4. Kyoto and The Promises (I)

36 0 0
                                    


Liburan masih terus berlanjut. Jelas. Siapa sih yang mau menyiakan waktu liburan dengan hanya rebahan di hotel dan gak ngapa-ngapain. Jelas bukan Senja jika ia tak memanfaatkan waktunya dengan kembali berkonsultasi dengan Naren perihal skripsinya. Lagi dan lagi. Pokoknya pulang dari Jepang harus segera seminar proposal. Titik. 

"Jadi Kak, aku udah cari referensi semalam. Ini bagus enggak buat dimasukin ke latar belakang?" tanya Senja padahal mereka masih berada di kereta menuju Kyoto. Senja menunjukkan jurnal yang dirinya download semalam dari ponselnya. Naren meraih ponsel Senja, membaca sekilas jurnal yang Senja download. "Yang kamu tandai ini yang mau kamu masukan di latar belakang?"

Senja mengangguk. "Iya kak."

"Ini jurnalnya gak tepat. Coba kamu cari yang lain lagi. Dan seperti yang saya bilang kemarin ke kamu, harus runtut dan terperinci latar belakangmu jadinya sekali baca itu paham bagaimana skripsi kamu. Langsung jelas. Kenapa kamu pilih komoditasnya kan sudah semalam kamu tulis, dari segi agronomi, ekonomi, dan segi kandungan nutrisinya kan juga udah. Sekarang kenapa kamu mau mengembangkan metode modifikasi ini ke komoditas. Kamu cari ya kelebihannya kenapa? terus sudah ada penelitian-penelitian serupa atau belum." Naren menjelaskan panjang lebar. Senja mengangguk-anggukan kepalanya paham. 

"Terus kamu kan udah tahu tujuan dan manfaat penelitian kamu ini mau apa, kamu tulis di paragraf terakhir latar belakang ya." 

"Oke, Kak." Senja tersenyum cerah, "Menurut kak Naren, aku bisa seminar habis pulang dari sini enggak?"

"Iya bisa." kata Naren mantap. "Kalo gitu kasih aku hadiah ya kak kalo aku berhasil seminar proposal." pinta Senja. Matanya memandang Naren berharap. "Iya." 

Dan Senja kembali fokus pada ponselnya sementara Naren menatap keluar jendela kereta. Memandang rumah-rumah yang dilewati dan langit pagi yang mulai cerah. Lagi-lagi mereka sampai di kota tujuan ketika pagi menjelang. Lalu Naren menoleh menatap ke arah Senja, tersenyum tipis dan menatap kembali ke arah jendela. Sepertinya sedikit tergesa jika Ia bilang bahwa Senja cukup menarik baginya. Nyatanya gadis itu dan sifat bar-barnya justru membuat ia terasa lebih hangat. 

.

.

Tujuan pertama mereka berdua di Kyoto adalah Arashiyama. Menyusuri jalan setapak dengan pohon-pohon bambu disamping kanan-kiri, jangan lupakan udara yang terasa sejuk. Membuat Senja tersenyum lebar. Sedari tadi kameranya tak berhenti memotret. Puas menyusuri hutan bambu selama hampir sejam, akhirnya mereka memutuskan naik perahu menyusuri sungai Hozugawa. 

Naren mengulurkan tangannya membantu Senja naik ke perahu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naren mengulurkan tangannya membantu Senja naik ke perahu. Air sungai yang jernih dan daun-daun yang menguning semakin memanjakan mata. Senja menengadahkan tanganya menangkap daun maple yang berguguran. Lantas ia memberikan daunnya pada Naren. "Kak, buat kenang-kenangan dari aku. Maple dari Senja."

Naren mengamati sejenak maple dari Senja lalu memasukkannya dalam kantong jaket. Lelaki itu ikut mendongakkan kepala, mencari maple yang mungkin akan mengenai wajahnya. "Ini maple dari saya. Kenang-kenangan." dan Senja langsung menerimanya dengan semangat. "Bakalan aku simpan baik-baik. Sampai kita ketemu lagi setelah aku pulang, nanti aku masih simpan daun maple dari Kak Naren."

Perahu yang mereka tumpangi semakin berjalan ke tengah. Bukit-bukit yang asri dan lagi-lagi membuat Senja kagum. "Kak ayo kita foto bareng." mengambil foto dengan kamera depan ponselnya, Senja mengangkat dua jarinya. "Kak Naren, mau nggak nunggu aku lulus kuliah terus aku bisa bilang aku suka sama kakak?" 

Senja menatapnya berharap, "Karna kalo sekarang aku merasa gak pantas kalo bilang suka sama kakak. Lagian kita juga baru ketemu berapa hari." 

Senja merasa pipinya memanas. Jelas, ia tak pernah confess  terlebih dahulu selama seumur hidupnya. Tapi Ia merasa hatinya jatuh untuk memilih Naren yang baru ia temui tiga hari yang lalu. Lagipula ia tak tahu kapan lagi bisa bertemu dengan Naren jika Ia sudah pulang ke Yogyakarta. Mungkin entah berapa tahun kemudian ia juga tak tahu, jadi Senja memilih mending ia ungkapkan saja sekalian perasaan tertariknya pada Naren. Anggap tiga hari lagi waktunya di Jepang sebagai masa pendekatan dengan Naren. Jika berjodoh, Senja yakin dimasa depan ia akan bertemu kembali dengan Naren dengan kisah yang berbeda dengan perasaan yang semakin besar harapnya. Dan juga terbalas seharusnya. 

"Boleh gak kalo sisa tiga hari nanti anggap aja aku lagi pendekatan ke Kak Naren? Kalo kakak gak suka gausah diungkapin dulu kak, biar aku gak galau." 

Naren masih diam. Menatap Senja dengan seksama sebelum senyumnya melebar hingga memperlihatkan lesung pipinya. "Oke, kalau begitu." Naren meraih tangan Senja, membawanya ke genggamannya dan memasukkannya ke dalam kantong jaket. 

"Kalau begitu anggap juga saya lagi pendekatan sama kamu." Kata Naren kemudian. Senja membuang mukanya ke arah lain, merasa pipinya memanas dan merona. Ah, sudah lama ia tak merasa seperti ini. 

"Kak?" panggil Senja lagi.

"Ayo buat perjanjian!" ujarnya dengan semangat, "Mulai dari jangan pake Saya-kamu gimana? biar gak kaku."

"Oke." Naren mengangguk setuju. "Adalagi Senja?"

"Anggap tiga hari kedepan kita kaya lagi pacaran gimana? setelah itu yasudah." Senja mengusulkan, "Seperti pacaran itu bagaimana?" tanya Naren bingung. Jelas lelaki itu sudah lama tak pacaran. Terakhir kali yaitu lima tahun yang lalu. 

"Ya anggap aja lagi liburan kaya orang-orang pacaran pada umumnya, gandengan tangan, mengucapkan selamat pagi, selamat malam."

"Nanti kalo aku pulang, antar aku ke Bandara ya, Kak." lanjut Senja. 

"Iya, Senja." 

Maka setelah kesepakatan mereka itu, Naren selalu menggandeng tangan Senja ketika mereka berjalan beriringan. Berkeliling Kyoto dengan bahagia dan sesekali melontarkan guyonan tak lucu. Mengetuk pintu kamar masing-masing hanya untuk mengucapkan selamat malam sebelum terlelap dalam tidur dan menyapa di pagi hari dengan senyum merekah. 


TBC 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Scripshit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang