KALAH DULUAN

3 0 0
                                    

Antara pria dan wanita tidak mungkin murni berteman saja. Salah satunya pasti akan kalah. Tentang siapa yang kalah duluan itu hanya perkara waktu

***

"Green tea latte medium cup dua ya kak. Jadi totalnya dua puluh delapan ribu."
Wanita yang kira-kira seumuran denganku itu segera mengeluarkan tiga lembar uang sepuluh ribuan setelah aku menyebutkan nominal harga pesanannya.
"Kembaliannya dua ribu ya kak, silakan dihitung kembali. Terimakasih."

Setiap hari Selasa dan Kamis, aku bekerja paruh waktu di salah satu kedai minuman. Jaraknya sekitar dua kilometer dari kampus. Beruntungnya aku karena pemilik kedai tempat ku bekerja mau menyesuaikan dengan jadwal kuliahku sehingga tidak akan mengganggu. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Adikku yang pertama duduk dibangku SMA, sedangkan adikku yang kedua tahun ini masuk SMP. Aku menyadari bahwa biaya kuliah tidak sedikit. Setidaknya penghasilan dari kedai ini cukup untuk kebutuhanku sehari-hari sebagai anak kost.

Jadi anak pertama dalam keluarga tidak mudah ternyata. Apalagi seorang perempuan. Anak pertama selalu diharap-harapkan masa depannya oleh orang tua. Semua anak seperti itu sih, namun tanggung jawab anak pertama paling besar. Terkadang sempat menjadi beban, namun mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa meminta Tuhan agar dikembalikan ke dalam kandungan lalu meminta lahir pada urutan kedua.

"Sudah selesai, Ghin?"
"Sebentar lagi, Bhi."
Abhi adalah temanku. Kami saling kenal karena bekerja di kedai yang sama. Dia sudah seperti kakak laki-laki bagiku. Jarak umur kami rentang satu tahun. Dia seorang mahasiswa ilmu komunikasi di sebuah kampus, berbeda dari kampusku.

***

"Loh kok belok kanan Bhi? Kost aku kan di gang kiri."
"Kita makan dulu ya"
Tahu saja kalau perutku sudah berbunyi sejak tadi. Pendengaran Abhi tajam juga hahaha.

Kami mampir ke warung sate cak Mano. Setelah memesan dua porsi sate dengan banyak sambal kacang, aku dan Abhi memilih tempat untuk duduk. Walaupun di pinggir jalan, sate cak Mano ini sangat terkenal sehingga ramai pengunjung. Harus menunggu tiga puluh menit untuk makanan sampai.

"Ghin, enak atau memang lagi lapar?" tanya Abhi setelah melihatku makan dengan lahap.
"Dua-duanya hihi."

"Ghin, mengapa tuyul mencuri uang?" Abhi selalu saja punya topik pembicaraan yang random.
"Karena kalo mencuri timun itu kancil?"
"Benar juga sih, tapi bukan itu jawaban yang ada di kepalaku"
"Lalu?"
"Karena kalau mencuri motor kakinya ngga sampai"
"Dih.. Dikit lagi lucu, Bhi"
Namun aku tertawa, bukan karema lucu tetapi karena saking garingnya.
Cerita-cerita random Abhi membuatku tidak sadar bahwa makanan kami telah habis.

Setelah membayar, kami menuju parkiran. Sesampainya di parkiran, tiba-tiba Abhi memakaikan helm di kepalaku dan menautkan kaitannya. Abhi sedikit menunduk karena tubuhnya lebih tinggi dariku. Aku bisa melihat wajah Abhi dengan jelas karena jarak kami lumayan dekat. Kalian tahu apa yang terlintas dipikiranku?
Pikiranku melayang pada peristiwa satu tahun lalu, dimana Arga sering melakukan hal yang sama ketika mengantarku pulang. Ghin, Ghin, bahkan disaat bersama orang lain saja yang kau ingat hanya dia.

Aku dan Arga dulu dekat. Kami selalu bertukar cerita. Tentang apa saja. Sampai pada suatu ketika, sikapnya berbeda. Dia memang dingin, tetapi biasanya tidak kepadaku. Namun hari itu jawabannya sangat berbeda setiap kali aku bertanya. Walaupun tidak menghindariku, namun aku tahu betul jika sesuatu terjadi. Orang bilang, antara pria dan wanita tidak mungkin murni berteman saja. Salah satunya pasti akan kalah. Tentang siapa yang kalah duluan itu hanya perkara waktu. Dan tepat saat itu juga, aku memyadari bahwa aku telah kalah. Entah sejak kapan, namun aku merasa kehilangan.

Dia orang pertama yang membuatku mengesampingkan gengsi. Ketika aku rindu, aku tidak malu-malu untuk mengakuinya, memulai chat duluan, dan melakukan hal lain yang dianggap mustahil dilakukan oleh seorang cewek. Aku merenung setiap waktu, barangkali aku membuat kesalahan yang menyakiti hatinya sehingga sikapnya sedikit dingin padaku. Dia cukup misterius. Aku masih saja kesulitan menebak isi pikirannya. Sempat terpikir olehku untuk menyerah, memutuskan untuk melupakan dan berhenti berharap. Namun seberapa keras pun aku mencoba, sudah setengah waras kuabaikan, pasti akan runtuh juga.

Entah mengapa aku sangat yakin sebenarnya dia pun juga begitu. Sikapnya yang dingin sebenarnya tidak benar-benar dingin. Ada alasan dibalik itu semua yang entah apa.

Semilirnya angin malam membuat pikiranku semakin berkelana.
Dari sekian juta manusia, mengapa harus kamu, Ga? Mengapa hatiku memutuskan untuk jatuh kepadamu? Setelah satu tahun tidak bertemu, mengapa rasanya sulit sekali  untuk melupakanmu?

Ga, apa kamu tau? Rasanya masih tetap sama seperti satu tahun yang lalu. Aku bodoh ya, Ga? Tetap bertahan walau tau tidak akan ada harapan. Tetap menunggu walau tau kamu tidak akan pulang. Bagiku, kamu adalah rumah. Tapi bagimu, apa aku ini rumah, Ga? Jika Ya, mengapa kamu tidak pernah pulang? Jika aku boleh meminta, aku ingin sekali mengulang waktu kembali. Kali ini tidak pakai mengenalmu.

Sudah satu tahun lamanya, hatiku diliput oleh rindu yang tak tersalurkan. Jika kamu ingin tau seberapa besar, tanyakan pada malam. Semua rasaku telah kusampaikan padanya.

Tuhan, bagaimana ya keadaannya sekarang? Apakah sudah ada rumah baru baginya? Aku masih yakin jika belum ada yang bisa sedekat aku dulu. Namun jika benar sudah ada orang yang mengisi hatinya, berkatilah. Semoga orang itu membawanya lebih dekat dengan-Mu. Tuhan hanya ini yang bisa kulakukan. Kumohon jaga dia, ya walaupun tanpa kuminta pun Tuhan akan menjaganya. Tapi aku ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja.

"Aku pulang dulu."
"Hati-hati, Bhi."







____________________________________

Hollaa! Pas baca sambil dengerin lagu di mulmed yaa wkwkw.
Jangan lupa vote! Oiya, kalo ada yg typo komen yaa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Long-term MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang