Matahari telah menampakan sinarnya dari ufuk timur, cahaya terangnya berusaha memasuki celah-celah ruangan yang terkena cakupannya.
Akibat kegiatan semalam, Jimin masih terlelap dalam tidurnya meski jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Tangannya bergerak mencari sosok yang berada tepat disampingnya, seseorang yang ikut masuk dalam permainan liatnya semalam. Mendekat dan mulai mengikis jarak diantara mereka, lagi.
Posisinya yang membelakangi Jimin, membuat Jimin merangkul dari arah belakang tapi siapa sangka tangan Jimin tak sengaja menyentuh benda kenyal itu. Namun kali ini Jimin menahannya tak ingin merusak momen manisnya pagi ini dengan membangunkan gadis ini.
Jeeya merasakan kehangatan pada punggung nya dan mulai bergerak gelisah, matanya menampakan ciri akan terbuka sebentar lagi. Mengerjapkan kedua kelopak matanya, menyeimbangkan cahaya yang masuk pada retinanya. Namun yang terlihat pertama kali adalah tangan seseorang yang merangkulnya dari arah belakang sontak Jeeya terkejut dan menyingkirkan tangan itu dengan kasar.
"Aw hei" keluh Jimin sesaat setelah Jeeya menepis tangannya.
Jeeya bergerak begitu tak nyaman dan mulai menjauhi Jimin dengan menutup bagian atasnya yang terbuka dan mungkin saja sempat terlihat oleh Jimin.
"Jee...." panggil Jimin pelan, melihat Jeeya yang nampak begitu terkejut Jimin mulai mendekat kearah Jeeya yang hampir berada pada ujung ranjang.
"Apa yang kau lakukan padaku?" tanya Jeeya dengan tatapan sendu yang diyakini sebentar lagi akan menangis.
"Maafkan aku."
Jimin menunduk dengan Jeeya yang mulai menangis tersedu.
"Aku akan bertanggung jawab,"
Jeeya yang masih menangis dan mulai menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal Jimin tanpa memikirkan Jimin yang juga ada pada selimut itu, sama-sama tidak memakai sehelai benang pun. Tapi Jeeya menarik selimut itu dan mungkin saja akan habis pada daerah Jimin.
"Hei, berhentilah menangis."
Kali ini Jimin menarik selimut yang menutupi Jeeya dan membawa sang gadis pada dekapannya.
Tanpa ada penolakan meski Jeeya yang begitu kaku untuk ditarik, Jimin merangkul Jeeya dengan kulit tubuh mereka yang saling bersentuhan.
"Kau percaya padaku 'kan? Apapun yang terjadi?" Jimin membelai surai coklat milik Jeeya.
Jeeya menatap Jimin. Ingin mengatakan sesuatu hanya saja lidahnya begitu kelu untuk mengatakannya. Tapi siapa sangka Jimin terlebih dahulu membuat bibir Jeeya bungkam dan benar-benar tak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
Dengan mata terpejam Jimin begitu intens memberikan isapan-isapan diantara persatuan bibir mereka dengan saliva yang mulai bersatu.
Jeeya mendorong sedikit dada bidang milik Jimin, memberikan tanda bahwa ia memerlukan oksigen akibat cumbuan Jimin yang yang tidak memiliki jeda sama sekali.
"Kau akan selalu menjadi milikku."
Perkataan Jimin benar-benar membuat Jeeya terkejut dan heran bukan main, apakah Jimin kali ini benar-benar mengatakannya dengan tulus?
"Aku tidak sempurna seperti Aery, Jim. Aku tidak pantas bersamamu"
Jimin menangkup kedua pipi milik Jeeya dan mulai menariknya, mendekatkan kedua kening mereka hingga berbenturan halus.
"Apapun yang terjadi aku akan selalu memilihmu." jawab Jimin mantap.
Jeeya kembali menitihkan air mata
"Aku percaya padamu Park Jimin."
Jimin tersenyum memperlihatkan eye smile yang menjadi ciri khasnya, menampakan ketulusan dari wajah Jimin.
Jimin mengusap air mata yang sempat membasahi pipi milik Jeeya,
"Kau adalah milikku, hanya milikku. Apapun yang terjadi tak ada yang akan mengubah perasaanku."
[]
Segini dlu ya ntr di chap berikutnya bakal lebih seru ye 👉🏻👈🏻🙂
-Berthor 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Could We?
Fiksi Penggemar[Park Jimin Fan Fiction] Setelah enam bulan lamanya, Jimin kembali datang menghancurkan semua harapan dan menggores lagi luka yang telah lama sembuh. *** Sebelumnya Jimin adalah laki-laki paling menyebalkan yang pernah Jeeya temui namun ada saat di...