1 - Perlakuan Yang Sama

36 4 0
                                    

Hening menghiasi ruangan yang selalu disebut dengan perpustakaan. Beberapa siswa siswi lebih memilih untuk pergi keperpustakaan dibanding kekantin. Karena mereka tahu, waktu bukanlah untuk sekedar disia-siakan.

"Buku paket matematika udah, fisika udah, kimia udah, bahasa inggris udah, bahasa indonesia udah, Satu lagi harusnya, tapi buku apa ya?"

Seorang gadis itu tampak berpikir. "Oh iya, biologi."

Langkahnya kini menuju kerak buku bagian ilmu pengetahuan alam. Sesekali ia mengambil buku biologi yang cocok untuk ia baca.

"Nah ketemu!" seru gadis itu bangga.

Gadis itu kini melangkah pergi menuju kemeja untuk membaca keenam buku itu. Tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang cowok yang sedang berdiri tegak dengan buku ditangannya.

Mata gadis itu meleleh seketika, entah kenapa kakinya seakan memaksanya pergi menghampiri cowok yang sedang asyik membaca buku ditangannya itu.

"Hei," sapanya.

Tapi tidak ada jawaban sama sekali.

"Hei,"

Masih tidak ada.

"Hello," ia melambaikan tangannya tepat didepan wajahnya.

Cowok itu menoleh. "Apa?"

Ezil mengulurkan tangannya. "Kenalin, nama gue Vanezilla Mey Taqia, biasa dipanggil Ezil, kelas 11 Ipa 1."

Ya, dia adalah Ezil, gadis yang selama ini mencari perhatian dan berusaha mengejar demi mendapatkan hati seorang cowok yang baru saja ia sapa.

"Oke," jawab cowok itu dingin dan langsung pergi meninggalkan Ezil tanpa membalas uluran tangan dari Ezil.

"Lha, pergi lagi dia?"

Ezil menghela napas panjang melihat betapa miris dirinya diperlakukan seperti apa yang pernah cowok itu lakukan seminggu yang lalu.

***

Ezil menjatuhkan pantatnya kasar keatas kursi miliknya sambil melipat kedua tangannya didada lalu menyenderkan tubuhnya kekursi. mulut yang terangkat keatas membuat Pelangi--sahabat Ezil bertanya.

"Kenapa lagi lo, Zil?"

Ezil menggidikkan bahunya dengan kesal.

"Oh, gue tau nih, pasti gara-gara dia lagi kan?" tanya Pelangi.

Ezil mengangguk lemah.

Pelangi berdecak. "Lo ketemu dia lagi tadi diperpus?"

Ezil mengangguk.

"Lo kenalin diri lo lagi?"

Ezil mengangguk.

"Terus dia bilang Oke, habis itu, pergi?"

Ezil mendesis pelan. "Kok lo, tau sih?"

"Ya tau lah, Zil. Menurut gue, itu semua udah jadi makanan keseharian lo!" jawab Pelangi.

"Gitu ya?"

"Ya iya, coba lo pikir," Pelangi menatap Ezil. "Berapa kali lo kayak gitu ke dia?"

Ezil menghela napas. "Banyak. Sampai tak terhingga,"

"Lo juga berapa kali udah cerita ke gue?"

"Banyaaaaaaaaak, Pelangi!" jawab Ezil malas.

Pelangi mengangguk angguk. "Oh, banyak ya?"

"Iya, Pelangi alangkah indahmu!"

"Dan lo gak capek ngelakuin itu semua?"

Ezil menggeleng.

"Kadang gue heran, otak lo sebenarnya terbuat dari apa sih? Gak capek apa ngejar dia mulu?"

"Gue harus jawab yang mana dulu, nih?"

Pelangi menoleh. "Gak usah dijawab, gue udah bosen sama jawaban lo!"

Ezil mendesis pelan mendengar jawaban Pelangi.

Vanezilla Mey Taqia, seorang gadis cantik yang memiliki kepintaran diatas rata-rata, memiliki cita-cita sebagai seorang dokter, dan termasuk gadis yang kemauannya harus bisa ia dapatkan.

Untuk masalah masa depan Ezil memang sudah bisa menyiapkan dari sekarang. Dengan cara Ezil mendalami keenam buku yang sempat ia baca pada waktu istirahat tadi, itu sudah menunjukkan kalau Ezil benar benar ingin melanjutkan kuliahnya di universitas jurusan kedokteran. Dan dia menginginkan kesuksesan yang selalu ia impikan.

Bagaimana dengan masalah percintaan?

Yang jadi pertanyaan disini adalah, kapan dia bisa menjadi layaknya seekor lebah seperti dirinya? Kenapa dia tetap saja bersikap layaknya bunga yang hanya diam saja tanpa mau mengejar. Astaga, Ezil berharap dirinya dan dia bisa bertukar posisi. Supaya Ezil juga bisa merasakan bagaimana rasanya dikejar.

Sampai disini ngerti?

***

Bel istirahat kedua sudah berbunyi, saat ini Ezil sedang berada di toilet karena mengantarkan Pelangi yang tiba-tiba mendapat panggilan alam.

"Kenapa ya, setiap gue liat dia, hati gue bawaannya adem mulu." ujar Ezil sambil menatap lurus seorang cowok yang bernama lengkap Jevranichol Zoey yang sedang memantulkan bola basketnya dilapangan.

Pelangi memutar bola matanya malas. "Zil, udah, gue bosen denger lo ngomong begitu terus!" ucap Pelangi sambil menutup kedua telinganya rapat-rapat.

Seorang Ezil saat ini memang sedang memperjuangkan apa yang ia inginkan. Dan itu harus ia dapatkan. Contohnya seperti dia, Jevranichol Zoey. Cowok yang sudah menarik perhatian Ezil sejak kelas sepuluh.

Ezil mendesis. "Parah lo, Ngi, temen sendiri gak didukung."

"Vanezilla, dengerin gue.." Pelangi menatap kedua mata Ezil. "Bukannya gue gak ngedukung lo, bukan, tapi ya gitu,"

"Gitu gimana?" tanya Ezil.

"Ya gitu, gue bosen sama yang lo lakuin kedia, gue bosen sama yang lo ucapin tiap hari buat dia."

"Terus gue harus gimana?"

"Lo bisa berhenti dekatin Nichol?"

Uhuk Uhuk

Ezil tiba-tiba tersedak ludahnya sendiri karena mendengar ucapan Pelangi.

Pelangi berdecak. "Keselekkan lo! Sukurin!"

Ezil memegangi lehernya yang terasa sakit. "Temen sendiri disukurin, jahat!" ucap Ezil. "Mana bisa gue berhenti sebelum keinginan gue terwujud."

"Kalo gitu caranya, mending tadi lo gak usah tanya gue!" ucap Pelangi yang langsung melenggang pergi.

"Yaah, ditinggal gue." gumam Ezil. "Nichol, tunggu gue ada dihatimu ya, Bye!" Ezil melambaikan tangannya kearah Nichol.

Banyangkan saja orang gila, maka itu sudah jelas untuk menggambar kelakuan Ezil saat ini.

***

Ezil berusaha mengimbangi langkah Pelangi, namun Pelangi sengaja mempercepat langkahnya.

Sialan!

"Pelangi, ih, tungguin gue napa." rengek Ezil yang masih setia berjalan dibelakang Pelangi.

Pelangi berhenti berbalik lalu menatap Ezil.

"Apa?" tanya Ezil sinis.

"Lo yang apa?" tanya Pelangi yang tak kalah sinis.

"Gue gak papa."

"Yaudah,"

"Yaudah apa?"

"Yaudah gak usah bacot!" jawab Pelangi yang langsung pergi meninggalkan Ezil lagi.

Sialan!

***

SIAP UNTUK LANJUT GAK KIRA-KIRA?

MELLIFERA [HIATUS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang