4 - Jodoh Kali

9 1 0
                                        

Ezil menekan kebawah pintu rumahnya. Alhasil, pintu terbuka sangat lebar. Ezil menghela napas menampilkan rumah yang kini hanya tinggal kenangan. Rumah yang dulunya ramai kini menjadi sepi. Ezil benar benar merasa hidup dalam kegelapan.

Ezil merebahkan tubuhnya disofa. Memejamkan matanya. Ingatannya berputar, menampilkan kejadian 3 tahun yang lalu. Dimana ia harusnya fokus menghadapi ujian kelulusan tapi malah dibuat tidak fokus karena mengingat kedua orang tuanya yang akan berpisah.

"ARHGGGSS!!" Ezil berteriak frustrasi.

"Ezil." panggil seseorang sambil menepuk bahu Ezil.

Sontak Ezil langsung menoleh. "Bunda?"

"Bunda duduk boleh?" tanya Metta--Bunda Ezil.

Ezil mengangguk cepat. "Boleh, Bun. Bunda udah pulang?"

Metta tersenyum. "Udah,"

Metta saat ini memang disibukkan dengan Toko Buku nya yang lumayan besar.

"Kenapa?"

"Hah?"

"Ezil kenapa teriak teriak?" tanya Metta lembut.

Ezil menyengir menunjukkan deretan giginya. "Nggak, Bun, Ezil cuma capek aja." jawab Ezil jujur.

"Ezil gak lagi mikirin keluarga kita kan?" tanya Metta.

Jleb

Seketika tubuh Ezil dihampaskan oleh ombak yang sangat besar dan kuat yang mampu menghanyutkan tubuh mungilnya.

"Iyakan?" tebak Metta lagi.

Ezil hanya mengangguk.

"Ezil, sini liat Bunda," Metta mengambil alih kepala Ezil untuk menatapnya. "Ezil sekarang udah kelas berapa?" tanya Metta.

"Sebelas,"

"Lalu kenapa Ezil gak belajar?" tanya Metta.

Ezil menghela napas. "Ezil setiap malam belajar, Bunda."

Metta tersenyum. "Bagus,"

"Terus?"

"Terus kenapa Ezil memikirkan apa yang gak harus Ezil pikirin?" tanya Metta.

Benar, Bundanya ini ada benarnya juga. Mengapa ia harus memikirkan apa yang tidak harus ia pikirkan?

"Ezil cuma kangen dulu, Bun."

"Masa lalu gak perlu dikangeni dan dipikirkan, Ezil. Masa depan yang harusnya Ezil pikirin." jelas Metta.

"Mm.. Gitu yaa, Bun."

"Iya, Ezil Harus Fokus dengan masa depan Ezil dan cita-cita Ezil."

Ezil mengangguk.

"Ezil bentar lagi juga mau ujian kenaikan kelaskan?" tanya Metta.

"Iya, Bun."

"Yaudah, Ezil bener bener harus fokus, gak boleh main main, ngerti?"

"Kalo main cinta cintaan boleh gak, Bun?" tanya Ezil malu malu.

"Boleh, asal jangan kelewat batas."

"Okey, siap!"

***

Tiga jam pelajaran berlangsung, tiga jam pula Ezil dan Pelangi merasakan kebosanan tingkat dewa.

"Ngi, kantin yuk!" ajak Ezil.

Pelangi menatap Ezil. "Tumben."

"Ck, gue lagi gak kepengen ke perpus." jawab Ezil. "Uang gue makin hari makin numpuk gak kepeka buat jajan."

MELLIFERA [HIATUS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang