🌼ini raga fiksi dari sosok obsidian sang rembulan cantik- Lunar🌚
🌻ini raga fiksi dari sosok obsidian sang mentari- Surya🌞
🌞🌚🌞🌚🌞🌚🌞🌚
Semesta memiliki ujung? Kamu percaya?
Tidak. Sejauh ini bukti bahwa semesta tidak memiliki ujung ruang, melainkan ujung temporal. Lunar yang sedang bertugas pasca Surya yang sudah memasuki peraduan, dikejutkan bukan main, deringan berasal dari ujung temporal yang ia rasakan sinyalnya kembali mengganggunya.
Mengesalkan. Eksistensinya memang sudah menghilang, tapi siapa sangka dia memunculkan figur suara dari ujung temporal hanya untuk mengobrol dengannya. Ya, wajar saja, Surya dan Lunar hanya bisa bertemu langsung disaat solar eclipse.
Refleks, ia melanggaskan senyum manis yang kelewat singkat, namun menahan gurat untuk tetap kalem seperti biasa, "Jangan berbasa - basi denganku, aku tahu kamu merindukanku, betul 'kan Sur?"
Alunan manis terlimpah dirungunya, Surya kembali tertawa, disela tawa yang terlampau merona. "Kau lucu sekali, aku hanya ingin mengobrol padamu Lunar. Semesta kembali merangkap skenarionya. Kamu tahu, ikigai untuk bumi terlihat lagi?" Dilanda kebingungan temporer, ia bertanya "Ikigai? Untuk bumi? maksudmu?"
Seringainya terbit, ia tahu Surya akan menyombongkan kepintarannya kali ini. Kenapa sih, jika obrolan keduanya harus dibubuhi kesombongan saat bernarasi kata, kendati tujuannya hanya ingin memberi tahu, berdiskusi maunya. Meski berujung godaan dan kekehan lagi. "Begini, sepertinya skenario semesta mengenai kedatangan corona ini begitu mendatangkan risau terlampau dan kepanik yang instan menapak begitu terasa, mendera setiap manusia, sepertinya." Dia menambahkan, "Tapi, bukan itu yang kuingini untuk bercerita padamu, aku malah menyimpulkan sesuatu yang terlihat menarik. Bagaimana jika, semesta memang mendatangkan corona sebagai ikigai untuk bumi?" dia menjeda sejenak, "Iya, ikigai untuk bumi yang diciptakan semesta untuk dunia beserta isinya sebagai sisi positif yang sudah tergarap di skenarionya, meski aku tidak tahu pasti, namun ini lumayan masuk akal bagiku."