CHAPTER 3

19 3 3
                                    

 Aroma Nasi Goreng buatan ibu tercium lezat. Semua sudah berkumpul di meja makan kecuali Eleana. Vallen bilang ia tidak ada di kamarnya maupun di ruangan lain. Lalu ibu menyuruhku dan Vallen mencarinya lagi. Dan benar kata Vallen, Eleana tidak ada dimanapun. Ibu masih tetap tidak percaya, ia mengecek semua ruangan sendiri. Ibu langsung menyuruh kami untuk mencari Eleana di luar.

Kami langsung berpencar keliling hingga tengah malam, tapi hasilnya nihil. Kami beristirahat sejenak di pinggir jalan.

"Jadi, ketemu gak?" tanya Vallen. Aku menggeleng dan menghela nafas. "Terakhir kali aku lihat dia langsung lari ke kamar bermain dengan bonekanya. Bagaimana dengan kakak?"

"Sama saja" Vallen menghela nafas. Hening sejenak. Di depan kami terdapat kafe yang buka dua puluh empat jam.

Vallen bangkit, "Karena gak sempat makan Nasi Goreng ibu, mau Thai Tea?"

"Boleh" jawabku. Vallen langsung berlari kecil dan memesan minuman. Tentang Eleana, aku teringat kabut tipis dan seberkas kunang–kunang di bawah kamar Eleana. Kalau di pikir–pikir, Eleana tidak suka serangga.

"Oi, oi. Kak Zen, nanti ada yang lewat. Sadar" Vallen menyadarkanku dari lamunan dan memberikan Thai Tea. Lalu Vallen memeriksa peta digital di ponsel.

"Vallen" panggilku.

"Hmm?"

"Saat aku meliwati kamar Eleana ada sesuatu yang janggal?"

"Apa maksudmu?"

"Di bawah pintu kamarnya keluar sesuatu seperti...kabut atau awan tipis dan kunang–kunang. Lalu saat aku masuk, lantai kamarnya penuh dengan sisa kabut  itu, juga sebuah pin bergambar bintang bersudut empat"

"Bintang bersudut empat?" wajahnya memucat. Aku mengangguk pelan. "Kakak membawanya?"

"Aku simpan di lemariku"

"Lupus sialan!" ia bergumam pelan dan bangkit.

"Ha?!"

Ia langsung berlari dengan kesal, "Ayo, pulang! Tidak ada gunanya kita mencarinya di luar!"

"Tunggu dulu, siapa Lupus?" aku langsung berlari. Aku harap aku melihatnya dengan jelas, apa itu air mata di wajahnya.

●●●

"IBU!!!" teriak Vallen, ia langsung memeluk ibu yang tadi memandangi jendela dengan memegang foto Eleana.

"Ada apa kalian menemukan Eleana?" aku menggeleng. Vallen masih memeluk ibunya. "Baiklah, kalian istirahat dulu. Kita cari besok"

"Uh, ibu" ibu menoleh sambil mengelus kepala Vallen. "Siapa Lupus?"

Ibu terdiam, tidak menjawab pertanyaanku. "Cepat, tidur! Ini sudah larut!"

Aku langsung pergi ke kamarku tanpa membantah ibu. Aku mengambil pin itu dan menghempaskan tubuhku di ranjang. Aku mengamati pin itu dengan seksama. Eleana menghilang dan tidak ada di mana–mana, pin ini dalam kamar Eleana. Tapi bonekanya tidak ada.

Ada gambar bintang beraudut empat dengan ukuran yang lebih kecil di tengah–tengah pin. Saat aku menekannya, tiba–tiba pin itu melayang dan membuat sebuah cincin tipis yang besar dan bercahaya.

 Cincin itu menyedot semuanya benda–benda di kamarku. Aku jatuh ke lantai dan menunduk. "IBUU!!!"

"VALLEN!" pengelihatanku buram dan ruangan terasa berputar.

BRAK! Vallen membanting pintu. Tangannya, TANGANNYA!

MARIONET [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang