Got A Boom

157 27 1
                                    

🌱🌱🌱

Sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela yang lebar membuat Arang mengernyit dan menyipitkan matanya. Perempuan itu menarik selimut, menutupi wajahnya agar cahaya matahari tidak membuatnya silau.

"Morning," sapa Bibi Lim ramah. Membuka jendela dan merapikan sisa-sisa kegiatan semalam sembari menunggu nona-nya sadar sepenuhnya.

"Morning, Bi." Mata Arang mengedar, mencari sosok Jin.

"Tuan di bawah. Bermain dengan 'butterfly'."

"What?" Arang bertanya sangsi.

Sepagi ini Jin bermain dengan butterfly? Ini pasti mimpi. Arang pasti berada disalah satu sudut mimpinya yang lain.

"Tuan tampak ceria sejak turun tadi. Dia sendiri yang memilih menu makanan apa yang harus dimakan pagi ini. Dan kau tahu apa pilihannya."

"Segelas wine?" jawab Arang acuh.

Bibi Lim menggeleng. "Vegie salad, sandwich isi salmon dan segelas susu untukmu pun secangkir teh camomile untuknya. Sounds good right?"

"Sound like a ordered normal person. Dia gila?"

"Kau yang harus bertanya padanya. Jadi, keluar dari buntelan selimut itu. Mandi. dandan yang cantik lalu turun ke bawah. Temani tuan sarapan. Kudengar kalian akan pergi belanja hari ini."

"Ehhhh?"

🌱🌱🌱

Arang tak perlu menyembunyikan keheranannya sejak melihat Jin sedang tertawa-tawa di bawah butterfly. Mereka berdua berguling di rumput di taman samping rumah yang luas, yang sejujurnya hanya berfungsi sebagai hiasan daripada seharusnya.

Perempuan itu sudah cantik dengan dress semata kaki- kesukaan Jin sekali-, berbahan lembut berwarna biru laut. Rambutnya dikepang berantakan, menyisakan anak-anak rambut , sepasang flat shoes sederhana berawarna putih juga wangi tubuhnya yang berasal dari parfum milik Jin menguar begitu saja. Memamerkan betapa segar, cantik dan anggun-nya Arang di pagi ini.

Butterfly mencium keberadaan Arang. Anjing besar berbulu coklat itu berlari, mengonggong kesenangan menuju tempat Arang berdiri.

"Hi, Buddy," sapa Arang. Mengelus sebentar kepala Buddy dengan takut-takut.

Butterfly mengonggong lagi, berputar-putar di sekeliling tubuh Arang, dan berakhir dengan berdiri di samping Arang sambil menjulurkan lidah. Nampak senang sekali.

Jin beranjak dari rumput. Menyapu sedikit celana selututnya yang kotor dan menghampiri Arang. Tangannya masuk ke dalam saku celana.

"Morning, cantik," sapanya. Menarik pinggang Arang dan mencium gemas bibir istrinya yang pink alami. "Natural," gumam Jin.

"Aku akan memakai lipstrik setelah sarapan," jawab Arang. Matanya menelisik ekspresi Jin yang terlewat sumringah. "Apa?" Tanyanya.

Jin menggeleng. Tidak menjawab pertanyaan Arang dan menggiring istrinya ke ruang makan.

Bibi Lim tersenyum, setelah meletakkan mangkuk berisi sup kacang mereh untuk sarapan Jin, perempuan gemuk itu kembali ke dapur bersama Butterfly. Mereka berdua mengintip kedua majikan yang nampak seperti pengantin baru.

Jin menarik kursi ke belakang, lalu mempersilahkan Arang untuk duduk. Yang lebih menakjubkan lagi adalah laki-laki itu menyiapkan sarapan milik Arang. Meletakkan sepotong sandwich, menuangkan susu ke dalam gelas dan juga menyendokkan kuah sup ke dalam mangkok kecil milik Arang.

Setelah dirasa menu sarapan istirnya sudah lengkap baru Jin melayani dirinya sendiri. Semangkuk sup dan juga secangkir teh camomile.

Hendak menyuap sesendok sup saat suara dari belakang rumah terdengar. Seperti bunyi alat berat yang mencoba merubuhkan bangunan mereka.

"Ahh~ aku menyuruh Kim untuk merobohkan gudang belakang dan membangun balkon beratap untukmu," jawab Jin tanpa diminta.

