan itu?."

"Memberikannya pada kucing. Sayang sekali kalau dibuang, ini ikan tuna kualitas super." Bibi Lin hendak membuka pintu dapur yang menghadap langsung ke arah paviliun belakang.

"Tunggu." Cegah Jin. "Berikan saja pada gadis itu, dia sebelas dua belas dengan kucing." Lalu Jin bangkit, tidak menyentuh makan malamnya dan berlalu ke ruang kerja.

Bibi Lim menggelengkan kepala, tersenyum penuh arti.

"Kalian ini, sampai kapan bersikap seolah-olah saling menyakiti padahal cinta setengah mati," gumamnya, membawa ikan tunanya kembali ke dapur, disiapkan dengan lebih layak untuk diberikan pada Arang.

🌱🌱🌱

Prisoner Of JinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang