6 bulan kemudian
"Kakek... Singto datang lagi" kataku bersemangat. Aku memang dekat dengan kakekku ini waktu kecil. Walaupun aku hanya sebentar mengenal kakek tapi semua kenangan itu sangat berkesan untukku. Kakekku sangat ramah dan ia menyayangi anak kecil. Dari yang aku dengar dari Mae, kakek sering menyumbangkan kekayaannya untuk anak kurang beruntung di panti selama kakek masih hidup. Itulah kebiasaan kakek yang diwariskan pada Pho dan Maeku.
"Nah, Kek. Sing belikan bunga yang banyak, supaya makam kakek wangi. Ini, Sing juga membelikan dupa yang baunya lumayan enak. Tidak seperti dupa bulan lalu."
Aku membayangkan bau dari dupa yang kubeli bulan lalu langsung ingin muntah. Baunya sungguh pekat dan memuakkan. Aku menabur bunga dan menyalakan dupa lalu berdoa.
"Kek, aku sudah menyelesaikan tugas-tugasku. Aku masih belum tau mau magang dimana, Kek. Tapi Mae memintaku untuk magang di perusahaan keluarga. Bukankah itu bukan ide yang bagus, Kek? Maksudku. Aku kan harus berkembang, kalau aku terus di lingkup keluarga bukan kah aku tidak akan mandiri? Maka dari itu aku sepertinya tidak akan magang di perusahaan keluarga. Tidak masalah kan, Kek?"
Aku mengusap kubur Kakek.
" Aku berjanji, Kek. Aku akan belajar dengan baik dan menggantikan Mae memimpin perusahaan keluarga. Aku tahu Kakek bersusah payah mendirikannya, Pho sudah mati-matian mempertahankannya saat perusahaan di ambang kebangkrutan, dan sekarang Mae sudah berperluh untuk membangun kembali kepercayaan pemegang saham. Aku akan membuat Kakek bangga" kataku yakin sambil menatap nisan Kakek. Lalu aku mengalihkan ke makam di sebelah kakek.
Aku berdiri dan menabur bunga juga menyalakan dupa dan berdoa.
"Au Phi. Bagaimana kabar Phi? Apa Phi sudah mulai bahagia? Apa kemarin keluarga Phi mengunjungi Phi? Phi tahu, makam Phi sekarang tidak mengeluarkan aura kesedihan dan sepi. Apa Phi suka saat aku kemari?"
Aku tersenyum.
" Bodoh. Bicara dengan nisan" aku menengok dan mendapati seorang berdiri diantara nisan sambil bersandar di tembok belakangnya. Dia menatapku datar.
Seorang pria dengan pakaian merah dan sedikit putih, dilapisi jaket hitam serta celana hitam.
"Phi, sejak kapan ada disana" kataku. Ia menoleh ke samping saat aku menatapnya. Memangnya apa dalahnya bertanya.
"Phi?" Panggilku.
"Phi" panggilku sekali lagi. Dia menoleh dengan heran. Kepalanya memutar seperti mencari sesuatu.
"Kamu ngomong sama aku?" Katanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Aku mengangguk.
"Kamu bisa lihat?" Katanya mulai mendekat. Aku mengangguk lagi dan berdiri.
"Bisa dong. Emangnya kamu hantu" kataku.
Deg.
Atau jangan-jangan dia memang hantu. Eh... Nggak mungkin. Kan aku tidak spesial seperti Mae, mana mungkin aku bisa melihat hantu. Bicara pula.
"Memang" katanya santai. Aku menutup mulutku. Aku berjalan sedikit ke arahnya. Tanganku terkulur untuk menyentuh telapak tangannya. Dan dibalas tatapan datar.
Shit.
Umpatku saat tanganku benar-benar tak dapat menyentuhnya. Aku mundur beberapa langkah begitu pula ia yang maju mengikuti jumlah langkahku hingga aku jatuh terduduk. Ia membungkukkan badannya sampai wajahnya terlihat sangat dekat olehku. Reflek aku menutup mataku.
"Apa kamu takut?" Aku membuka mata dan tak sengaja menatap matanya. Mata yang sangat jernih. Untuk beberapa saat rasanya waktuku berhenti berputar.
