VIII: [Berduaan]

694 59 32
                                    

"Sunny, kamu tahu enggak, kenapa Taeyeon bisa jatuh sakit?"

Sunny pikir dirinya dungu sekali. Menyesal berharap. Menyesal menerka. Malu dengan pikirannya sendiri, karena ternyata tujuan Sooyoung mengantarkannya ke apartemen bukan karena perasaan pribadi. Hah. Seharusnya Sunny bisa membaca itu sedari awal. Tapi ternyata ia malah ditipu perasaan semu yang menghiasi hati ketika akhirnya bisa duduk berduaan dengan Sooyoung di mobil kepunyaannya. Ditemani suara radio yang menyumbangkan atmosfer ringan di sekitar mereka. Lagu cinta musik indie memang tiada dua. Sunny nyaris tenggelam ke dalam romantismenya. Sayang sekali, Sooyoung tiba-tiba menampar dengan pertanyaan sederhana yang menghancurkan segala halusinasinya. Tentu saja Sunny bangun. Kembali ke dunia nyata.

Kenapa takdir selalu membentuk sebuah ruang bernama harapan—yang ketika diisi hingga penuh, ternyata tak berguna?

"Sunny?" Sooyoung menegurnya, sambil menginjak pedal rem karena lampu lalulintas memperlihatkan merah di detik itu. "Pertanyaanku tadi kedengeran, gak?"

Objek bicara Si Jangkung megap-megap, "Oh—ah. Hu-uh. Kedengeran, kok. Maaf tadi meleng sedikit, soalnya ngantuk," Sunny tersadar dari segala keluh-kesah yang diluapkan nuraninya diam-diam. Kalimatnya tak mengandung unsur kebohongan. Pelupuknya memang terasa sangat berat dan merekat. Ia hanya terlalu berharap bahwa tawaran Sooyoung mengantarnya ke apartemen punya maksud terselubung—sampai kantuknya terlupa sebentar. Sayang sekali, itu hanya bentuk gede rasa yang tak terkalahkan. Sepertinya Sunny memang punya masalah dengan rasa percaya diri yang tinggi.

"Ngantuk?" Kepala Sooyoung tertoleh ke arah empunya mobil yang tengah menaruh kepalan tangannya di atas paha yang terbuka. Sunny memang tak mengganti pakaian dulu. Langsung berangkat dengan celana pendek itu, yang sialnya membuat cahaya matahari memantul lebih sering dan menyilaukan mata Sooyoung. Kaki Nona Lee terlalu putih—juga menggoda. Sooyoung punya sepasang yang lebih jenjang dan ramping, tapi pigmen kulit Sunny membuat Sooyoung menenggak saliva entah karena iri atau... ingin? Entahlah, Sooyoung tidak mau tahu, itu konyol. "Kalau ngantuk tidur aja, gak papa. Pertanyaanku bisa kamu jawab nanti. Kita punya banyak waktu di apartemenmu."

Sunny tidak suka reaksi tubuh dan otaknya sendiri ketika Sooyoung membicarakan 'apartemen' yang disandingkan dengan frasa 'kita punya banyak waktu'. Sebut saja Sunny desperate, tapi jujur, itu malah memunculkan lebih banyak fantasi bodoh di kelopak matanya. Aku sama Sooyoung di apartemen? Berduaan? Lama-lama?

Ngapain?!

Menggeleng. Sunny menolak pikiran kacaunya, lantas menyahut, "Aku jago menahan kantuk, Sooyoungie. Tenang aja."

Ada sungging yang terpasang di salah satu sudut bibir Sooyoung. Kemudian, mereka bertatapan. Sooyoung tak menyadari lampu sudah menunjukkan warna hijau. Klakson mobil di belakang mengejutkanya, membuat kepala tak lagi dihadapkan pada Sunny. Ia berpaling ke arah jalanan. Mengganti gigi. Menginjak pedal gas. Hening sekedip terjadi, terasa sangat panjang.

"Kalau gitu," jeda yang Sooyoung berikan seakan sengaja menembus ruang di antara mereka, "ceritain sama aku kenapa Taeyeon bisa sakit."

Kalimat itu bukan lagi pertanyaan. Sooyoung menodong Sunny dengan sebuah intonasi yang terdengar sangat bossy. Tipikal Sooyoung sekali. Sunny berkedip lamat-lamat. Ini yang Sooyoung mau darimu, Sunny; alasan Taeyeon sakit. Bukan modus karena ingin punya waktu berduaan.

Haha. Masih mau ngarep?

Terasa sedikit sakit pada denyut jantung Sunny setelah itu. Ia masih belum bisa menelan pahit kenyataan yang memaksa masuk ke kerongkongan.

"Em, sebenernya ini privasi, sih—"

"Karena ada hubungannya sama Tiffany?"

Sunny tersedak saliva sendiri.

d e e p  (Sooyoung x Sunny Girls' Generation)Where stories live. Discover now