Tidak terasa waktu cepat berlalu. Minggu telah berganti bulan. Sudah dua bulan sejak Nyonya Maria meninggal dunia. Tuan Alex pun sudah kembali seperti biasanya. Ia sempat murung selama seminggu. Namun, dengan berjalannya waktu, Tuan Alex mulai bisa menerima kepergian istrinya.
Hubunganku dengan kedua putra dari Nyonya besar juga semakin baik. Tidak ada masalah sama sekali. Tuan Alfian tetap dengan kejahilannya, sedangkan Tuan Alex yang sedikit lebih dewasa dan lembut.
Ada satu hal yang tidak diketahui satu orang pun termasuk ibuku sendiri. Sudah dua minggu ini aku menjalin hubungan dengan Tuan Alex.
Awalnya aku menolak karena merasa mengkhianati Nyonya Maria. Namun, Tuan Alex tidak mau menyerah. Ia terus berupaya membujukku untuk menerima perasaannya.
Aku pun tidak bisa menyangkal kalau sejak hari pertama datang ke rumah ini, Tuan Alex sudah memiliki tempat istimewa di hati. Namun, aku sadar bahwa itu salah karena ia telah beristri. Untuk itulah, perasaan itu kuredam dan kukubur dalam-dalam.
Namun, kali ini aku tidak bisa menolaknya lagi. Bukankah status Tuan Alex sudah single? Semoga tindakanku ini tidak salah.
Tuan Alex ingin berterus terang kepada kedua orangtuanya, tapi aku melarangnya. Ini bukan waktu yang tepat. Lagipula, hubungan kami baru berjalan dua minggu. Aku masih belum yakin akan dibawa ke mana hubungan ini.
Terlebih lagi, aku takut dengan kenyataan yang diterima nanti. Nyonya dan Tuan besar pasti akan menentang keras hubungan kami. Aku tidak mau ibu mendapat masalah besar karena ini.
Tuan Alfian ....
Sejujurnya, aku juga tidak tega menyakitinya. Namun, hati ini tidak bisa dipaksakan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan aku menjalin hubungan diam-diam dengan Tuan Alex.
"Kenapa melamun, hm?"
Aku terkesiap saat Tuan Alex tiba-tiba sudah berada di samping dan mengecup pipi ini begitu saja. Pisau yang kupakai untuk memotong sayuran sampai terjatuh.
"Tuan?" Aku gelagapan dan langsung celingukan ke sekeliling. "Jangan begitu, Tuan. Nanti ada yang lihat. Saya nggak mau ada masalah."
"Ok. Maaf, maaf." Ia tersenyum manis. Begitu manis sampai rasanya hatiku ikut meleleh. "Keluar, yuk!" ajaknya.
"Ke mana? Tuan, kan, baru pulang kerja. Sebaiknya Tuan Alex istirahat," tolakku halus.
"Aku merindukanmu, Anna. Apa kamu nggak rindu sama aku?" Ia meraih satu tanganku. Menggenggam dan meremas jemarinya dengan lembut.
Aku tersenyum malu dan mengangguk pelan.
"Tapi maaf, Tuan. Saya harus masak untuk makan malam." Aku tetap menolak ajakannya.
Ia mendesah kecewa. Melepaskan genggaman seraya memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Tuan marah?" Aku menyentuh lengannya lembut.
"Nggak. Hanya sedikit kecewa."
"Maaf," ucapku tertunduk.
"Ok, dimaafin. Tapi ada syaratnya."
"Syarat? Kenapa harus ada syarat? Itu artinya Tuan Alex nggak ikhlas, dong," debatku.
"Anggap saja ini hukuman karena kamu nolak diajak jalan." Ia mengulum senyum.
"Baiklah. Apa syaratnya?" tanyaku.
Tuan Alex membungkukkan badan seraya mencondongkan wajahnya ke arahku.
"Kiss." Ia menunjuk pipi kanannya.
"Tuan?" Wajahku menghangat karena ulahnya.
"Kenapa? Ini juga nggak mau?" Ia memasang ekspresi sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna's Love Story
RomanceDua anak majikan sama-sama jatuh cinta kepadanya. Siapakah yang akan Anna pilih pada akhirnya? (Anna's Love Story)