2

20 5 0
                                    

Juara terbaik kedua

Nama : silvi
Nama Wp : mulberryss
Judul cerita: diantara kamu
Genre : romance

Hampir dua jam. Aku duduk di bangku taman segi panjang yang hanya terbuat dari semen di samping pohon Akasia. Menunggu. Berharap seseorang yang ku puja itu datang menemuiku disini, seperti janjinya.

Udara kering mulai menggerogoti jalan, sementara kegelisahan mulai meyerangku. Aku harus mengambil nafas berulang kali agar aku bisa tenang dan mengambil kesejukan dari pohon Akasia.

Aku beranjak dari tempat duduk segi panjang. Lalu berjalan menuju kolam ikan. Airnya yang jernih memperlihatkan lumut-lumut hijau yang tumbuh di sisi dan dasar kolam. Hijau lumut-nya begitu cerah. Tampak lumut-lumut hijau itu sangat senang bisa hidup bersama dengan ikan-ikan mas. Ikan mas oranye mengatup-ngatupkan mulutnya dengan sangat lucu.

Langit sudah menjadi kuning keemasan. Dan hawa panas mulai mereda. Aku terduduk sendiri di ayunan merah. Mengayunkannya perlahan-lahan sambil memandang kosong ke arah kolam ikan di samping ayunan. Sampai kapan aku harus menunggu?

“Sangat berbahaya duduk sendiri di taman sepi seperti ini, Nona!” suara lembut dengan nada khawatir, menyadarkanku dari pandangan kosong.
“Sekarang sedang maraknya penculikan, kau tahu?” tambahnya. Ia tersenyum bergurau.

Ia duduk di ayunan hijau di samping tempatku. Wajahnya cerah, hidung mencuat, alis tebal, dan binar matanya teduh. Rambut panjang sebahunya mengikuti irama ayunannya. Bergoyang-goyang ke depan ke belakang.

“Darimana kau tahu aku disini?” tanyaku. Ada secercah gairah di hatiku saat ia datang. Rasanya seperti menyelam ke air sejuk saat berada di siang hari yang kering kerontang.

“Entahlah. Mungkin hatiku yang memberitahu. Dan itu membuat kakiku sangat ingin kesini,” jawabnya. Kemudian, ia mengayunkan ayunannya lebih kencang. Rambutnya menari-nari tertiup angin.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar jawabannya. Dan mengayunkan diri ke depan ke belakang perlahan-lahan. Aku tak semangat mengayun sama sekali.

“Pulanglah,” ia berkata. Wajahnya sudah berada di sampingku. Ayunannya sudah hampir berhenti. Aku hanya diam. Seluruh tubuhku menolak untuk beranjak dari tempat ini. Terutama hatiku yang masih ingin menunggunya.

“Senja hampir habis. Pulanglah, Nona!” pintanya. Suaranya yang lembut itu membuat tubuhku tersadar. Pegal sekali sudah menunggu hampir tiga jam.
Aku memaksa tubuhku bangkit dari ayunan. Tetapi sulit sekali mengajak hatiku beranjak. Kemudian setelah menyadari hari hampir gelap dan taman ini sepi sekali, hatiku mau juga diajak pulang.

“Er … Happy Birthday!” katanya. Ada keraguan dari nada suaranya. Tangan kanannya menyodorkan sekotak kado berlapis kertas merah marun dan pita emas.

“Hei, darimana kau tahu aku ulang tahun hari ini?” tanyaku sambil tersenyum kaget.

“Entahlah. Mungkin hatiku yang memberitahu,” jawabnya sambil terkekeh. Kemudian, ia berlalu. Berjalan dengan langkah yang dihentakkan walau pun hanya memakai sandal dan celana pendek putih biru.

•••

Hari berikutnya. Malam dengan udara sejuk. Bintang-bintang berkelap-kelip genit di langit yang cerah. Malam yang sangat cerah. Banyak bintang-bintang bertebaran. Mereka membentuk sebuah konstelasi. Aku tidak tahu nama mereka, tapi aku tahu cara mengaguminya. Dan angin membawa serbuk-serbuk kebahagiaan pada diriku.

Ia berdiri di satu bukit yang menjulang tinggi. Tangannya terentang ke atas. Ia seolah menggenggam satu bintang paling terang untukku. Ia, pemuda berkacamata, menggenggam erat tanganku. Kemudian menarikku ke bukit itu. Mengajakku menggapai bintang-bintang di angkasa.

Work book (karya-karya member)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang