1

8 0 0
                                    

Sudah 5 tahun aku mengeluh dan menghamburkan pesawat-pesawat kertas tanpa harapan. Yang akhirnya pasti sirna ditelan setengah matahari sang pengakhir siang.

Selama itu pula tak melakukan apa pun bagai bangkai yang siap dimakan burung gagak.

Aku tak takut pada hidup dan cemoohan orang yang tak punya otak. Biarlah cuitan itu melayang dan berlalu-lalang.

Bagai suatu pepatah yang telah kupeluk sejak lama. Dan kunobatkan sebagai pedoman bagi hidupku yang hitam-kelam lima tahun belakangan ini,

"Anjing menggonggong kafilah berlalu."

***

"Oi, bunga mataharimu itu tak akan sanggup lagi berfotosintesis. Mau sampai kapan kau sirami ia?"

Aku hanya tersenyum miris, menoleh dan menatap tajam si Petir yang kukuh itu.

Kini aku seperti pengidap depresi akut yang hanya menunggu waktu untuk bunuh diri. Aku terharu saat menatap sorotan mata balasannya terhadap tatapan pembunuhku ini.

"Jangan berani-berani kau terjun dari sini! Kasihan penghuni yang lain. Sudah kumuh, kotor, jangan kau tambah pula dengan dedikasi kata angker!"

Ia melesat pergi. Aku memang sedang berdiri di jendela kamar lantai empat. Di sebuah bangunan untuk para manusia penghantam kenyataan.

Dilihat dari kondisiku, bukan tidak mungkin bisa ditemukan bersimbah darah. Apalagi di daratan yang sedang aku perhatikan lamat-lamat itu.

Kalau dipikir lagi, aku ini benar sampah adanya. Kerjaku hanya mengeluh dan menyusahkan orang lain.

"Orang lain" itu adalah si Petir, manusia penuh asa tanpa kata lelah. Tak ada jenis bencana apa pun yang bisa membuat tekad dan keinginan hidupnya runtuh. Bahkan mungkin jika kiamat sekalipun, ia akan tetap mengepalkan jemarinya.

Sudah berjuta volt telah ia setrumkan kepadaku. Setiap pagi dan malam, dengan berbagai gagasan dan harapan yang realistis.

Dalam diam ia mencegahku melakukan tindakan tak berakal yang pasti akan dilakukan setiap manusia putus harapan.

Padahal, ia tak beda jauh nasibnya denganku. Setiap hari hanya sanggup makan roti plastik murahan agar tak mati kelaparan.

Inilah yang terjadi. Tak ada yang mau menerima kami. Katanya kami menjijikan, tak layak hidup.

Sungguh memprihatinkan dunia zaman sekarang. Manusia disamakannya dengan kantong plastik bekas.

LOSER, NOT A JOKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang