CHAPTER 5

20 4 2
                                    

 Kami terjatuh dan mendarat di sebuah rawa. Vallen berteriak dan setengah tenggelam. Aku merangkulnya. "Dasar gendut! Gak bisa berenang lagi!"

"Aku berat bukan karena banyak makan. Juga, aku belum di upgrade" aku mencoba berenang lurus karena tidak ada daratan di sekitarku.

"Bicara apa kamu ini?!" tiba–tiba terdengar aneh dari dasar rawa. "Suara apa itu?"

"Mungkin suara kentut kakak" Vallen bicara asal. Aku tidak menghiraukan ucapan Vallen dan tetap berenang.

"Kakak!" di belakang melompat seperti ekor ikan dengan mulut di penuhi taring. Vallen refleks mengeluarkan pistolnya dan menembak di badannya, tapi itu tidak mempan. Ia kembali ke dalam air, "Lebih cepat!"

"Aku ini bukan Jet Ski!" aku berenang secepat mungkin dan ikan itu sudah mendahuluiku. Ia melompat dan dari arah jam dua melesat sebuah peluru menuju ikan itu. Peluru itu meledak dan kami terlontar. Vallen hampir terlepas dari rangkulan.

Ikan itu mati dan tenggelam, sebuah perahu mendekat. Dan seorang perempuan mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan. Kami naik ke perahu dan duduk menggigil. Mereka menawarkan makanan dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Aku hanya diam dan menerimanya. Mereka juga memberikan alat kecil dan menyuruhku memakainya di telinga.

"Apa kau mengerti yang kami ucapkan?" tanya perempuan tadi. Aku hanya mengangguk. "Hai, namaku Varya. Dia Ryu, kalian juga bisa panggil Zora" ia menunjuk laki–laki yang sedang mendayung kapal dengan rambut terikat ekor kuda.

"Varya, Zora?" Varya mengangguk dan Zora menoleh.

"Nama kalian siapa?"

"Dia Zen dan aku Vallen" jawabnya singkat.

"Jadi, bagaimana kalian bisa kesini?"

"Seseorang menginjak sebuah pin dan berakhir di rawa aneh ini" aku melirik Vallen.

"Itu karena kamu tidak memberikan pin itu! Kalau kamu memberikannya, mungkin aku tidak akan basah kuyup!" Vallen membalas.

"Oh, pertengkaran kakak–adik, ya?" ia tertawa pelan.

"Kenapa tidak bertarung sekalian? Kalian boleh pakai katana–ku" Zora masuk dalam percakapan.

"Zora!" hening sejenak.

"Jadi dimana kita?" tanyaku.

"Selamat datang di masa lalu, dimana legenda, mitos dan misteri tercipta. Dan sekarang kalian berada di Rawa Kematian" Varya dengan mudah tersenyum menjelaskannya, kami berdua terdiam.

"Rawa Kematian? Karena ikan itu?" tanya Vallen.

Varya mengangguk, "Bukan karena itu saja, ada makhluk aneh yang tinggal di pinggiran rawa. Makhluk itu sangat kanibal! Juga ada roh jahat yang bergentayangan. Jangan khawatir ini masih siang dan kalian aman bersama kami"

Suasana hening kembali. "Apa salah satu anggota keluarga kalian hilang dan mencarinya di sini?"

"Tidak, sebenarnya kami dalam misi untuk mencari orang–orang yang hilang dari waktu semestinya. Mereka berasal dari berbagai negara yang menghilang secara misterius, kebanyakan jejak terakhir berada di ruangan pribadi mereka dengan sebuah pin bintang empat sudut"

"Bagaimana kalian tahu kalau..."

"Bersiap untuk mendarat!" Zora mengingatkan dan menunjuk sebuah pelabuhan kecil. Varya bangkit dan mengambil tasnya, ia memberikan sebuah lingkaran perak pipih. Vallen memakaikan di bajunya, dan bajunya kering seketika. Dan muncul jubah dari lingkaran perak itu. Aku melakukan hal yang sama.

Kami turun dari perahu, pelabuhan ini sangat sepi hingga kayunya berlumut. Di depan pohon–pohon menjulang tinggi dengan kayu yang besar dan kokoh.

"Apa kita harus melewati hutan ini?" protes Vallen.

"Tidak ada yang instan, kecuali mie instan. Bersabarlah, di sebelah sana ada sebuah desa" jawab Zora dengan datar.

"Sepertinya ini bukan hutan..." tambah Varya.

MARIONET [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang