8. Pertengkaran

16 4 0
                                    

Bel pulang berbunyi nyaring sejak 10 menit yang lalu. Salsa dan Raina baru saja keluar kelas. Kedua gadis itu baru selesai melaksanakan piket kelas. Jadi mereka keluar lebih lama dari yang lain.

Kedua gadis itu tersentak kaget ketika melihat Revan dan Aksa berdiri di depan kelas mereka. Revan yang lebih dulu menyadari kedatangan Raina dan Salsa, lelaki itu tersenyum tipis. Sedangkan Aksa, ia tampak fokus dengan ponselnya.

“Lo pulang sama gue ya Na,” ucap Revan yang membuat kedua gadis itu saling menatap.

Salsa mengangguk ketika melihat Raina meminta jawaban darinya melalui tatapan mata.

“Gapapa, biasa juga gue pulang sendirian.”

“Beneran gapapa?” ucap Raina memastikan.

Salsa menggeleng pelan. Gadis itu berjalan menuju gerbang. Tapi sebelumnya, gadis itu masih sempat melirik ke arah Aksa. Ya lelaki itu masih tetap tak bergeming. Masih asik dengan ponselnya.

Salsa mengehela napas pelan. Memang apa yang ia harapkan? Berharap Aksa akan mengejarnya dan mengajaknya pulang bersama? Ah tidak, mikir apa sih Salsa ini.

Salsa mempercepat langkahnya, berusaha sesegera mungkin pergi.
Sementara itu, Revan yang melihat Salsa berjalan dengan cepat langsung memukul bahu Aksa. Membuat Aksa merintih pelan.

“Apa sih Van,” ucap Aksa kesal.

“Lo yang apa, itu dia udah pulang bego,” kata Revan yang ikutan kesal.

Ingin rasanya ia tenggelamkan sahabatnya ini ke samudera pasifik.

“LAH KAPAN? KOK GUE GAK TAU?”

“Gak usah ngegas anjir, budek kuping gue.” Revan memukul pelan kepala Aksa.

“Ya lo napa malah pacaran sama handphone,” lanjut Revan.

Aksa hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Tadi ia sedang sibuk membalas pesan dari mamanya yang minta dijemput nanti malam di stasiun.

“Ya udah itu buruan disusul si Salsa. Keburu diculik.”

“Lo pikir dia anak kecil,” Raina memukul keras lengan Revan, membuat ia mengaduh pelan.

Aksa berlari menuju gerbang, meninggalkan Revan yang masih beradu mulut dengan Raina.

Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Berharap Salsa masih berada di sekitar sekolah. Namun nyatanya, ia tetap tak menemukannya.

Aksa menghela napas kecewa. Harapannya pupus untuk pulang bersama dengan Salsa. Tadi siang ia lupa untuk memberitahu Salsa untuk pulang bersamanya.

Sementara itu, Salsa memilih pulang dengan menaiki angkutan umum, gadis itu ingin cepat sampai ke rumah. Ia ingin merebahkan dirinya ke atas kasur kesayangannya, hari ini benar-benar melelahkan baginya.
Kata-kata Aksa tadi siang sukses membuatnya berpikir sepanjang hari.

Salsa bergegas turun ketika angkutan umum yang ditumpanginya berhenti di halte dekat rumahnya. Setelah membayar, Salsa langsung melangkahkan kakinya menuju rumah. Rasanya ia sangat merindukan rumahnya.

Namun kerinduan itu menguap begitu saja. Raut muka Salsa terlihat lebih dingin. Nafasnya tercekat. Langkahnya berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Enggan sekali rasanya ia masuk. Padahal tadi ia sangat bersemangat.

Netranya melihat sebuah mobil berwarna silver dan putih terparkir di halaman rumahnya. Terdengar suara bentakan yang bersahut-sahutan dari dalam rumahnya.

Tak sadar kedua tangannya sudah terkepal. Salsa benci situasi ini.
Kakinya melangkah masuk, membuka kasar pintu utama. Membuat sepasang suami istri yang tadinya saling adu mulut kini menjadi diam, menatap Salsa yang berada di ambang pintu.

Lolipop (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang