"Awali dengan lembaran baru." -Ozora Felicia
🌹
"Ini obatnya, Nek." Ozora memberikan beberapa butir obat pil dan obat sirup kepada neneknya yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Saat ini, neneknya harus bergantung pada obat.
"Terima kasih, Sayang," ucap neneknya yang fisiknya tak lagi kuat. Ozora membantunya bangun lalu ia mengambil obat yang diberikan Ozora kemudian meminumnya.
"Nenek harus banyak istirahat, ya. Biar cepet sembuh," ucap Ozora sambil mengusap pelan lengan neneknya itu.
"Iya, Sayang. Nenek enggak apa-apa kok." Dia mengusap pucuk kepala cucunya itu dengan lembut. "Kamu enggak bosen di rumah terus?" tanyanya.
"Em, enggak kok Nek. Bosen dikit deng. Hehe ...." ucap Ozora sambil terkekeh kecil.
"Kamu ini." Neneknya tersenyum melihat cucu manisnya itu.
"Nek, Ozora boleh keluar bentar, enggak? Mau beli makanan." Ozora memang sudah makan, tapi dia masih tetap saja lapar. Tepatnya pengen ngemil.
"Boleh dong, tapi jangan lama-lama ya," ucap neneknya. Bukannya takut sendiri rumah atau tidak ada yang membantunya mengambil sesuatu, tetapi neneknya itu khawatir terjadi apa-apa kepada Ozora karena dia baru saja pindah dari Yogyakarta.
"Siap, Nek. Ozora pamit ya," ucapnya sambil mencium punggung tangan neneknya itu.
"Hati-hati, ya."
Ozora membulatkan jari jempol dan jari telunjuknya, mengacungkan tiga jari kepada neneknya pertanda mengiyakannya. Kemudian dia keluar dari kamar neneknya menuju kamarnya untuk mengambil beberapa lembar uang. Meski sudah berada di rumah neneknya, om dan tantenya akan selalu tetap membiayai pendidikan Ozora dan segala kebutuhannya begitu pula neneknya. Walau begitu, Ozora tidak pernah boros dan menyalahgunakan uang tersebut.
Ozora Felicia adalah seorang anak yatim piatu. Orang tuanya sudah meninggal, mereka mengalami kecelakaan 10 tahun yang lalu. Satu-satunya kenangan dari yang dia punya sejak usianya 6 tahun adalah surat ucapan selamat ulang tahun. Ulang tahun ke-6 sampai ke-17 tahun.
Selama ini dia tinggal dengan om dan tantenya di Yogyakarta. Namun, karena neneknya sudah sakit-sakitan, dia harus pindah ke Jakarta untuk mengurus neneknya.
Ozora memiliki paras wajah yang manis, berbadan tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek dan berkulit putih, yang membuat tak sedikit para cowok di sekolahnya tak henti-henti memandanginya.
Dia punya hobi bernyanyi dan bermain piano. Mendiang ayahnya yang mengajari dasarnya, selebihnya Ozora otodidak.
"Enaknya makan apa, ya? Aku 'kan masih belum hafal lokasi di sini." Ozora bermonolog yang sedang duduk di tempat tidurnya.
"Ah, jalan aja deh. Nanti juga ketemu." Dia pun memutuskan pergi dan berjalan meninggalkan rumahnya.
Ozora memiliki motor yang dia bawa dari Yogyakarta. Namun, dia memilih berjalan kaki. Hitung-hitung olahraga, selain itu mengirit biaya.
Belum jauh berjalan dari rumahnya, Ozora melihat sebuah gerobak jualan yang bertuliskan 'Kebab'.
"Nah kan, tuh ada." Ozora pun menghampiri gerobak jualan itu.
"Bang, kebabnya satu ya," ujar Ozora.
"Siap, Neng. Ditunggu ya," jawab abang penjual kebab itu.
Ozora duduk di bangku menunggu kebabnya siap. Dia mengecek HP-nya, barangkali ada motif masuk. Namun, hasilnya nihil. Dia pun memilih membuka twitter-nya, membaca-baca twitt receh yang menurutnya dapat menghiburnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEOZORA [On Going]
Teen FictionBagaikan bintang Vega dan Altair. Bertemu dan mengenalmu adalah hal yang sulit kuterima. Menjauh pun tidak akan bisa. Kaulah alasannya aku ada. Saat semuanya benar-benar terpisah, akankah kembali lagi? Aku berharap jawabannya adalah iya. Namun jika...