Bab 4 | Dekat

13 4 2
                                    

Raka Putra Ramadhan.

Sesosok laki-laki berperawakan tinggi, tampak tegas namun lembut. Umur Raka baru memasuki 22 tahun. Sebentar lagi laki-laki kelahiran kota Rengat ini akan menyandang gelar S1 nya dibidang Bisnis. Setidaknya itu yang Aisyah ketauhi mengenai sosok didepannya saat ini.

"Kamu baru lulus?"

"Iyaa kak." Aisyah tersenyum canggung. Pertama kali dalam hidupnya duduk satu meja dengan laki-laki yang baru dikenalnya bahkan belum 24 jam, dipinggir taman Andam Dewi. Hanya berdua.

Selama ini Aisyah membatasi soal pergaulannya. Tidak terlalu menerima teman begender laki-laki secara terbuka. Ia sangat teliti dan pemilih ketika berdekatan dengan laki-laki. Itulah sebabnya kenapa gadis ini belum pernah pacaran sejak ia dilahirkan. Dan itu juga penyebab kenapa ia sedikit kaku jika berinteraksi dengan laki-laki yang baru dikenal.

"Santai saja, saya ajak kamu kesini biar rileks bukan tegang begitu." Aisyah mengangguk cepat. Pipinya terasa memanas "M-maaf kak."

"Permisi, Kakak yang tadi pesan air kelapanya?" Raka mengangguk. Anak perempuan yang baru datang dengan dua kelapa muda itu meletakkan pesanan mereka diatas meja dan pamit.

"Minum dulu Syah." Aisyah menurut. Dia merasa sedikit tidak nyaman jika suasananya seperti ini.

"Kenapa kamu nggak ikut kelas Nasional?" Tanya Raka setelah minum.

"Sebenernya aku ikut kelas Nasional kak, jarak 30 meter. Tapi, tiba-tiba aja Pak Dida suruh ganti jadi bare bow biasa. Alasannya, karena tangan kiri aku masih belum terbiasa sama panahannya, lbs aku kan baru naik dari 28 jadi 32."

"Harus banyak latihan lagi." Raka bersandar pada kursi dibelakangnya.

Aisyah mengangguk setuju "Iyaa, kan aku masih baru banget. Diajak ikut lomba juga awalnya kaget banget kak. Tapi karna kita kekurangan Atlet makanya aku ikut dan usaha latihan selama setahun belakangan ini."

"Kalo kakak sendiri gimana? Dipekanbaru ada tempat latihannya kah?" Tanya Aisyah setelah menyelsaikan kalimat penjelasnya.

"Ada, banyak. Bahkan di Pekanbaru ada beberapa Club Panahan." Raka menjawab terdengar sedikit antusias.

"Kakak nggak gabung disana? Aku awalnya sempet nggak percaya sama temen yang lain soal pembahasan kakak sebelumnya. Karna gimanapun, aku emang belum pernah ketemu sama kakak, jadi kukira nggak ada atlet selain mereka yang ada di Club."

Raka tertawa kecil. Gadis ini banyak bicara ternyata, walau terlihat malu-malu.

"Nggak tertarik."

Aisyah mengernyit bingung. Mengurungkan niat ketika ingin bertanya lebih banyak saat manik kembar miliknya tak sengaja menatap Om Dazka berjalan mendekat kearah mereka.

"Aisyah, Ayah kamu telfon." Aisyah menyambut Hp dari tangan Om Dazka.

"Halo Ayah, Assalamu'alaikum." Gadis itu berdiri menjauhi Raka dan juga Om Dazka.

"Dia anak Pak Haikal." Ucap Om Dazka sembari duduk dikursi Aisyah sebelumnya.

"Wah pantes, Raka tadi sempet mikir kalo diliat-liat dia emang rada mirip Om Haikal."

"Dia itu yang disuruh Pak Dida buat kamu ajarin dulu." Om Dazka bersandar pada punggung kursi.

"Pak Dida baru bilang sama Raka semalem Pak, permainan gadis itu memang terbilang baru banget buat ikut perlombaan, tapi dari sini Raka harap dia banyak belajar lagi setelahnya. Biar punya kesan diawal pengalaman." Raka menjeda kalimatnya sebentar

"Tadi Raka sempet perhatiin permainan dia juga pas latihan. Untuk pemula itu lumayan bagus sih, cuma keliatannya lengan kirinya belum terbiasa sama panahan, masih bergetar."

YELLOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang