Bab 6 | Bukan Masalah Besar

7 4 0
                                    

Aisyah terbangun, meraih handphone diatas nakas melihat jam dilayar persegi miliknya. Hampir pukul setengah enam pagi, artinya sholat shubuh sudah lama berlalu. Kebetulan sekali, ia dan Nayla memang belum bisa sholat.

Melirik pada bed disamping, Nayla masih nyenyak tidur. Aisyah jadi tidak tega menyalakan lampu. Lagipula lampu didepan kamar mandi yang sinarnya orange itu cukup sebagai penerang ruangan.

Mengubah posisi menjadi duduk. Aisyah bersungut, setelah melihat kondisi kamar mereka. Sangat berantakan.

Berinisiatif membereskan kekacauan dikamar, Aisyah bangkit. Hal pertama yang dilakukan mencuci wajah, baru merapikan semuanya.

Jam enam pagi tepat. Kamar mereka sudah rapi dengan keahlian tangan Aisyah, setidaknya begitu walau tidak terlalu rapi seperti kamar pribadi. Lagipula, ada beberapa barang Nayla, Aisyah tidak mau mengubah posisinya, takut Nayla mencari.

Karena pertandingan sudah selesai dan pengumuman kejuaraan akan dimulai pukul sembilan pagi. Aisyah memilih keluar dari kamar. Ia berniat melihat-lihat sekitar hotel.

Sakit dua hari belakangan membuatnya terkurung didalam kamar. Biarlah selagi diberi waktu, sudah seharusnya dimanfaatkan. Walaupun belum sepenuhnya pulih, tapi kondisi Aisyah sudah lebih baik dari sebelumnya. Ia tidak mau berlama-lama merepotkan orang lain.

Melewati koridor, masih sepi. Padahal sudah jam enam pagi, pikir Aisyah.

Saat sudah berada dilantai satu, dapat dilihat beberapa staff mulai bekerja. Jangan lupakan Aisyah memiliki kepribadian ceria itu akan dengan senang hati menampilkan senyum secerah matahari pada setiap orang yang ditemuinya, termasuk para staff hotel.

Terus melangkah hingga pintu utama yang terbuka lebar. Kakinya membawa Aisyah sampai disebuah dermaga, tidak jauh dari hotel. Hanya perlu berjalan sejauh sepuluh meter, kamu sudah bisa melihat luasnya lautan Bengkalis.

"Maa Syaa Allah."

Aisyah tak henti-hentinya memuji ciptaan Allah berupa laut terhampar dihadapannya. Ini pertama kali bagi Aisyah melihat laut secara langsung dengan mata kepalanya sendiri.

Angin laut berhembus menerpa Aisyah. Rasa dingin namun menyegarkan bercampur menjadi satu kesatuan dipagi hari yang cerah. Di ufuk barat, matahari mulai naik peredaran.

Aisyah bersyukur, selalu bersyukur atas nikmat hidup yang masih dirasakannya.

Melepas sendal hotel, meninggalkannya diatas  dermaga. Aisyah turun pelan, kakinya gatal sekali ingin merasakan sejuknya air laut.

"Duh! Dingin banget." Aisyah langsung naik kembali. Dingin air laut tidak bagus untuknya dalam kondisi tubuh yang belum sepenuhnya pulih.

"Kamu ngapain?"

Hampir saja, hampir!

Aisyah nyaris terpeleset ketika suara Kak Raka tiba-tiba terdengar diatas sana, didekat sendalnya.

"Sini saya bantu." Raka mengulurkan tangan

"Aisyah bisa sendiri kok kak." Tolak Aisyah merasa sedikit tidak enak. Dengan segara ia naik dan memakai kembali sedal putih itu.

"Kakak kok bisa ada disini?"

Mereka berjalan beriringan kembali kedalam hotel.

"Saya lihat kamu dari dalam kamar tadi, nggak sengaja pas buka jendela. Air lagi pasang kalau pagi, jadi jangan coba-coba ngulangi lagi, ombak juga besar, bahaya!" Raka coba mengingatkan.

"Aku nggak tau kak hehe."

.

.

.

YELLOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang