Hallo semuanya semoga kalian suka sama cerita aku ya:)
Nikmati saja dalam setiap tulisan hasil tangan amatir ini, awalan tak mengesankan, mungkin beberapa chapter mengesakan. Ku harap begitu juga pendapat kalian.
Selamat membaca, semoga suka!
Dan berikan aku bintang ya! Karena aku menyukai bintang seperti aku menyukainya. Ehehe
***
Hallo ... Maaf ya, sudah meninggalkan mu terlalu lama sampai aku lupa membuka mu kembali. Apakah kamu merindukan ku buku diary ku? Ku harap, kau merindukan. Tapi, maaf, aku tak merindukan mu. Aku kembali menulis dibuku ini karena aku merindukan seseorang yang jauh, hingga tidak bisa ku sentuh bahkan ku temui. Kau tau siapa yang ku maksud? Ya, kau benar, ibu ku. Boleh aku bertanya? Sedang apa ibu ku sekarang? Apa sekarang ibu ku sudah tenang? Apa dia lupa dengan anaknya yang cengeng ini? Bahkan berjumpa untuk bertegur sapa di alam mimpi saja ia enggan. Mama terlalu jahat ya, hingga tak mau berkunjung di alam mimpi ku.
Ma, datang lah ke mimpi Keina. Keina rindu usapan tangan mama yang ketika aku terbangun itu hanya sebuah mimpi. Ma, Keina rindu mama.
Keina menghela nafas lalu mengembalikan buku diarynya itu di laci meja belajarnya.
"Tahun ketiga, mama pergi." gumamnya sambilnya memejamkan mata. Serpihan-serpihan kenangan itu tidak akan dilupakan Keina, kenangan yang dimana membuat hidupnya menjadi orang yang sangat lemah.
"Keina," panggil seseorang.
Keina yang merasa dirinya ada yang memanggil pun menoleh. Tak lama kemudian Keina tersenyum hangat, "iya kesayangan-nya Keina, ada apa?"
Laki-laki itu tersenyum dan berjalan ke arahnya. "Apa kau melupakan ku sayang? Lihatlah, kau sudah mengurung dirimu seharian di kamar."
Keina tersenyum geli melihat laki-laki yang sekarang duduk di sampingnya. Ahk, rasanya Keina tidak pernah bosan untuk memandanginya. Setiap inci wajah laki-laki di sampingnya ini membuatnya candu dan penenangnya.
"Please, deh. Papa Keina kok jadi alay gini sih?" tanya Keina sambil tersenyum.
Ya, dia adalah papa Keina. Orang yang paling berharga dimata Keina. Pahlawan yang siap siaga dalam waktu apapun. Perkenalkan namanya adalah Leo Adipati Senjaya, memiliki fostur tubuh yang membuat kaum hawa baik muda, tua, nenek, janda sekalipun tergoda. Dan ku pastikan jika kalian melihat papa Keina secara tidak langsung maupun langsung kalian akan klepek-klepek.
"Kenapa seharian ini anak papa ngurung diri di kamar? Apa kau sudah melupakan papa mu yg ganteng ini?" tanyanya sambil mengedipkan sebelah matanya. Oh, jangan lupakan senyum jahil yang tercetak jelas di wajah tampannya itu. Minus dari seorang Leo Adipati Senjaya adalah jahil.
"Iya aku lupa bahwa papa adalah papa Keina." kini Keina menatap wajah papanya dengan serius.
"Keina kau---"
"Karena perlakuan papa seperti menganggap ku sebagai tuan putri. Apa aku salah lupa bahwa papa adalah papa Keina?"
"Iya juga sih," jawab Leo polos. Sedangkan Keina sudah tertawa.
Leo yang melihat Keina tertawa pun ikut juga tertawa. Biasalah, tipe orang yang kalau orang ketawa ikut juga ketawa walau kadang gak tau arah pembahasanya. Asal ada yang tertawa 'ikut ajalah', prinsip Leo. Tapi, kali ini berbeda, baginya tawa Keina adalah candu yang harus ia pertontonkan setiap hari. Baiklah, tidak mau terlarut dalam tawa putri kecilnya ini, ia langsung mengakhirinya dengan deheman kecil.
"Baiklah tuan putri, balik ke topik pembahasan kita. Apa yang tuan putri lakukan seharian mengurung diri di kamar?"
"Menyapa seseorang melalui tulisan dari tangan ku yang mungil ini." jawab Keina.
"Mama jahat pa," ucapnya kembali.
Leo yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas kasar, "Kei, jangan bicara seperti itu. Ini semua sudah menjadi takdir."
"Takdir?" lirihnya sambil mengepalkan tangannya.
Leo mengangguk dan tersenyum hangat, "Iya sayang ini semu---" ucapan leo terpotong karena Keina sudah memotongnya terlebih dahulu
"TAKDIR SEPERTI APA INI?! TAKDIR YANG MEMISAHKAN KU DENGAN MAMA KU, HUH?!" hilang sudah sifat lemah lembut Keina. Ia sudah muak dengan semuanya, berulang kali ia meyakinkan dirinya untuk tidak menyalahkan siapapun namun itu gagal. Ya, Keina memang pengecut.
Leo mengepalkan tangannya dan memejamkan matanya. Mencoba meredamkan emosinya, sesekali ia menghembuskan nafasnya dengan gusar.
"Mama tidak jahat Keina, begitu pula dengan takdir." desisnya.
Leo bangkit lalu berjalan ke meja belajarnya Keina. Tak mau memperpanjang waktu ia langsung menarik laci meja itu lalu mengambil buku diary Keina. Tak lama dari itu terdengar sobek-sobekan kertas dari buku itu yang menyita perhatian Keina. Keina bangkit dan hendak mengambil buku itu, namun berhenti dan mematung melihat tatapan tajam Leo yang mengisyaratkan untuk jangan mendekat.
"BERHENTI MENYALAHKAN TAKDIR DAN ISTRI KU KEINA!" bentak Leo. Tidak lama kemudian air mata pertahanan Leo meluncur dengan cepatnya. Ia melihat Keina yang sudah memeluk lututnya dengan gemetar.
"Maaf," gumamnya yang merasa sangat bersalah. Ia menghampiri Keina dan langsung memeluknya dengan erat.
"Kei-na minta maaf pa,"
Mendengar hal itu Leo langsung melepaskan pelukannya. Matanya menatap mata Keina dengan lekat. Tangan kanannya mengelus dengan sayang kepala Keina.
"Sayang dengar, kita sama-sama kehilangan orang yang kita sayang dan cinta. Keina, umur mu sudah 17 tahun, bersikaplah dewasa sayang. Keina, jangan salahkan mama mu dalam hal apapun, begitu pula jangan pernah sesekali kamu menyalahkan takdir. Keina, berhenti seperti ini. Mulai lembaran baru Keina, mama akan sangat sedih melihat putri kecilnya ini menyalahkan dirinya. Apa Keina mau mama menangis melihat mu seperti ini?"
Keina langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia tidak akan pernah mau membuat mamanya menangis, itu tidak akan pernah terjadi. Tetapi Keina meringis dan ingin melempar dirinya ke sungai Amazon saja saat ini juga. Bagaimana ia bilang tidak akan pernah membuat mamanya menangis jika setiap hari ia selalu menyalahkan mamanya yang meninggalkannya. Tolong ampuni dosa Keina Tuhan.
"Maaf ma," gumamnya yang masih terdengar oleh Leo. Leo tersenyum hangat lalu membawa putri kecilnya ini ke dalam pelukannya.
"Maaf saja tidak cukup Keina," ujar Leo.
Keina mendongak wajahnya dan beralih menatap wajah papanya. "Jadi?"
"Berjanjilah untuk tidak menyalahkan siapapun. Mama pergi bukan kemauan-nya, tapi kehendak Tuhan. Karena Tuhan sangat menyayangi mama, Keina." Leo mengelus dan mengecup kening Keina lalu tersenyum.
"Apa kau siap memulai lembaran baru mu putri kecil ku?" tanyanya lagi.
Keina melepaskan pelukannya lalu melihat ke arah Leo. Ia tersenyum lalu mengangguk, dan tangan kanan-nya membentuk hormat. "Siap 86!"
Inilah kisah ku, seorang gadis lemah yang akan memulai lembaran baru yang mengharapkan kehangatan dan kenyamanan. Kisah hidup ku yang mungkin masih banyak yang diatas ku lebih menyakitkan. Tapi, percayalah, ditinggal oleh seorang ibu adalah mimpi terburuk selama hidup ku. Tetapi, inilah awal kehidupan ku yang ku serahkan dan pasrahkan dengan Tuhan. Selamat datang lembaran baru, ku harap kau bisa menghidupkan banyak cahaya dihidup ku. Ku harap kau bisa memberi warna di dalam kehidupan ku.
Selamat datang, aku menanti mu!
Maukah kalian menemani hari-hari ku supaya lebih berwarna?
Lets go untuk lembaran selanjutnya!
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Rindu Keina [ON GOING]
Teen FictionBagaimana rasanya saat ibu yang selalu menjadi penyemangat kita, senyumanmya menjadi penguat hati kita, tetapi meninggalkan kita begitu cepat? Namanya Keina, sih gadis kuat. Menahan rindunya dalam setiap tahun, bulan, hari, jam, menit untuk menahan...