"I-tu ba-gus," gumam Arang, tak tahu harus merespon senang, biasa saja atau keheranan.

🌱🌱🌱

Setelah sarapan, Jin membawa Arang kepusat perbelanjaan terbesar di Seoul. Mereka berjalan bergandengan, seperti pasangan-pasangan normal lainnya. Jin hanya perlu mengikuti kemanapun kaki Arang melangkah. Sesekali membenahi tampilan Arang yang nampak kacau karena terlalu gembira.

Arang duduk disalah satu bangku di sebuah tempat makan. Kedua kakinya serasa mau lepas tapi senyum di wajahnya tidak pernah hilang karena hari ini luar biasa membahagiakan. Di depannya Jin duduk dengan tegas, melipat tangan dan kakinya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Ada lagi yang mau kau beli?" Tanya Jin.

Arang memainkan bibirnya sambil menyebutkan apa-apa saja yang sudah dibelinya. "Satu, dua, enam, dua belas, lima belas. Sudah lima belas kantong belanja, ini mungkin sudak cukup. Aku jadi tidak tahu harus beli apa lagi, jika kau tanya terus."

"Baiklah. Baiklah. Kau bisa mengatakannya nanti jika ingat." Tangan Jin terulur, menepikan anak rambut Arang yg menempel di pipi. "Kau haus?"

Arang mengangguk mantap.

"Tunggu sebentar. Aku akan memesan minuman. Super ice chocolate?" tawar Jin.

"Yup, ahh super duble ice chocolate, satu saja. Kita bisa berbagi," ralat Arang.

"Perintahmu adalah titah untukku, Nyonya Jin." Jin membungkuk, lalu mencium kilat bibir istrinya.

"Jin!"

🌱🌱🌱

Tik tok tik tok...

Ini sudah lebih dari 15 menit Jin pergi dan es yang dipesannyapun tinggal sedikit karena Arang kehausan. Pelayan yang tadi mengantarkan pesanan melintas dan langsung di cegah oleh Arang.

"Permisi. Apa kau tahu di mana orang yg tadi memesan minuman ini?" tanya Arang ragu.

Si pelayan nampak berpikir.

"Dia tinggi, rambutnya di tata rapi sekali dan dia memakai celana juga kaos hitam."

"Ahh~ tuan handsome itu. Kulihat dia pergi ke arah sana." Si pelayan menunjuk arah toilet.

"Begitukah? Gamsahamnida."

"Ne. Cheonmaseumnida."

Arang berdiri, berjalan ke arah toilet dan belum sempat berbelok, telinganya menangkap percakapan, bukan tapi perdebatan yang membuatnya menunda langkah.

"Berhenti bersikap murahan." Gotcha! Itu suara Jin yang dingin dan kaku. Arang tahu suaminya sedang menahan emosi dari cara bicaranya saja.

"Bagaimana mungkin kau lupa Jin."

"Hyuna-aah, aku mengagumi kecerdasan dan kecekatanmu dalam mengelola bisnis. Itu sebabnya aku menghargaimu dan sebisa mungkin mengabulkan keinginanmu. Berhenti seperti ini. Jay tidak akan suka melihat adik yang dibanggakannya bersikap murahan dengan memohon-mohon pada pria beristri."

Arang berjingkrak pelan, tidak percaya suaminya juga bermulut pedas pada perempuan lain. Arang pikir hanya dirinya yang mendapat kehormatan itu.

"Oppa."

"Hyuna-aah." Arang mengintip dan meliaht Jin berusaha tidak kasar saat melepaskan tangan Hyuna yang memeluknya.

Saat pelukan itu terlepas dan Arang memberanikan diri untuk menampakkan diri, ucapan Hyuna masuk ke pendengarannya dengan sangat menyakitkan.

"AKU MENGANDUNG ANAKMU! DUA MINGGU."

Arang hampir terjungkal kalau saja Jin tidak reflek menahannya. Itu apa? Angin topankah atau suara seseorang yg meminta keadilan. Kenapa hati dan jantungnya berantakan dan serasa mau keluar karena kesakitan? Wajahnya terangkat, melihat ke arah Jin yang berusaha membuatnya percaya lewat sorot mata.

🌱🌱🌱

Prisoner Of JinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang